Rabu, 27 April 2011

PsycoLove #17

“emm-emm-emm…” Patton dkk minus Goldi mendengarkan cerita Via sambil terus mengunyah makanan mereka. Kisah cinta penuh bahagia yang berakhir dengan sejuta rasa. Ck-ck-ck.


“jadi sekarang status hubungan Lo sama Alvin apa?” tanya Dayat, tanpa mengalihkan pandangan matanya dari mangkok berisi bakso dihadapannya. Goldi ngotot ngebawa mereka makan di emperan jalan karena mengingat bertambahnya orang dan kondisi dompet yang tidak memadai sebenarnya.

Via menyeruput Jus jeruknya sambil melirik kearah Agni. Kalo yang cewek bilang putus tapi yang cowok bilang nggak itu apa namanya? Seenggaknya mungkin begitu yang ditangkap Agni dari lirikan mata Via. Agni mengedikan bahunya. Mana gue tau! Begitu maksudnya.

“nama hubungannya samain aja sama nama hubungannya Cakka-Agni.” Ujar Via santai.

Sepersekian detik serempak semua menyembur satu sama lain, isi makanan atau minuman yang tadinya diproses dimulut masing-masing berkeluaran menimpa pasangan duduk masing-masing. Nama Cakka yang di gabung secara langsung sama Agni ternyata berpengaruh besar.

“Lo sama Cakka???” Patton melotot pada Agni, sambil mengelap wajahnya yang kecipratan kuah bakso live dari Dayat. Agni mendelik pada Via yang sibuk membersihkan wajahnya minuman soda yang nge-live juga diberi Agni.

“issh! Jorok banget deh, Ag!” keluh Via sambil terus menerus menarik rentengan tissue dari tempatnya.

“Lo juga apaan sih pake bawa-bawa gue segala.” Balas Agni.

Via memanyunkan bibirnya. “seantero sekolah udah tau kalii… Cakka sama Agni!” sahut Via lagi nggak mau kalah. “ya kan, guys?” Via beralih pada Patton dkk yang sibuk membersihkan diri.

“eebusett! Bakso Lo nyerang muka gue!”

“eeh! Nasgor Lo juga nimpa muka gue tau! Bertubi-tubi pula!”

“nasi goreng itu mending, nasinya udah kecil-kecil karena gue kunyah! Lah ini! Lo liat baksonya masih gede gini! Lo makan dikunyah nggak sih?” Sion mencerca Goldi habis-habisan akibat meriam bakso yang Goldi muntahkan padanya.

“tapii…”

“tapi apaan?” sengit Sion.

“untung gue Cuma kena kuah dari Lo, Day!” Patton cengengesan, mengurut dada lega.

Dayat mendelik sambil mengangkat butiran batu es yang ada di meja. “Lo untung, gue rugi mampus! Nih, Lo nyerang gue pake ini!” Dayat menunjukan batu es yang di pungutnya pada Patton, emosi.

“yaah, jangan salahkan gue dong. Noh salahkan Via. Pan dia yang ngebuat kita semua nyerang satu sama lain!” tuduh Patton.

“yaaa!! Noh, Yon! Salahkan Via, gue kan Cuma kaget makanya reflek!” Goldi mendukung Patton sekalian membela diri. Via yang disalahkan langsung menoleh menatap semuanya.

“kok nyalahin gue?”

“habis mau nyalahin siapa?” sengit Agni yang kembali menyeruput minumannya.

“ya salah mereka sendiri dong! Kenapa langsung mucrat-mucratan waktu gue bilang Cakka-Agni? Kan gue Cuma mau nyamain.”

“tapi ya nggak usah dibahas lah! Gue-nya ntar malu!”

“malu kenapa? semuanya kan udah tau…!”

Patton dkk yang berniat mencari kambing hitam akibat tragedy saling serang malah disuguhkan perkelahian dua sahabat tentang siapa yang salah.

“stop-stop-stop!” Patton memukul meja dihadapan Via-Agni.

“apa??” sengit keduanya sekaligus.

“noh, abang yang punya warung udah siap-siap mau ngusir kita!” Patton melirik abang yang punya warung yang lagi megang centong kuah super gede.

Via-Agni bungkam. Patton tadi Cuma ngada-ngada aja, wong abangnya mau ngambil kuah bakso buat pelanggannya. Semuanya ikutan bungkam, kejadian yang tadi terlupa seketika. Semua kembali menikmati makanan dan minuman masing-masing.

“Lo sama Cakka, Ag?” Dayat kembali membuka masalah yang sempat tertutup.

“tuh kaaann! Mereka jadi tau, Via Azizah!” pekik Agni tertahan pada Via.

Via mengabaikan Agni dan melirik Dayat. “Lo baru tau?” tanya Via dan Dayat mengangguk. “udaah lamaa kaleee!!”

“sejak kapan?” tanya Patton.

“sama kayak gue-Alvin.” Jawab Via.

“bohong-bohong!” bantah Agni. “Vi, Lo apaan sih?!”

“gue nyari temen,” sahut Via cuek.

Agni mendengus. Dulu kan Alvin-Via yang duluan, tapi kapan Cakka sama Agni jadiannya? “buat apa Lo…”

“hubungan Lo sama Cakka sekarang gimana?” tanya Dayat pada Agni. Dayat memandang Agni-Via bergantian, meminta penjelasan dari Agni atau pun Via juga bole.

“gimana apanya?”

“status,”

Status hubungan Cakka-Agni? Sama kayak hubungan Alvin-Via? Emang iya sama? Emm, iya-iya! Sama-sama ribett!!

“samain sama Via aja lah,” Agni mendengus pasrah.

***

“gue tadi ngedaftarin Lo buat teater Bu Winda,” Cakka langsung melompat ke atas tempat tidur Alvin, sedangkan Alvinnya sendiri sedang berkutat sama laptopnya. “Via mana?” tanya Cakka yang ngebuat Alvin memutar kursinya menghadap Cakka.

“kabur,” desah Alvin, hampir nggak kedengaran sama Cakka tapi untungnya Cakka ngerti bahasa bibir Alvin.

Cakka terkekeh. “cewek Lo mulai liar, mesti di jinakan lagi tuh!”

Alvin mendelikan mata sipitnya. “Lo pikir cewek gue macan di jinakan segala,”

Cakka mengeluarkan hape dari kantongnya dan menekan-nekan angka yang ada disana. “cewek Lo itu singa! Bukan macan apalagi kucing.” Ujar Cakka santai tanpa mengalihkan pandangannya. “kalo mau ngejinakan singa, awalnya mesti kasih sesuatu yang dia mau. Daging! Habis itu ancam dia biar kalo dia mau ngedapetin daging itu lagi, dia harus nurutin kemauan Lo.”

Alvin mengernyit. “maksud Lo?”

Cakka berdecak lalu bangkit dari tidurnya. “otak Lo apa sudah buntu? Hal yang begini aja Lo nggak mampu, heran.”

Alvin bangkit dari duduknya dan melangkah mendekat pada Cakka. “Lo cukup kasih tau gue maksud Lo, gue nggak butuh komentar Lo.” sinis Alvin.

Cakka mendengus. “otak Lo ternyata nggak buntu, Cuma sudah habis terkikis sama Via.” Cakka bangkit berdiri dan mengangkat tasnya. “pikirkan yang cerdas dikit. Gue udah ngasi Lo peluang!”

Setelah Cakka menghilang dari pandangan, Alvin merebahkan badannya keatas kasur. Terlalu cape untuk berpikir dan terlalu lelah untuk mencari tau. Apa maksudnya? Dan gimana caranya? Memejamkan matanya dan entah apa yang terjadi, Alvin menyeringai tiba-tiba.

“gue bakal bikin Via sendiri yang ngebutuhin gue, tanpa ancaman apa pun!”

***

Pagi ini di aula sekolah sudah berkumpul kurang lebih ratusan siswi yang mencalonkan diri sebagai Snow White, ruang aula penuh sesak karena cewek-cewek ini nggak diem di tempatnya. Mereka jalan kesana-kemari dengan membawa berbagai macam alat make up dan saling minta dan berbagi satu sama lain.

Via yang saat itu berjalan dengan Agni menghentikan langkahnya tepat di depan aula. “ada apaan nih? Mau pembagian make-up gratis?” Via melangkah masuk saat tiba-tiba Agni menariknya untuk kembali berjalan. “apaan sih, Ag?”

Agni menarik Via tanpa kompromi, tadi ada Cakka! Entah mau kemana tapi tadi kearah dia. Yah, moga-moga aja bukan ke Agni tujuannya. Agni terus berjalan cepat sampai akhirnya berhenti di salah satu kelas yang kosong melompong.

“hampir aja,” Agni menghirup udara kebebasannya dalam-dalam.

Alis Via bertaut. “apanya yang hampir?” tanyanya sambil melompat naik dan duduk diatas meja. Beberapa kelas ada yang kosong juga nggak, karena rata-rata ceweknya di aula dan cowoknya ngumpet entah dimana. Kurcaci belum ada kandidatnya, jadi sembunyi! Dari pada kena tunjuk?

“eh, Ag-Ag! Itu, ngapain itu orang pada jongkok noh disana?” tanya Via lagi sambil menunjuk beberapa anak yang bergerombol dibelakang gudang, yang kebetulan keliatan dari tempat Via duduk sekarang.

Agni melangkah malas mendekati Via, dan dengan gemas Via menarik Agni biar cepet ngeliat apa yang dia liat. “itu pelarian dari teaternya Bu Winda…”

“bu Winda bikin teater? Kok Lo nggak bilang? Gue mau ikut ah!” Via langsung melompat turun dari meja. “apa judulnya?”

Gantian Agni yang duduk di atas meja, menahan tawa melihat sikap Via. “Snow White,” jawab Agni singkat.

“emm, agak kekanak-kanakan sih. Tapi gue mau ikut, temenin gue ya, Ag? Gue mau ngedaftar jadi Snow White-nya.” Via sudah berdiri di ambang pintu kelas.

“Lo yakin mau ikut?” Via menjawab Agni dengan anggukan kuat-kuat. “walaupun yang jadi lawan main Lo entar Alvin Lo yang tercintaa?” Via akan mengangguk lagi saat tiba-tiba berubah menjadi gelengan super cepat.

“nggak jadi deh,” kata Via langsung dan kembali mendekati Agni. “kenapa mereka nggak bolos aja? dari pada kayak gitu, jongkok nggak jelas di belakang gudang.”

“karena mereka anak yang di tunjuk, tapi berteman sama yang nggak di tunjuk.”

“maksudnyaaa..??”

“maksudnya, emang Lo mau gue tinggal pulang kalo Lo kepilih jadi pasangannya Prince Alvin?” tanya Agni. Sudah tau jawabannya, hanya saja ingin Via mengerti mengapa masih ada beberapa anak yang tinggal dan memilih jongkok di belakang gudang. Mereka setia kawan!

“yyaaaa nggak mauu laah, Ag!” Via memasang tampang ogah banget pada wajahnya. “Agni mah becanda teruuss…,” kata Via lagi, gemass.

“sampai kapan kita disini?”

“kenapa tadi kita sekolah?”

“gue nggak tau kenapa kita sekolah,”

“gue juga nggak tau sampai kapan kita di sini.”

***

“bagaimana ini? Kurcaci belum ada, Putrinya belum di seleksi, panggung belum di dekorasi, dan masih banyak lagi!” Bu Winda berkoar di kantor guru dan ternyata masih belum menyeleksi sang Putri. “Koordinator,” Bu Winda berguman dan pergi keluar setelahnya.

Beberapa guru sempat cengo dengan sikap Bu Winda, guru yang super galak itu bisa kebingungan ternyata. Sambil berjalan Bu Winda menekan beberapa angka pada Hape-nya, menempelkan hape-nya pada telinga dan berbincang di sana.

“baik, Ibu tunggu kamu ya?...selamat pagi…” kata terakhir yang Ibu Winda ucapkan sampai akhirnya menutup telponnya dan memasukannya kembali kedalam kantong.

“Cakka!!!” Ibu Winda berseru pada Cakka yang ada dilapangan dan sedang bermain basket. Dengan memantulkan bolanya Cakka menghampiri Bu Winda. “kamu koordinator teater Ibu!” tanpa salam pembuka atau pun penjelasan topic utama Cakka langsung di tunjuk.

Cakka menatap Bu Winda penuh tanya namun langsung mengangguk dan tersenyum pada Bu Winda. “Oke, Bu!” jawabnya mantap.

“sekarang kamu ke gerbang depan, Ibu memanggil beberapa anak sekolah lain buat membantu teater Ibu. Kamu sambut mereka dan bawa mereka ke kantor Ibu,” suruh Bu Winda dan Cakka menggangguk lagi. “panggil Alvin buat menghadap ibu sekalian.”Bu Winda langsung meninggalkan Cakka.

Setelah Bu Winda menghilang di balik tembok-tembok kelas, Cakka kembali memainkan bolanya. Membawanya ketengah lapangan dan melemparkannya ke dalam ring. Masuk dengan mulus.

Cakka berjalan melewati kelas yang Via-Agni diami, saat Cakka lewat, Agni langsung membekap Via yang asik beraspirasi tentang martabatnya sebagai cewek dimata Alvin dan berjanji akan mengubah semua presepsi cowok kalo cewek itu lemah. Entah apa maksunya, tapi biarlah!

Agni melepas bekapannya setelah Cakka lewat dan kebetulan hape-nya berdering tanda SMS.

“kenapa sih, Ag?”

Agni nggak memperdulikan Via, dan melihat Dayat meng-smsnya? Via misuh-misuh nggak jelas saat Agni membuka sms dari Dayat dan membacanya.

“gue punya kejutan buat Lo,” Agni langsung mengalihkan pembicaraan, bosan sepagian ini Via ngomel terus. Kening Via berkerut. Apa? “Zeva, ada didepan gerbang sekolah kita sekarang.”

Mata sipit Via membulat sempurna. “a…AAAappa??”

“yuk kita sambut,” Agni terkekeh melihat reaksi Via. “ayoo, Lo masa nggak inget terakhir dia bilang kalo Lo nggak bakal punya cowok karena Lo selalu kalah dari dia? Lo harus samperin dia dan bilang Lo sudah pacaran sama cowok sarap di sekolah ini. Eh! maksud gue keren, sarap keren.” Ralat Agni cepat saat Via menatapnya kesal.

Zeva itu musuh Via. Zaman-zamannya SMP dulu, Via selalu kedua setelah Zeva dan itu ngebuat Zeva besar kepala dan Via sendiri jadi ngerendah. Dulu Iyel aja hampir di rebut Zeva, untung aja Iyel kuat iman dan masih setia sama Via. Sebagai sahabat.

Via hampir bisa di bilang seperti berlari menuju gerbang sedangkan Agni berjalan tenang dan ketinggalan jauh di belakang. Via bersemangat menuju gerbang, tujuannya masih belum pasti tapi entah apa yang terjadi nanti.

“Vi! Tungguin gue napa?” Agni berlari menyusul Via dan menjajarinya sambil berlari cepat juga. “semangat amat nemu sobat lama?”

Via berhenti. Agni ikut berhenti. Via diam. Agni diam juga. “Vi? Gue becanda loh ya? Lo marah sama gue? Yaa gue minta map deh walau pun bukan salah gue sepenuhnya. Gue…” bla-bla-bla Agni mengoceh pada Via yang sebenarnya bukan terdiam karenanya.

“lama nggak jumpa, Vi?”

“hallo juga, Ze!” Via membuka suara dan saat itu lah Agni tau penyebab Via bungkam tiba-tiba.

Hening. Zeva-Via saling tatap, penuh bara api kebencian yang tiada padam di makan jaman. Dari jaman SMP ini perangnya.

“gue… gue… gue mau beli minum…,” Agni langsung ngeloyor pergi ninggalin Via. Agni sadar untuk ngehadepin Zeva, Via bisa sendiri.

Agni langsung ngibrit ke balik tembok terdekat yang tersembunyi dari pandangan Zeva-Via. Mau nonton tarung mulut bentar lagi. Kayak koboi-koboi jaman bahula, suasana hening mencekam dan angin berhembus sepoi-sepoi.

“siapa cowok beruntung yang pacaran sama Lo?” Zeva membuka pembicaraan dengan suara angkuhnya. “setelah hampir setahun, Lo nggak berubah ya?” kata Zeva lagi, kali ini nada meremehkan.

Dari balik tembok Agni mengintip, keningnya berkerut saat menyaksikan Via sama sekali ngga bereaksi. Tumben? Biasa saling nyolot kalo ketemu. Nah? Ini kok…

Via mengibaskan rambutnya mengesankan kesombongan. “gue nggak berubah? Hmm, senggaknya gue nggak perlu jadi badut tiap hari untuk ngebuat semua cowok ngemuja-muja gue. Mereka muja gue yang alami apa adanya.” Via memamerkan entah apa. Agni yang mendengar dari jauh menyimak baik-baik.

Zeva memasang tampang sengaknya, maksudnya tampang takjub buatannya. “oooww, Lo di puja di sini?” remehnya yang ngebuat tensi Via naik pelan-pelan. “Lo aja di puja, kalo gue di sembah kali ya?”

Agni yang ngedenger ucapan Zeva ngerasa tensinya ikutan naik, nggak tau deh Via. Tangan Agni sibuk menekan angka pada Hape-nya, berusaha mencari bantuan buat Via ini. Via sendiri masih berhadapan dengan Zeva, sambil tersenyum Via memandang Zeva aneh.

“Lo? di sembah? Patung kale di sembah!” nyolot Via kumatt.

“iya gitu, Lo kan di puja. Dan gue yang selalu di atas Lo, sudah seharusnya di sembah!” balas Zeva, ngotot pula.

“heh! Lo itu…,” Via maju menghentakan kakinya. “Lo ngapain ke sekolah gue? Sekolah Lo kehabisan stock cowok cakepp?” sembur Via emosi. Kalo di lihat dengan mata batin, keseluruhan di sekitar Via terlihat api yang menyala-nyala.

“Cakepp…,” Zeva mengacuhkan Via dan nampak terpesona dengan sesuatu.

“kenapa ini, Vi?” Alvin! Alvin datang dan berada di belakang Via.

“cakepp bangett!!” Zeva bergumam kayak orang senewen. Via hampir ikutan senewen sampai akhirnya mendapat ide super canggih.

Senyum manis Via terukir indah di wajah, mengatur raut wajahnya bahagia seketika kemudian berbalik dan menggandeng lengan Alvin mesra. “Cakep ya? sayangnya punya gue tuuhhh…!!” ejek Via bahagia, tau rasa Zeva!

“I Don’t Care!!” dengan acuhnya Zeva melewati Via-Alvin begitu saja.

“Zevana Arga?” seorang cowok lagi di belakang Alvin menyapanya. Zeva mengangguk dan tersenyum manis. “ikut gue, Lo udah di tunggu sama Bu Winda.” Orang itu dengan cueknya berbalik dan berjalan kembali.

Zeva mematung. “Ihhh? Kok gue di kacangi sih…!!” keluh Zeva keki. Bersungut-sungut membututi orang itu, Cakka.

“kok Zeva ada di sini ya?” Via bergumam seakan baru ingat sesuatu. “ngapain dia di mari? Mau apa?”

“kenapa nggak tanya sama orangnya?”

Via menggeleng. “gengsi dong!” ujarnya mantap. Kayaknya ada lagi yang kelupaan.

“Viaa!!” Agni keluar dari persembunyiannya dan melambai.

“apaan?”

“ikut gue!” sebelum Via mendengar balasan Agni, tangannya sudah keburu di tarik sama… sama Alvin??

Via tersadar. “nggak! Apaan sih?” Via meronta seketika. “lepasin nggak?!” ancamnya.

Alvin tersenyum remeh, semua cewek sama! Kalo terdesak gertak sambal andalannya. “aaaarrrggghhHHH!!” Alvin mengerang saat Via menggigit dengan kekuatan penuh lengannya. Cekalan Alvin terlepas dan ngebuat Via langsung hilang dari hadapannya.

Alvin meraba tangannya yang hampir di tembus gigi Via. Sakit, tapi nggak terlalu sakit karena Via yang gigit. Xoxoxo!

***

Aula. Bu Winda mondar-mandir gaje di depan semua anak. Pikirannya pusing ngeudisi segini banyak, mungkin acara perpisahan tahun ini yang terakbar, full banget yang ngisi acara. Bu Winda orang yang perfeksionis, jadi sudah pasti dia pengen yang sempurna buat teaternya.

“kemana ini Cakka?” Bu Winda mengomel tanpa peduli di sekitarnya.

Sementara itu, Via yang tadinya ngibrit kabur dari Alvin sekarang lagi ngebuntutin Agni. Ngebuntutin Agni yang lagi ngebuntutin Cakka dan saling buntut-buntutan dah.

Cakka menuju aula dan berniat mengantar Zeva pada Bu Winda, entah buat apa yang terpenting di antar.

“kalian lama sekalii… ibu sudah pening nungguin kalian.” Kata Bu Winda setelah melihat Cakka dan Zeva yang masuk ke dalam aula.

“pagi, Bu?” sapa Zeva basa-basi.

“mana yang lain?”

“masih di jalan mungkin, Bu!”

Ruangan hingar binar grasak grusuk. Semua duduk di bangku penonton dan memperhatikan kearah satu anak yang bersiap casting. Agni dan Via ikutan duduk di bangku penonton, bukan mau nonton, apa lagi ikutan casting tapi mau cari tau kenapa Zeva di sini?

“Alvin-nya mana?” Bu Winda tampak celingak celinguk mencari Alvin.

Cakka merogoh kantongnya dan mengeluarkan Hape. “saya hubungi dia dulu, Bu!”

Kembali tersendat audisi Snow White kali ini. Cakka berkutat dengan Hape-nya, Bu Winda sibuk dengan kepalanya, dan Zeva, Zeva intens merhatiin Cakka!

Cakka yang sadar di perhatikan, melirik kearah Zeva. “kenapa?”

Zeva menggeleng, lalu beralih pada Bu Winda. “pemain-pemain yang lain udah dapat, Bu? Kurcaci, penyihir, teruss…”

“Astagaa!! Ibu lupa!! Saking fokusnya ke Snow White. Sudah ada beberapa anak yang jadi kurcari, tapi masih kurang pemain.” Bu Winda tambah pening. “bagaimana kalo kamu berkeliling sekolah ini dan cari kan Ibu pemain-pemainnya? Untuk pangeran dan putri biar Ibu yang urus, pasangan di teater ini harus perfect!”

Ibu Winda menunjuk Zeva untuk mencari calon pemain teaternya dan Zeva mengangguk ragu. “sendirian, Bu?” tanyanya takut-takut.

“ya-iya? Kalo sama Cakka siapa yang jadi juri?” sahut Bu Winda santai.

Bersungut-sungut Zeva keluar dari aula, apa-apaan! Masa dia di undang Cuma buat nyari pemain doang? Hellooo!! Siapa sih yang nggak kenal Zevana Arga? Emang, siapa Zeva?

Via menyenggol-nyenggol lengan Agni yang fokus ngeliat ke depan. “Lo ngeliatin Cakka ya??” goda Via iseng.

Agni menoleh kilat dan melotot pada Via. “apa?!” tanyanya garang. Via terkikik.

“udah ah, mending kita keluar. Zeva keluar tuh, gue mau cari tau kenapa Zeva kesini.”

Tanpa peduli pada Agni yang sebenarnya ingin menjelaskan Via beranjak dari bangkunya dan pergi. Agni menyusul berselang beberapa detik kemudian, namun berhenti saat Bu Winda menyebut namanya di sertai kalimat panggilan untuknya.

Agni berbalik dan melihat dari jauh Bu Winda yang berdiri nan jauh diatas panggung sana dan menyungingkan senyum di bibir merahnya. Yang berarti ‘sini Agni, Ibu membuntuhkan bantuan mu.’ Agni berjalan sempoyongan menghadap Bu Winda, mendadak sakit kepala.

“ada apa, Bu?” Agni bertanya sopan pada orang menyebalkan di depannya.

Bu Winda tersenyum bahagia, yang bagi Agni senyuman itu adalah bencana. “kamu duduk di sini, kamu bantu menilai semua yang casting!” Agni mengangguk lemah, Ibu Winda bukan meminta apalagi memohon, beliau memerintah yang memaksa!

“kenapa duduk di situ?” tanya Cakka sepeninggal Bu Winda. Bu Winda cabut ada urusan, entah apa ya biarlah.

Agni menoleh sekilas. “apanya?” tanya Agni balik. Agni tau benar maksud Cakka. Maksudnya kenapa dia duduk berjarak dua bangku dari Cakka. Masa Cakka nggak tau jawabannya?

“heh! Ibu dan Bapak juri! Sampe kapan gue harus bediri di sini?!”

Tiba-tiba saja saat Agni menoleh ke atas panggung Alvin sudah di sana dan menggenggam tangan gadis pertama yang akan casting. Cewek-cewek di bangku penonton terpana. Akan kah mereka merasakannya juga?

“ayo, di mulai!”

Audisi di mulai, langsung ke bagian pentingnya. Si cewek di suruh berbaring di tengah-tengah panggung layaknya putri tidur, si Snow White entuu. Alvin berlutut di sebelah itu cewek dan sedikit membungkukan badannya.

“yyaakk!!! Bagus-baguss! Yang ini aja Princess-nya?” Agni sontak berdiri dan memberikan penilaiannya sebagai juri. “gimana?”

Semua cewek di bangku penonton kaget dan komplen saat itu juga. “Ag! Lo jadi juri yang bener dong!”

“kita semua ini belum di casting, jangan asal tunjuk Princess buat Alvin dong!”

“Lo niat nggak sih jadi juri?”

“masa baring-baring gitu doang langsung di terima jadi Snow White?”

“gue juga bisa kalo tiduran gitu castingnya!”

Semuanya mencela keputusan Agni. Agni nggak nyangka tingkahnya membuahkan berbagai macam celaan. Tadi niatnya biar ini semua cepat kelar, males banget dekat-dekat Cakka. Bukan malas, tapii… apalah namanya…

Cakka ikut berdiri, menarik Agni dan merangkulnya. “cukup! Casting kita lanjutin!” Cakka menarik Agni dan menyuruhnya duduk dibangku sebelah Cakka. Hanya itu kemudian semua berjalan seperti biasa tanpa peduli rangkulan tadi itu apa artinya?

Beberapa menit berlalu dan beberapa orang sudah maju. Agni selalu mengatakan ‘iyakk! Bagus!’ pada semua orang yang maju. Biar cepat selesai, tapi semua percuma. Masih ada puluhan kata ‘iyakk! Bagus!’ yang harus Agni ucapkan kalo dia mau semua ini selesai.

***

Via nggak ada kerjaan ngebuntutin Zeva melulu, kemana Zeva pergi di sana Via membuntuti. Lama-lama Via cape sendiri. Ngejar sana sini yang sebenarnya nggak ada hasil sama sekali. Via nggak nyerah, biar di kata kurang kerjaan, yang penting dia nggak mati penasaran. (?)

Zeva berhenti saat nada dering hape-nya berbunyi. Setelah menekan satu tombol Zeva langsung ngoceh panjang lebar. “… gue sendirian disini! Lo dimana?... gue nggak mau tau pokoknya lima menit lagi Lo disini! Gue kan udah bilang, gue jemput ya? Lo malah nggak mau!... oke! Tapi cepett!... oke, sist! Gue tunggu.”

Via lelah sudah mengikuti Zeva, nggak guna membawa duka. Cape-capein aja. Zeva kembali berjalan, kali ini menuju belakang kelas-kelas. Via yang nggak pernah ngelepas pandangan dari Zeva langsung lari nyusul buat ngeliat apa yang terjadi dan apa yang di cari Zeva sebenarnya.

Mengedap layaknya maling dan bersembunyi layaknya ninja. Mengintip bagaikan orang kurang kerjaan dan memang kurang kerjaan!

“Patton??”

“Zeva??”

Via menajamkan pendengarannya dan mendengar sepasang muda-mudi masing-masing terpekik kaget menyerukan nama. Patton? Kenal Zeva?? Harus laporan ke Agni!! Via merogoh saku roknya saat tangannya yang satu menggeplak jidatnya sendiri. Hape-nya di tas dan tasnya di kelas tadi.

Kembali mengintip. Patton dan Zeva sudah berubah posisinya! Lagii… lagi mojok beduaan?? Waahhh!! Ada apa inii…….??

Via cepet-cepet ngibrit mencari Agni, bingung mau nyari kemana. Tadi pas habis dari aula, noleh Agni udah ngilang. Pokoknya harus ketemu!

***

Agni hampir kehabisan suaranya, cape muji sesuatu yang nggak patut di puji. Berbohong itu menyakitkan! Di bidang apa pun bohong itu menyakitkan. Setelah cape menyuarakan pujian bohongannya, Agni akhirnya hanya mengacungkan jempolnya sebagai tanda ‘itu bagus’.

“next!” entah sudah berapa puluh kalinya Cakka mengucapkan kata itu. Agni yang di sebelahnya bahkan sudah pengang ngedengerinnya.

Tap-tap-tap… derap langkah Agni rasa mendekat padanya. Seseorang mendekatinya dengan langkah cepat. Agni menoleh. Dan mendapati Via membungkuk menyentuh lututnya sambil terengah-engah di sebelahnya.

“kenapa Lo??”

“hhh-hhh, Patton… Patton…”

“Patton kenapa??” potong Agni nggak sabar. “jatoh? Pulang? Jalan? Di tangkep polisi?...”

“makanya dengerin duluuu…! Hhh…”

“apa? Kecelakaan? Masuk rumah sakit? Atoo…”

“Patton sama Zeva lagi mojok beduaan di belakang kelas!” kata Via langsung.

Alis Agni bertaut. “terus kenapa? Lo cemburu?”

“ihhh ya nggak lah, Ag!”

“lah terus? Kenapa Lo hueboh?”

Via menghela nafas berkali-kali. Masa Agni nggak ngerti-ngerti maksudnya dia? “Agni… Zevaaa! ini Zevana Arga musuh bebuyutan gue, lagi mojok sama temen gue yang namanya Patton.”

“iyyaaaa, gue tau Via Azizah! Tapi kenapa? Lo cembu…”

“iya! Gue cemburu! Sekarang Lo ikut gue!” sahut Via rada jengkel, lalu menarik tangan Agni dan menggandengnya.

“aaaAAAWW!!” pekikan dari atas panggung membuat Via berhenti sejenak dan berbalik.

Alvin menggenggam tangan gadis di sebelahnya erat, sangat erat, teramat sangat erat!! Sebenarnya lebih tapat mencengkram tangan gadis itu. gadis itu meringis dengan mata berkaca-kaca, Alvin yang mencengkram antara sadar sama nggak dan lebih fokus ke Via. Cemburu? Sama Patton?

“udah ah! Nggak usah di peduliin!” dengus Via yang sebenarnya rada gimana gitu ngeliat Alvin gandeng cewek lain!

“heh!”melompat turun dari atas panggung dan menghadang Via. “kamu ada apa sama Patton?”

Via bungkam. Dirinya dan Alvin hanya saling pandang satu sama lain. Berpandangan sinis dan menusuk satu sama lain. “apa urusan Lo?” tanya Via.

“Vi-Vi, tangan gue sakitt..” Agni meringis saat Via mencengkeram kuat tangannya.

“Lo itu pacar gue, Via Azizah!!”

“teruussss???” sengit Via.

Teater dadakan terjadi di depan semua peserta casting. Lumayan, pemanasan dulu buat sang Pangeran. Sedang kan yang ceweknya lumayaan pelampiasan amarah dari kemarin-kemarin. Yang berantem Alvin-Via tapi yang hampir nangis malah Agni. Setiap penekanan kata yang Via ucapkan buat Alvin membuahkan cap merah lima jari akibat cengkraman Via yang menguat.

Cakka memandangi wajah Agni yang kesakitan dan dengan baik hatinya dia membantu Agni lepas dari Via.

“kalo Lo pacar gue kenaapaa??”

Via masih aja asik sama Alvin. Asik ribut di depan umum! Agni yang sudah lepas dari Via langsung mengusap pergelangan tangannya yang sakit sambil menatap Alvin Via bergantian. Sebentar lagi ini anak bedua pasti kena damprat.

Bu Winda datang!! Cakka langsung menarik Agni menjauh dari Alvin-Via. Hanya tiga langkah menjauh, tapi tiga langkah maha dashyat yang menguncang jiwa. Agni sekarang di peluk Cakka dari belakang. Sadar atau nggak tapi, rasanya nggak mau semua kejadian ini berlangsung cepat.

“Alvin! Via! Kalian apa-apaan?” Alvin-Via yang tersentak kaget menoleh dan tambah kaget Bu Winda sudah berada di samping mereka. Berkacak pinggang dan berkilat marah. Alvin-Via sama-sama bungkam. “kamu Via? Ngapain kamu di sini?”

Via memutar otaknya cepat, mampus dia kalo nggak bisa jawab. “emm, sayaa… sayaa mau… mau…”

“Via mau ngikut audisi, Bu! Alvin kan pacar Via, dan Via nya nggak mau Alvin main sama cewek lain. Makanya tadi mereka ribut.” Potong Cakka menjelaskan. Perkataan Cakka tadi membuat Bu Winda beralih menatapnya lalu beralih pada Alvin-Via lagi.

“be… Cakka! Kamu ngapain sama Agni?” Bu Winda menoleh kembali pada Cakka yang ternyata masih memeluk Agni. Raut wajah Bu Winda kebingungan. Keduanya di tegur tapi masih saja santai di tempatnya.

“Kka! lepas!” desis Agni sambil memukul-mukul tangan kiri Cakka yang melingkar di pinggangnya. Kalo nggak di liat Bu Winda juga sebenarnya Agni nggak mau lepas. :3

“Agni pacar saya, Bu! Masa nggak boleh peluk pacar sendiri?” bela Cakka tanpa sedikit pun melonggarkan gandengannya. Pembelaan Cakka dibalas pelototan tajam oleh Bu Winda dan mau nggak mau ngebuat dia ngelepasin juga akhirnya.

Agni mengambil dua langkah maju menjauhi Cakka dan setelahnya baru Bu Winda menghadap kepada sang peran utama.

“benar Via? Kamu nggak mau Alvin bermain peran dengan cewek yang lain?” tanya Bu Winda lembut.

Via tergagap. Di sisi lain iya, tapi di sisi lain juga nggak. Jadi… “nggak, Bu! Cakka bohong!” bantahnya lantang.

“Vi, kamu jangan marah gitu dong.” Nada sedih buatan Via ketahui dalam ucapan Alvin barusan. Aktingnya bagus! Pantesan jadi pangerannya dia!

“gue nggak marah! Gue bahkan nggak peduli sama Lo! Terserah Lo mau ngapain juga!”

“marah kamu nggak beralasan tau nggak! Ini Cuma peran, Vi!”

Via melotot kesal. Apa maksud semua ini? “heh! Lo denger ya… gue nggak peduliii…!!!”

“Vi?”

“stop nyebut nama gue! Sudah gue bilang gue nggak peduli!”

Alvin menghela nafas seakan pasrah, tapi Via tau banget Alvin acting! “nggak usah acting Lo depan gue!” ujar Via menusuk.

“Vi,” Alvin maju mendekat meraih tangan Via.

“heh! Kenapa Lo pegang-pegang?!” Via menarik tangannya dan melangkah mundur.

“Bu, saya nggak jadi deh ikutan teater Ibu.” Dengus Alvin putus asa.

“loh-loh, Vin?”

“saya nggak mau Via marah sama saya, Bu! Ibu ngerti saya ya?” melas Alvin meyakinkan.

“heeehh!! Jangan bawa-bawa gue! Gue nggak peduli! Lo mau ngapain aja gue nggak peduli!” boong dikit deng, tambah Via dalam hatinya.

Bu Winda terdiam mencari solusi, terbaca sudah apa yang aka di lakukan Bu Winda. Bu Winda berbalik menghadap para peserta casting yang masih duduk menunggu di bangku mereka. “Ibu minta maaf, tapi Ibu sudah menemukan pemeran Snow White-nya dan sekarang kalian boleh bubar.”

Riuh desahan kecewa berkumandang. Hanya bisa mendesah tanpa komplen sedikit pun. Ini keputusan Bu Winda, nggak bisa di ganggu gugat. “Via, kamu jadi Snow White-nya!” ingat! Nggak bisa di ganggu gugat. Via melotot tak percaya pada Bu Winda. What the…

“Cakka-Agni, kalian Ibu tugaskan menjadi koordinator dan dekorasi tempat ini. Ajak teman-teman kalian.” Suruh Bu Winda pada Cakka-Agni. “dan kalian berdua, besok temui Ibu di ruang guru.” Kata Bu Winda lagi, kali ini pada Alvin-Via.

Via memandang Alvin kesal, entah apa perasaannya sebenarnya. Tapi seperti ada sesuatu yang bersembunyi di balik kekesalannya. Sebaliknya Alvin, Alvin memandang Via penuh kasih sayang. Terasa sudah lama sekali dia tak bersama gadisnya ini.

“apa Lo liat-liat?” sergah Via pada Alvin yang memandanginya.

Lain Alvia, lain pula Cagni. Agni masih berdiri di depan Cakka dan mematung di sana. Ibu Winda bilang dia bedua Cakka coordinator dan itu tandanya dia bakal sama-sama Cakka? Asikk..!! eh! nggak-nggak!

Cakka memperhatikan Agni yang diam namun tiba-tiba menggeleng kuat kepalanya. “kenapa?” Cakka mendekat pada Agni. “nggak mau jadi koordinator kalo sama gue?” tanyanya pelan namun tajam.

“siapa bilang? Kalo sama Lo, itu iya! Gue males banget! Tapi berhubungan di suruh Bu Winda, yaah apa mau di kata.” Agni mengangkat alisnya dan berbalik.

“bagus kalo gitu!” ucap Cakka tepat di wajah Agni. Saat Agni berbalik wajah Cakka sudah menjadi pemandangan indah berjarak satu jengkal di hadapannya. “jangan suruh orang lain kerjain tugas Lo, kalo ketauan, gue sendiri yang turun tangan.”

***

1 komentar: