Selesai sudah! Cakka berhenti memohon, Cakka terlalu cape mengejar, terlalu lelah meminta. Semuanya selesai. Agni nggak lagi menginginkannya. Agni nggak lagi memikirkannya. Sudah takdirnya. Ini karma untuknya. Ini rasanya sakit!
Agni benar-benar pergi darinya. Awal yang bahagia dan berakhir berantakan. Terlambat sudah jika harus menyesal sekarang. Menyesal? Kenapa selalu datang terakhiran?
“Ag, ini daftar anak baru yang ikut basket. Lo kasih ke Cakka gih!”
Mata Agni membulat ketika nama Cakka di sebut-sebut. Mendengar namanya saja sudah membuat Agni menjadi teringat semua tentang Cakka. Apa lagi ketemu?
“lah kok gue? Nggak-nggak, nggak mau gue!” tolak Agni mentah-mentah.
“aelah, Ag! Nganterin doang ini. Noh, Cakka di ruang basket.” Ujar Riko pantang menyerah. “lagian gue sibuk nih! Ngurus ijin sama pak Duta.”
Agni mendengus kesal. Alasannya basi! “ah! Mana sini!”
Cakka? Lagi-lagi nama itu. kenapa di setiap Agni berhasil melupakan sedikit tentang Cakka, dia harus bertemu dan mengingat kembali semua hal tentang Cakka? Tuhan nggak setuju apa yak, gue ngelupain Cakka? Hey? What I’m thinking about?
TOK TOKK TOK!!
Hati-hati Agni mengetuk ruang basket, jangtungnya berdetak 3 kali lebih cepat di setiap ketukannya . Sedikit membuka pintunya dan mengintip kedalam.
“masuk aja,” suara Cakka yang pertama kali Agni dengar setelah berhari-hari nggak mendengarnya. “mau apa?”
Agni masuk lalu kembali menutup pintu yang tadinya memang tertutup. Berjalan pelan menghampiri Cakka yang duduk sambil mengamati tiap kertas di dekatnya. Entah kenapa, selalu begini! Darah Agni selalu berdesir setiap berdekatan dengan Cakka.
“gue mau anterin ini!” Agni mengulurkan kertas-kertas yang di pegangnya. “daftar anak baru yang ikut basket.”
Cakka berhenti mengamati kertasnya dan beralih menatap kertas-kertas yang di ulurkan Agni. “taro di sana aja,” kata Cakka lalu kembali mengamati kertas-kertasnya.
Agni menghela nafas panjang. Dia ingin semua seperti biasa, tanpa rasa canggung seperti sekarang. Agni kemudian berjalan menghampiri meja kosong di pojok ruangan yang tadi di tunjuk Cakka untuk menaruh kertas-kertasnya.
“gue balik dulu,” Agni kemudian pamit dan melangkah keluar.
Sesaat akan membuka pintu ada sepasang tangan yang menahan pintu sehingga nggak jadi di buka sama Agni. Itu Cakka yang menahannya, tepat di belakangnya Cakka menahan pintu yang akan dibuka Agni.
“Kka?”
“diam sebentar,”
Hening kemudian, ruang basket hening. Di sana hanya ada Cakka dan Agni dan mereka diam. Hanya terdengar suara nafas masing-masing. Cakka bertahan dengan posisinya. Tetap di belakang Agni, menutup mata di setiap tarikan nafasnya.
“Cakka?” panggil Agni lirih.
Agni nggak bakal kuat kalo terus-terusan dekat Cakka. Rasa rindu juga sakit hati mulai berlomba memenangkan tempat di hati Agni atas Cakka. Cakka masih diam nggak bergeming sama sekali. Masih tetap dengan tangannya yang menahan pintu, hingga Agni terkurung dalam rentangan tangannya.
Masih diam. Perlahan Cakka mulai mendekati Agni, mendekatinya hingga dagu Cakka sekarang Cakka senderkan pada puncak kepala Agni. Menghirup nafas panjang menikmati aroma rambut Agni.
“Cakka gue mau balik!” Agni memutar badannya cepat menghadap Cakka.
Cakka tersenyum tipis memandangi wajah Agni yang ada di depannya. Jarak Cakka-Agni amatlah dekat. Tapi mereka hanya diam dan saling mengkhayalkan bagaimana ujung cerita mereka ini. Cerita yang sebenarnya game over tapi apa bisa di continue?
“gue sayang banget sama Lo, Ag! Lebih dari yang Lo bayangin!” kata Cakka. Suaranya nggak lagi terdengar lirih seperti kemarin-kemarin. Nggak lagi terdengar memohon dan meminta. Tapi lebih terdengar bahagia dan merelakan semuanya.
Agni balik memandangi Cakka, bingung. Cakka kembali tersenyum tipis pada Agni. “maaf ya,” Cakka kemudian mundur beberapa langkah menjauhi Agni.
Agni masih mematung di tempatnya. Kenapa ini sebenarnya?
***
Cakka aneh! Benar-benar aneh! Agni sampai sekarang pun masih kepikiran dengan kejadian tadi. Lagi-lagi kata ‘maaf’ sakit karena mendengar 1 kata itu keluar lewat bibir Cakka. Siapa yang seharusnya mengucapkan kata maaf? Agni kah? Atau memang Cakka?
Siang ini Agni melangkah sendiri menuju keluar gerbang. Anak-anak kelasnya tadi sudah pulang dari sejam yang lalu, sedangkan Agni tadi di suruh bu Winda ngebantu dia ngoreksi tugas fisika yang tadi di kumpulkan.
Sekarang sudah seperti keharusan Agni jalan sambil ngelamun. Pikirannya melayang dan menerawang jauh entah kemana. Tapi pasti sudah dapat di ketahui dengan siapa pikiran Agni melayang bersamanya. Seorang Cakka!
“kenapa, Kka?” Oik mengelus puncak kepala Cakka lembut. Cakka yang tadinya menelungkupkan kepalanya perlahan bangkit dan menyender pada bangku yang didudukinya.
Cakka menggeleng lemah di sertai senyum paksa pada wajahnya. “nggak pa-pa,”
Oik diam. Dia tau benar apa yang terjadi pada Cakka. Pasti Agni! Andai Agni tau seberapa beruntungnya dia memiliki orang seperti Cakka ini. Orang yang cinta mati meski berkali-kali Agni menolaknya.
“gue mesti gimana, Ik? Dia bener-bener…”
“stop! mana Cakka yang dulu? Cakka yang nggak pernah putus asa buat ngejar 1 cewek!” Oik memotong perkataan Cakka. Oik tau kemana arah pembicaraan ini. Pasti intinya Cakka bakal bilang dia cape, lelah, putus asa. “asal Lo tau, Kka! Cakka yang playboy sekarang di butuhkan!”
Cakka diam, masih mencerna perkataan Oik yang sama sekali nggak masuk dalam kepalanya. Cakka yang playboy? Di butuhkan?
“Cakka yang tau gimana sifat cewek yang dia incar, Cakka yang tau gimana caranya menaklukan cewek yang dia suka, Cakka yang…”
“brengsek karna keplayboy-annya!”
“Kka?”
Cakka tersenyum miring pada Oik. “sudah lah, Ik! Mending Lo balik, gue pengen sendiri dulu!” suruh Cakka.
“tapi Lo gim…”
“gue pengen sendiri!” ulang Cakka menegaskan.
Lunglai Oik pergi dari ruang basket. Cakka memang masih melihat-lihat formulir anak-anak baru, sampai akhirnya dia lelah dan membaringkan sebentar kepalanya di atas meja. Sampai akhirnya Oik masuk dan begitu lah seterusnya.
Agni sedang melewati ruang basket dan tadi sempat berpapasan dengan Oik yang keluar. Dengan sedikit menyunggingkan senyum kaku, Oik berlalu begitu saja. membiar Agni yang cengo di depan pintu ruang basket.
Agni sempat memperhatikan wajah Oik, matanya tadi memerah seperti akan menangis. Ada apa? Pandangan Agni lalu beralih pada sosok seseorang yang di kenalnya sedang menelungkupkan kepala di atas meja. Cakka?
Agni memperhatikan Cakka dari jauh. Memandangnya sayu sambil tersenyum miris. Kenapa begini jadinya? Yang tertinggal hanya penyesalan dan kekecewaan. Menyesal karena begini keadaannya dan kecewa pada keadaan yang sepertinya enggan memperbaiki semuanya.
“Kka? Lo sakit?” dari depan pintu Agni bersuara dan kembali membuat Cakka mengangkat kepalanya.
Cakka memandangi Agni sendu. Kenapa datang kalo ujungnya pergi? Kenapa ada kalo ujungnya hilang? Cakka lalu menghela nafas panjang dan kembali menyenderkan punggungnya pada senderan bangku tempat duduknya.
“kenapa?” tanyanya lemas tanpa semangat. Bukannya menjawab Cakka malah mengeluarkan pertanyaan baru.
Agni menggeleng pelan. “Lo yang kenapa?” Agni balas menanyakan kenapa pada Cakka. Mendekat perlahan pada satu-satunya cowok yang selalu ada di pikirannya.
“gue butuh Lo, Ag!” kata Cakka tiba-tiba. Agni kontan menghentikan langkahnya lalu menunduk dalam-dalam. Dia benci situasi ini!
“gue…”
“gue nyesal! Walau gue tau penyesalan gue nggak ada artinya.”
Hening akhirnya. Cakka dengan penyesalannya dan Agni yang sebenarnya menangis tanpa suara. Kenapa harus begini? Kenapa nggak anggap semua ini nggak pernah terjadi aja? Kenapa terus di ungkit? Kenapa terus-terusan nyakitin diri sendiri?!! Kenapa?!
“gue pulang duluan!” Agni berbalik dan berjalan cepat keluar menjauh dari Cakka. Dekat-dekat Cakka bagi Agni hanya bisa membuatnya sakit hati.
Cakka benar-benar sendirian sekarang. Saat Agni di sampingnya Oik datang, saat Agni lepas darinya dia sadar siapa sebenarnya yang dia butuhkan. Tapi semua terlambat! Agni terlanjur sakit hati dan semua tentang mereka terdahulu cuma sekedar kenangan.
Kenapa penyesalan selalu datang terakhiran? Kasih dia alasan logis tentang itu. Cakka butuh itu! kita semua butuh itu!
***
Berdiri tegak di depan rumah gadisnya yang dulu. Diam membeku memandang pintu putih yang dulu rajin di lewatinya dan sekarang akan kembali dia lewati tapi sayang untuk terakhir kalinya. Cakka mengambil ancang-ancang menekan bel tapi berkali-kali urung entah kenapa. Dia ragu.
“Agni pergi keluar sebentar ya, Ma!”
Dari luar tempat Cakka berdiri sekarang dia dengar jelas suara gadisnya yang dulu. Gadis yang selalu di sampingnya dan telah di sakitinya. Serasa sangat dekat walau terhalang pintu. Perlahan gagang pintu putih itu mulai berputar sedikit dan terbuka perlahan.
“Cakka?” Agni nggak bisa menutupi rasa kagetnya saat menemukan Cakka di depan rumahnya. Agni secepatnya merubah raut wajahnya dan memandang Cakka penuh tanya.
Cakka tersenyum tipis. Wajah gadis di depannya ini seperti apa pun ekspresinya tetap cantik di matanya.
“Kka?”
Cakka tersadar. “gue mau pamit,” katanya kemudian.
Kening Agni berkerut. “pamit?”
Cakka mengangguk. “Lo jaga diri baik-baik ya? gue cuma mau pamit doang kok.” Getir rasanya saat Cakka mengucapkan kata-kata itu pada gadis yang di cintainya.
Agni kali ini nggak bisa menyembunyikan wajah tercengangnya. Cakka mau pergi ninggalin dia? Bukan! Bukan ninggalin dia, Cakka sama dia sudah nggak ada apa-apa lagi! Ingat!
“oh, kalo gitu hati-hati ya?” respon Agni datar.
Cakka akui dia kecewa dengan reaksi Agni tentang kepergiannya. Tampaknya memang sudah nggak ada apa-apa di hati Agni tentang dirinya. Tanpa Cakka ketahui Agni sendiri kecewa dengan yang di ucapkannya.
“eh iya?!” seru Agni seperti baru mengingat sesuatu. Dengan cepat Agni masuk ke dalam rumah dan balik lagi kehadapan Cakka dengan menenteng sebuah gitar. Tanpa bicara Agni langsung menyodorkan gitar itu pada Cakka.
Cakka kenal banget gitar itu. itu gitarnya, gitar kesayangan keduanya. Perlahan Cakka mulai menggapai gitarnya. “ini buat Lo aja!” kata Cakka cepat sebelum gitar itu berpindah tangan. Agni menggeleng pelan lalu memaksa Cakka merima kembali gitarnya.
“gue bakal coba ngelupain Lo dan Lo juga harus begitu!” Agni mengucapkannya lirih dengan senyum paksa. “asal Lo tau, gue pasti bisa!” tegas Agni.
Kecewa, Cakka terima kembali gitarnya. Mengangguk sambil tersenyum tipis pada gadisnya. Gadisnya menyatakan akan melupakannya dan juga memintanya untuk melupakan semuanya. “gue berangkat,” Cakka berbalik dan melangkah menuju taksi yang sudah menunggunya.
Agni nggak pernah sungguh-sungguh dengan perkataannya barusan, tapi entah mungkin sudah begini lah kenyataannya. Dia harus berpisah dengan Cakka dan semua tentang mereka harus di hapuskan dan di anggap nggak pernah ada.
Dalam taksi Cakka terus memandangi gitarnya yang dulu dia tinggal di taman. Masih nggak menyangka kalo Agni menyimpan gitarnya saat itu. Agni simpan sampai akhirnya Agni kembalikan sebagai tanda kalo Agni benar-benar akan melupakan Cakka.
Tiada yang tau, di tempat yang berbeda namun dalam waktu yang sama. Dua orang muda-mudi memandang sendu ke depan. Memandang masa depan dengan penuh penyesalan.
“sudah selesai semuanya! Tamat! Game over!”
Semua tentang mu tentang ku hanya harap..
Jauh ku jauh mimpi ku dengan ingin ku..
Semua tentang mu tentang ku hanya harap..
Jauh ku jauh mimpi ku dengan ingin ku..
(Peterpan - Jauh Mimpi Ku )
***
Huh ini bikin mata aku perih Kak, keren -to the max- Sad End yang seharusnya pake sekuel biar jadi Happy End :)
BalasHapushuh kak setelah baca ini semua, cagni dibikin tersiksa sama perasaan mereka yang kalo mereka mau jujur pasti bahagia terutama buat agni.
BalasHapusceritanya selalu mengalir, dan pastinya sedih terus. ini udah tamat atau belum kak?
kaka jadi kakak yang nulis cerbung psycolove ya?? kok nggak di lanjut ka???
BalasHapusnumpang nitipin link gue yaa..kalau mau berkunjung juga boleh..
obat kista tradisional.
obat pelangsing herbal.
thanks before..
Benar-benar menguras air mata. ����
BalasHapusKenapa cagni gak balikan aja sih kak? Sakit rasanya liat mereka saling menjauh. hwuueee oh ya kak cerbung psycolove di lanjutin donk ��