Cakka membawa tubuh ringan Agni masuk kedalam rumah. Badan
Agni kelewat ringan bagi Cakka dan sebenarnya Agni memang agak meringan
akhir-akhir ini. sudah beberapa hari ini Agni pulang sore dan tidur sampai
pagi. Tanpa makan malam!
Cakka nggak tau? Cakka tau. Tau banget. Cakka selalu
memperhatikan Agni. Tapi sayang sekali yang diperhatikan selalu berprasangka
buruk. Seperti dua hari yang lalu, waktu Cakka narik tangan Agni menuju kantin.
Jangan tanya seberapa parnonya dia saat ditarik Cakka. Agni berteriak sengit
pada Cakka, menarik tangannya dan ngibrit lari sekencang-kencangnya. Luar
biasa!
Cakka mendesah, lalu terkekeh. “Stres gue! gara-gara ini
cewek.” Cakka meletakan Agni disofa ruang tamu dan berlutut disebelah wajahnya.
“heh! Cewek bar-bar, bangun!” Cakka mengetuk kening Agni
pelan. Agni menggeliat. Pikirannya masih mengambang dialam mimpi.
“heh!” lagi, Cakka mengetuk kening Agni tapi kali ini pipi
Agni pun ditusuk-tusuk sama Cakka.
“aisshh! Lo hobi banget sih! Gue lagi tidur juga!”Agni
mengganti posisi tidurnya jadi memunggungi Cakka.
“terserah Lo deh!”Cakka beranjak sambil menatap Agni
jengkel. Agni membuka sebelah matanya. ‘dia nyerah?’ tanyanya dalam hati.
Kecewa? Nggak! Nggak mungkin!
Cakka membalik badan Agni lagi, menarik wajahnya untuk
menatap matanya. Agni yang tadinya ngantuk dan membuka matanya hanya sebelah,
sekarang? Jangan ditanya.
“a-apaan?” tanyanya panic.
“Lo harus makan, gue nggak mau Lo sakit.” Kata Cakka sambil
menatap mata Agni lekat-lekat.
“oh? Ya-ya-ya Lo tenang aja.” sahut Agni tanpa mau menatap
Cakka. “tapi ya lagipula, kalo pun gue sakit itu bukan urusan Lo kan? Kalo gue
sakit . . .” bla bla bla Agni mulai nyerocos nggak jelas sama Cakka. See! Niat
baik Cakka selalu tak dianggap.
“good night! And sleep well!” Cakka mengecup kening Agni dan
pergi. Agni speechless! Begitu cepat! Mn . . . nggak ada rasanya. Eh?
***
Via duduk bersila disofa rumahnya, wajahnya cemberut luar
biasa, sambil mengelus kepalanya, Via menatap tajam pada Alvin. “Lo mau bunuh
gue ya?” tanyanya sengit.
Via masih terus menerus mengelus kepalanya yang tadi habis
beradu dengan pintu. Alvin hanya diam mengacuhkan Via. Dia tadi saat membawa
Via masuk kedalam rumah tanpa sengaja menabrakan kepala Via pada pintu.
Diperjelas, tanpa sengaja!
“Sorry!” sahut Alvin pendek.
Via mencibir serba salah. Seenggaknya didalam pikirannya
sendiri, sukur-sukur masih ada yang mau ngebawa dia pulang. Tapi nggak
sukur-sukur juga yang ngebawa dia pulang itu Alvin.
“yodah, sana Lo pulang!” usir Via tanpa hati. Alvin
menggeleng. “Lo mau apa lagi emangnya sekarang? Gue ngantuk nih!” beneran
ngantuk!
“kita latihan!”
Dengan kata terakhir yang Alvin ucapkan wajah Via yang
semula cemberut berubah sayu. Dia ngantuk! dan Alvin ngemaksa dia buat latihan?
Ck!
“tapi gue ngantuk!”
“ayo!” Alvin menarik tangan Via menuju sofa.
“ya-ya-ya! gue bisa jalan sendiri!” was-was Via langsung
duduk disofa dan merentangkan tangannya lebar-lebar. Dari bahasa tubuhnya
mengucapkan ‘Lo duduk disana, ini wilayah kekuasaan gue!’ Alvin sendiri nggak
terlalu ambil pusing dan duduk diseberang Via.
Nggak sampai 30 menit kemudian.
Via membaca scriptnya sambil memasang status siaga. You know
lahh, Alvin sekarang ada diseberang Via dan itulah gunanya status siaga. Latihan
pengucapan sama pelafalan naskah. Itu alasan kenapa Alvin masih stand by
dirumah Via sekarang ini.
Via membanting scriptnya keatas meja. “gue udah hapal,
diluar kepala!” angkuh Via mengucapkannya. Itu adalah bentuk pengucapan lain
dari ‘gue udah ngantuk parah! Mending Lo pulang deh!’ dalam bahasa Via sendiri.
Alvin ikut membanting scriptnya. “oh ya?” tanyanya.
“Yap!” Via menganggukan kepalanya kelewat semangat.
“sekarang Lo boleh pulang, latihan prakteknya kita lanjut besok aja, gimana?
Oke!” Via mengacungkan jempolnya pada Alvin, bernegosiasi.
Alvin memincingkan matanya. Dia bukannya nggak tau niat Via
dari awal. Via berusaha ngusir dia. “kita latihan sekali.” Alvin beranjak dari
tempat dia duduk dan mendatangi Via. “Cuma pelafalannya. Nggak praktek!” kata
Alvin lagi saat melihat Via memegang bantal sofa erat-erat. Siaga!
“pelafalan? Oh iya-iya oke!” Via mengangguk kikuk saat Alvin
duduk disebelahnya, bantal sofa tetap terpegang erat.
Alvin melirik pada Via sekilas lalu ganti memandanginya.
“Juliet?”
***
Keesokan harinya.
Setelah kejadian kemaren. Agni nggak ada hentinya mikirin
Cakka. Mikirin Cakka? Ya, kali ini Agni ngaku. Jujur deh, siapa yang nggak
senang bisa deket sama cowok seganteng Cakka? Di kejar-kejar? Mn . . . bukan di
kejar tapi di paksa. Terus dijadikan pacar? Cewek normal mana yang nggak mau?!
Agni? Dia mau. Dia suka sama Cakka. Tapi . . . kenapa hidup
ini selalu ada tapi? Tapi, kadang beberapa pertanyaan tentang sebab-akibat tak
memerlukan alasan.
Fokus Agni! Fokus!!
Nyusun proposal buat diajuin ke Bu Kepsek ngebuat Agni mesti
bolak balik aula-kantor kurang lebih 15 kali untuk hari ini. Karena awam dalam
mengurus proposal dan juga ada factor nggak niat ngebuat pekerjaan Agni yang
sebenarnya gampang itu jadi bener-bener susah!
Point utama dari ngurus proposal ini, seenggaknya Agni bisa
ngelupain Cakka sejenak. Ya kan?! Tapi, tetap ajaaa . . .
“gue nyeraaaah! Gue nggak mau lagi balik ke kantor! Sebodo
amat sama ini proposal!” Agni membanting map dalam pegangannya ke lantai,
emosi. Map sialan! Runtuknya dalam hati.
Anak-anak property berhenti sejenak memperhatikan Agni.
Akhir-akhir ini sejak Agni kepilih jadi koordinator dramanya Bu Winda
kejiwaannya rada terganggu. Agni jadi suka ngomong sama ngomel-ngomel sendiri.
Nggak lama Agni ngemungut kembali map proposal yang
dibantingnya. Rugi juga kalo udah cape-cape buat malah dia buang kayak gini.
“eh? ngapaen Lo pada ngeliatin gue? Kerja!” seru Agni saat
tau kalo sekarang-sekarang ini dia lagi jadi pusat perhatian anak-anak
property.
Agni kembali membanting mapnya. Namun kali ini ke atas
bangku terdekat. “bener-bener males gue ngerjain ini proposal.” Gumamnya. “eh?
Dayat anak OSIS! Dia pasti tau cara buat proposal!” Agni berseru semangat
sambil mengambil lagi map proposalnya.
Berlari tanpa melihat siapa pun yang ada disekitarnya,
ngebuat Agni nggak sengaja menabrak seseorang dan … Brukk! Property gabus yang
dibawa orang itu patah dan berhamburan nggak karuan. Agni dalam keadaan lampu
kuning!
Orang yang ditabrak Agni masih jatuh terduduk dan tertutup
sama tumpukan gabus yang dia bawa. Mumpung orang itu nggak ngeliat muka dia.
Agni berinisiatif buat lari. Inisiatif?
“Heh!” orang itu menangkap kaki Agni tepat saat Agni mau
berdiri dan kabur. Orang itu menyingkirkan gabus yang menutupi wajahnya dengan
satu tangannya yang bebas. “tanggung jawab!”
Muka Agni berubah masam. Bosan ngeliat muka orang didepannya
ini. Bosan-san-san! Siapa coba? Siapa lagi kalo bukan Cakka. Tapi seketikan
kemudian Agni jadi mengingat perubahan Cakka yang semalam. Air wajah Agni kini
berubah lagi. Cakka . . .
“Lo kenapa? Nggak mau tanggung jawab?” tanya Cakka lagi.
Agni tersadar.
“gue ngapain Lo sampe Lo minta tanggung jawab sama gue?”
tanya Agni sengit nggak sadar diri, kembali seperti semula. Mungkin lupa apa
salahnya, mari kita ingatkan. Agni kan sudah ngehancurin gabus yang dibawa
Cakka!
“awass! Gue mau nganter proposal!” Agni menyingkarkan tangan
Cakka dari kakinya kemudian bangkit. “memperlambat gue aja Lo!”
Kening Cakka berkerut. Kenapa jadi ini cewek yang sewot sama
dia? Marah-marah nggak jelas. Harusnya juga dia yang marahkan?
“Minggir! Gue buru-buru!” Agni melewati Cakka cepat, yang
otomatis tambah menghambur-hamburkan gabus yang ada disekitarnya.
Agni berlari saat berhasil melewati Cakka dan gabusnya.
Berlari secepat-cepatnya sebelum Cakka bener-bener serius minta dia buat
tanggung jawab. Pas Agni lewat tadi nggak sengaja dia ngepatahin beberapa gabus
lagi. Habis lah dia kalo Cakka ngejar dia!
Cakka rada heran ngeliat Agni yang lari cepet banget.
Sebegitu pentingkah nganter proposal buat Agni?
“Kka? ngapain Lo duduk dimari?” Risky datang dari arah
belakang Cakka dan menatap Cakka heran. “Nih gabus bilangnya mau dibuang lah kenapa
jadi behamburan gini?”
“gue nggak pa-pa.” Cakka bangkit perlahan dan membersihkan
serpihan gabus dari seragamnya. “gue mau pergi bentar Lo tolong beresin nih gabus
ya. gue mau nemui Bu Winda dulu.” Risky mengangguk sebagai jawaban dan Cakka
pun langsung pergi ngeloyor ninggalin Risky dan gabus yang sebenarnya adalah
sampah.
***
Bu Winda sedang berada ditaman depan kantor sekarang.
Bersama sepasang muda-mudi kebanggaannya yang akan menjadi bintang utama dalam
theaternya. Siapa lagi kalo bukan Alvin dan Via. Alvia!
Via duduk disebelah Bu Winda yang notabene-nya ada
diseberang Alvin. Memilih duduk disebelah Bu Winda dari pada duduk disebelah
Alvin. Lebih baik disebelah macan dari pada disebelah kucing.
Bagi Via Alvin itu udah kayak kucing. Kenapa kucing? Karena
Alvin bakalan manis kalo ada mau nya. Intinya kalo tingkah seekor kucing
disamain sama tingkahnya Alvin. Itu sama!
Contohnya kemaren! Bilangnya pelafalan?! Pe-la-fal-an! Nggak
taunya bohong!! Alvin praktek tuh! Dia megang tangan Via erat banget. Cowok!
Pencuri kesempatan! Tapi . . . mn . . . deg-deg-an juga sih pas tangan Via
digenggam Alvin. Rasanya kayak jaman-jaman dulu. Jaman . . . Eh?!
Lupakan!!
Kalo Bu Winda kenapa macan? Itu karena yaa Bu Winda emang
udah kayak macan! Tapi coba liat deh dikebun binatang. Manusia masih aja mau
deket-deket macan buat photo-photo. Intinya lagi, mending deket Bu Winda dari
pada deket Alvin! Titik!
“oke, kita mulai.” Bu Winda berdehem dulu sebelum memulai.
“eh? Via? Kenapa duduk disini? Duduk disebelah Alvin sana!” Bu Winda keliatan
kaget waktu nemu Via duduk tepat disebelahnya. Dari tadi ibunya nggak sadar?
Ck!
Via memasang wajah memelasnya. “saya disini aja Bu, biar
lebih denger sama apa yang ibu bilang.” Alasan.
“nggak-nggak-nggak! Sana, duduk sebelah Alvin!” suara Bu
Winda mirip ngejerit waktu bilangnya. Via mengelusnya kupingnya sedih. Udah
kuping sakit, duduknya ya tetep sebelah Alvin lagi! Sebelah Alvin lagi!
“oke, sekarang bisa dimulai.” Bu Winda mulai berkoar lagi
saat Via sudah duduk disebelah Alvin atau tepat dihadapannya. “sebenarnya nggak
ada yang perlu di permasalahkan. Kalian serasi, bercouple sejak awal,
berpacaran juga. Ya sudah tidak ada masalah dalam chemistry kalian lah.”
Via mengerutkan keningnya. Sudah banyak celaan yang ingin
dia sampaikan namun tak sampai keluar lewat bibirnya karena takut di teriaki bu
Winda lagi untuk yang kedua kalinya. Akhirnya Via diam, bungkam, mengamati
namun mengabaikan.
“tapi masalahnya kalian ini peran utama dan ibu ngerasa ya,
kalian mungkin ada masalah. biasa anak muda jaman sekarang selalu saja
bermasalah dengan cinta dan itu terjadi dengan kaliankan?”
Kali ini kening Alvin yang berkerut. Ini ibu sotoy banget!
Tapi ada benernya juga sih!
“selesaikanlah masalah kalian. Kalian ini cocok loh, sayang
kalo putus dan Ibu berharap banget, gara-gara teater ini kalian bisa saling
akrab lagi, saling mengerti satu sama lain.” Bu Winda tersenyum ala Bundadari
di tivi.
Via tambah mengerutkan keningnya. Bu Winda lagi mabuk?!
Alvin berdehem, memecah keheningan yang sempat tercipta.
“saya sih mau aja, Bu. Tapi Via nya ini nih, marah terus sama saya. Padahal
saya sudah minta maaf, tapi dia nggak mau maafin saya.” Kata Alvin mulai
curhat. Via mendelik.
“apanya coba?”
“saya tau saya salah. Saya pernah nyakitin dia, pernah jahat
sama dia, pernah bikin dia nangis tapi itu dulu. Saat saya tau semua itu salah,
ternyata semua sudah terlambat. Via ngebenci saya, Bu!” lanjut Alvin nelangsa.
Drama banget!
Via melirik Alvin penuh arti. “Alvin bohong, Bu!” sambungnya
tak terima. Kenapa disini tiba tiba jadi dia yang teraniyaya? Jelas-jelas tadi
dia bilang dia yang nyakitin gua juga?!
“kamu nggak boleh gitu, Vi! Sekarang Alvin sudah tau
salahnya dan nggak salahkan kalo kamu maafin dia?”
Via masih melirik Alvin lagi, tajam! Setajam yang Via mampu!
Gue nggak terima!! Begitu arti lirikan Via.
“saya mungkin bisa maafin dia, Bu! Tapi saya nggak bisa
terima dia kembali.” Bahasa sinetron kacangan pun keluar dari bibir Via.
“kamu pasti bisa, Vi! Kalian pasti bisa. Apa salahnya
mencoba lagi? Pastikan yang kedua ini tak mengulang kesalahan yang pertama.”
Ini ibu-ibu lagi kesambet kayaknya. Kurang lebih begitu
pikiran Via dan Alvin. Pikiran yang sama belum tentu sama juga dalam perasaan.
Di sisi Via, Via sengak dengarnya, Bu Winda ngomong masalah cinta. Apalagi
ngomong masalah coba mencoba dan kesempatan. Huh! Ibu nggak tau rasanya sih!
Kalo bisa Via pengen banget teriak begitu ke Bu Winda.
Beda dengan Via, Alvin kelihatan senang sebenarnya. Ini
adalah media. Bu Winda dan teaternya merupakan media bagi Alvin buat ngedapetin
Via kembali. Alvin bener-bener sama Via sekarang. Kali ini bakal dia kejar
sampai dapat dan nggak bakal dia lepas lagi!
“gimana, Vi?” tanya Bu Winda kepo.
Via mendesah berat. “saya coba, Bu!” katanya nggak rela.
“thanks, Vi!”Alvin tersenyum pada Via. “Aku nggak akan
ngecewain kamu.” Bener-bener nggak akan pernah lagi. Alvin serius.
***
yiipppiii..
BalasHapusAkhirnya dilanjutin juga..
Kirain gak dilanjutin lagi.. :(
ceritanya seru bgt..
Kereeennn..
Bikin senyum2 kayak orang gilaa..
:")
Huaaaa akhirnya dilanjut juga Kak :D
BalasHapusbaru sempet buka jadi baru sempet baca deh hihi
Kereeen Kak :)
Kakak masih tetep nuliskan?
Wish you keep writing kak ^^ *SKSDkumat:)*
kereeeenn ..
BalasHapuslanjut lanjut :D
ini belum selesai ya kak? lanjutin dong hehee
BalasHapuswah setelah lama nunggu ini cerita akhirnya berhasil nemu diblog :D
BalasHapuswaktu itu difacebook gak dilanjut jadi penasaran.
ceritanya keren, sifat egois via sama agnni bener-bener deh.
lanjut yah :)
Hyy... Fb kakak yg nulis cerbung ini apa yah??? Plisss jwbb
HapusKakaaaaaaaak lanjut please :(( cerbung ini moodbooster bangettt!
BalasHapuskalo sempet lanjut ya Kak? :))) yayaya XD .-.V *SKSDagain*
kak, lanjutannya ditunggu loh! ini keren kak! plisss plisss plissss
BalasHapuskak, lanjutannya mana, aku nunggu lho. jangan lama-lama
BalasHapuspenasaranni ma lanjutannya :)
Ini masih ada lanjutannya tidak?.__.lanjut donggggggg
BalasHapuslanjut
BalasHapuslanjut
BalasHapusNext.... Plisssss;')
BalasHapusini cerita keren banget, sayang banget gak di lanjut. Lanjutin dong, penulisnya mana?
BalasHapus