Jumat, 29 April 2011

My RIVAL #1

“pagi Rio?”

“hai, Yo?”

“apa kabar, Yo?”

“Rio, gimana kabarnya?”


Satu persatu cewek-cewek yang melihat kehadiran Rio menyapanya, tapi Rio acuhkan begitu saja tanpa membalasnya sedikit pun dengan senyum mau pun perkataan. Menurutnya itu semua hanya sekedar basa-basi yang sebenarnya nggak pantas dibalas!

“pagi, Yo?” seorang cowok menyapa Rio yang baru masuk ke dalam kelas. Rio menoleh sekilas lalu mengabaikannya seperti dia mengabaikan cewek-cewek yang menyapanya tadi. Cewek aja di kacangin, apa lagi cowok?!

Rio mengacuhkan orang itu begitu saja. Dia nggak suka sama cowok yang hobby berbasa-basi seperti cowok yang menyapanya tadi. Iyel, Iyel tadi yang menyapa Rio. Bintang sekolah kok basa-basi? Apa kata gue coba?

Rio cenderung nggak menyukai Iyel, tepatnya jengkel. Kenapa? Cause, buat apa baik-baik kalo ujungnya pelit? Buat apa cerdas tapi nggak mau bagi-bagi? Iyel terlalu aneh buat Rio. Baik, ramah tapi pelit. Sungguh percuma!

Tap… tap… tap… suara derap langkah hentakan kaki memasuki kelas. Itu Via yang masuk dan langsung-langsung menuju mejanya dan menelungkupkan kepalanya. Di perkirakan sebentar lagi Via akan mengudara kealam mimpinya.

Iyel memperhatikan Via sinis. Iyel jengkel banget sama Via. Kerjaannya tidur mulu! Tapi selalu ranking kedua setelah Iyel. Memang selama ini Via nggak pernah ngerebut peringkatnya. Tapi sedikit keki dengan takdir dunia. Dia yang rajin belajar ranking 1. Via yang rajin tidur ranking 2?

“kenapa ngeliatin Via segitunya?” suara Rio memecah keheningan yang sempat tercipta. Penasaran dengan Iyel yang memandangi Via sedari tadi.

Iyel menoleh kearah Rio, merasa pertanyaan Rio tadi untuknya. “gue heran sama dia,” Iyel menunjuk Via yang sudah tertidur di mejanya. “kerjaannya tidur mulu, tapi selalu ranking 2!”

Rio mencibir. “sirik Lo?”

Iyel menggeleng pelan. “heran aja,” sama jengkel! Tambahnya dalam hati.

Hening kemudian, sampai akhirnya ada lagi anak yang masuk ke dalam kelas. Beramai-ramai mereka memasuki kelas sampe akhirnya seorang cewek menjadi pusat perhatian semua pasang mata di dalam kelas.

“kenapa Lo pada? Nggak pernah ngeliat orang luka?!” sewot Agni, cewek yang tadi menjadi pusat perhatian.

Agni memasuki kelas dengan tertatih-tatih. Berjalan puuueeelaaann banget menuju bangkunya yang tepat berada paling belakang pojok kanan. Agni tiba di mejanya dan langsung membanting keras tasnya. Marah karena mendapati anak-anak sekelas masih menatapnya.

“apaan sih, Agni?!” sungut Via yang terbangun dari tidurnya. Hentakan tas Agni tadi membuat Via yang tertidur di depan Agni terbangun.

Via mengerjap-ngerjapkan matanya silau, lalu memincingkan matanya yang sipit memandangi Agni. Wajah Agni tertempel plaster di bagian kening juga pipinya. Pasti abis berantem lagi. Seperti biasa!

Via mendengus. Si Agni kayak orang kurang kerjaan yang memang nggak ada kerjaan. Tiap hari ada aja luka hasil berantem. Seneng banget berantem terus luka-luka. Via masih memandangi Agni yang membuang muka menghadap pintu kelas.

“lagi nyusun siapa lagi yang mau di ajak berantem?” tanya Via menyindir sebenarnya.

Via nggak suka sama Agni yang hobby berantem. Bukan nggak suka, cuma sayang aja. Agni itu cewek! Tapi kelakuannya sudah ngalah-ngalahin cowok! Cowok aja nggak kayak Agni, tapi malah Agni yang mirip cowok! Mumet banget deh!

Agni mengalihkan pandangannya menghadap Via. “nggak, sudah ada lawannya kok!” jawab Agni santai kemudian kembali beralih memandangi pintu kelas.

Via menggeleng-gelengkan kepalanya takjub. Bener-bener!!

Suasana kelas mulai ramai, satu persatu siswanya mulai datang dan menempati tempat duduk masing-masing. Melakukan kegiatan masing-masing. Nggak ketinggalan Rio, Iyel, Via dan Agni.

Rio, dia lagi duduk diam sambil mendengarkan musik dari earphone-nya. Iyel, dia  lagi rajin ngebaca buku fisikanya. Via, dia asik mengudara di alam mimpinya. Agni lagi nyusun strategi cara bertandingnya nanti sepulang sekolah.

“bu Winda datang!” Kiki sang ketua kelas melaporkan pada anak sekelas.

Sekelasan langsung grasak-grusuk serapi mungkin. Bu Winda adalah guru yang paling mereka benci. 1 kesalahan kalo berurusan sama bu Winda bisa jadi kelipatan 1000! Lebay nggak tuh?! Menjunjung tinggi tata krama dan sopan santun.

“Via banguun! Ada bu Winda!” Shilla, nyonya cerewet teman sebangku Via terus-terusan berusaha buat Via bangun.

“goyang lebih kuat lagi,” usul Iyel yang duduk berseberangan dengan keduanya.

Shilla tambah kuat menggoyangkan lengan Via. Tapi nggak ngaruh sama sekali. Shilla putus asa.

“coba terus!” dukung Rio dari seberang belakang Iyel.

Mengapa Rio mendukung? Tau kah kamu bahwa ibu Winda adalah seseorang yang menjunjung tinggi solideritas! Makanya, jika 1 siswa kena hukum wajib hukumnya teman sekelas siswa itu ikut kecipratan rejeki sialnya.

TUKK TUKK TUKK!!!

Dari arah belakang Via ada Agni yang memukul kepala Via dengan penggaris panjangnya. Via mulai menggeliat dan bangun sambil memegangi kepalanya.

“sakit!” lirihnya.

Agni kembali duduk dan menganggap semua nggak pernah terjadi apa-apa. Matanya menangkap sosok bu Winda yang mulai memasuki kelas.

“ssssttttttt!”

Sekelasan ber-sstt ria kemudian hening seketika. Bu Winda meletakan buku dan tasnya di atas meja, memandangi sekeliling kelas dan melotot dengan salah satu bangku yang kosong tepat di sebelah Rio.

“itu! siapa yang duduk di sana?!” tanya bu Winda keras yang membuat sekelasan bukannya menjawab malah tambah diam.

“yang duduk di sini Halilintar Edi Morgen, Bu!” jawab Rio santai dengan menyebutkan nama Lintar selengkap-lengkapnya.

Beberapa anak menggeplak jidat mereka sendiri. Hari ini mereka pasti di jemur sekelasan. Sudah ada Lintar yang di perkirakan terlambat. Eh! Ini nambah lagi sama Rio yang berani ngejawab bu Winda.

Bu Winda melotot. Matanya seakan bakal keluar dari tempatnya. “jadi sekarang, mana yang namanya Halilintar Edi Morgen?”

Ahelah! Pake nanya, jelas-jelas orangnya nggak ada!

“hadir, Bu!” jawab Lintar yang tiba-tiba muncul di ambang pintu kelas. Terlihat memegangi dada sambil terengah-engah di sana.

Ya! ini lah dia raja ngaret! Lintar masuk menghadap bu Winda yang melotot garang padanya sedangkan Lintar-nya sendiri masih pasang wajah polos nggak berdosa. Padahal… dosa nya numpuk noh di pundak kiri! Sampe meluap malah!

“kenapa kamu terlambat?”  suara bu Winda melembut tiba-tiba dan asli bikin sekelas cengo di buatnya.

Lintar menyunggingkan senyum manisnya pada bu Winda. Yang di senyumin bu Winda yang mesem-mesem malah cewek-cewek sekelas, terkecuali Agni! Agni pasang tampang nggak ‘ngeh’ banget pada Lintar. Agni jengkel setengah mampus sama Lintar! Liat nih ya! sebentar lagi kata ‘adil’ cuma jadi kenangan!

“saya terlambat bangun, Bu!” terang Lintar.

Agni dari belakang sudah lipsync nggak jelas ke Lintar. ‘basi banget sih Lo!!’ dengan bahasa bibir Agni mengulangi kata-kata itu untuk Lintar. Entah Lintar ngeliat atau nggak yang penting Agni berjuang untuk keadilannya sendiri!! Dia nggak mau di jemur gara-gara Lintar yang telat!!

Bu Winda kemudian tersenyum aneh. “baik anak-anak,” bu Winda menggantung sebentar perkataannya. “sekarang kalian…”

***

“Lo kesiangan, Lint? Bilang sama gue, ntar gue beliin Lo weker!” sungut Kiki sang ketua kelas.

“kalo nggak ntar besok-besok gue jemputin Lo sekolah deh!” sahut Sion keras.

“atau perlu gue tidur di rumah Lo buat antisipasi keterlambatan Lo?” sambung Abner.

Anak-anak sekelas berada di kantin sekarang, otak mereka semua panas akibat kebanyakan mikir. Bu Winda nggak ngejemur mereka, tapi diganti sama 20 soal fisika yang 1 soalnya beranak jadi 5!! Ulangan dadakan!!

“nggak usah repot-repot, gue punya weker kok di rumah,” balas Lintar pada Kiki. “gue sekolah juga bawa kendaraan sendiri jadi nggak perlu di antar jemput,” kali ini pada Sion. “Lo juga nggak usah repot-repot nginep rumah gue, Ner! Mama gue nggak terima orang asing!” lanjut Lintar pada Abner.

Belagu banget!!

“heh! Raja ngaret! Gue peringatkan Lo ya! sekali lagi Lo telat gue habisin Lo!” Agni yang baru datang menggebrak meja kantin dihadapan Lintar. Wajah Agni merah padam saat ini, emosi tingkat tinggi!

Semua yang ada di kantin bungkam sejuta bahasa. Tontonan kayak gini udah sering adanya, tapi kalo Agni sama Lintar ya baru ini. Agni biasanya anti cari masalah sama temen sekelas tapi berhubung ini sudah sangat mengganggu hak hidupnya terpaksa harus!!

“hal yang begini nggak bisa di selesaikan pake otot, coba di selesaikan baik-baik pake otak! Tenang, tentram, aman dan terkendali!” Iyel bersuara, dan asli semua perkataannya malah ngebuat tensi Agni naik.

“heh Medit! Ngomong apa Lo barusan? Otak? Otot? Otak Lo itu nggak guna sama gue!” sembur Agni emosi.

Iyel menggeleng sambil berdecak. “Otak gue nggak berlaku ke Lo karena Lo nggak punya Otak kayak gue!” balas Iyel santai sesantai-santainya tanpa beban.

Emosi Agni meledak, kayaknya dia harus ngehabisin dua orang sekaligus hari ini! Iyel dulu, baru Lintar!

“stop! Kekerasan nggak nyelesaikan masalah Lo,” Rio menghadang Agni yang melangkah maju mendatangi Iyel.

“Lo mau bilang pake otak juga? Denger ya! oke! Gue mungkin nggak sepintar Lo ato Iyel ato siapa pun yang ada di sini! Tapi gue Cuma mau bilang, gue punya hak melakukan kekerasan kalo itu semua udah kelewat batas kesabaran gue! Dan dia! Dia udah ngabisin kesabaran gue, jadi gue minta Lo minggir!!”

Suasana mencekam! Agni menatap Rio penuh amarah dan sekeliling hanya bisa menatap keduanya pasrah. Lain artis lain figuran. Iyel Lintar yang tadinya menjadi pokok permasalahan pun terlupakan.

Rio berdecak. “oke, silahkan!” Rio menyingkir dari hadapan Agni dan mengenyampingkan dirinya. “gue nggak mau mengganggu hak orang.”

“eh! Jangan-jangan! Yo! Lo gimana sih? Bukannya di larang malah di persilahkan!” setelah kepergian Rio dari hadapan Agni, kali ini ganti Via yang berdiri disana. “ini sekolah, Ag. Jangan berantem di sekolah!” cegah Via.

“heh Raja Ngaret! Cepet minta maaf! Lo nggak sadar apa gara-gara Lo kita semua harus nelan 20 soal bulat-bulat!” perintah Via pada Lintar yang diangguki serentak oleh teman-teman sekelas mereka.

“dan Lo Medit! Tarik ucapan Lo. Otak, Otot dua-duanya itu penting! Nggak ada otot mau di simpen dimana otak Lo itu?” lanjut Via pada Iyel, tapi yang di perintahkan pura-pura tuli.

“dan Lo Mario! Tolong ya! kalo ada teman kita yang mau berantem, jangan di persilahkan! Tapii di LA-RANG! Oke?!” kali ini pada Rio.

Via beralih kembali pada Agni. “udah ya, Ag. Anggap nggak terjadi apa-apa. Ini Cuma masalah kecil, jadi nggak perlu tonjok-tonjokan segala. Oke?” Via membujuk Agni, seperti membujuk anak 5 tahun yang mau main mercon biar nggak jadi main.

Ada rasa bangga tersendiri buat Via saat melihat Agni cemberut di tempatnya, senggaknya ini adalah awal yang bagus sebagai pencegahan emosional pada Agni. Agni cemberut berat, tapi dalam hati kemarahannya sedikit meredam dengan adanya Via yang secara nggak langsung membelanya.

Lintar? dia masih adem ayem ditempat, kalo bisa dibilang dia nggak terlalu mikir apa yang terjadi barusan, apa masalahnya pun dia nggak sadar. Rio, Rio kurang lebihnya Lintar, adem ayem. Cuma ada sedikit rasa kagum darinya untuk Via yang bisa berbicara demikian mulia barusan. Sedangkan Iyel? Dia…

“otak tetep lebih penting dari pada otot!”

BYURR!!

***

1 komentar:

  1. iyel sarap -3- ayo ayo agni jayalah keadilan! 'o')9 rio kalem euy =)) via lintar macem apaan =3=

    BalasHapus