Senin, 29 Oktober 2012

PsycoLove #20


­

Cakka membawa tubuh ringan Agni masuk kedalam rumah. Badan Agni kelewat ringan bagi Cakka dan sebenarnya Agni memang agak meringan akhir-akhir ini. sudah beberapa hari ini Agni pulang sore dan tidur sampai pagi. Tanpa makan malam!

Cakka nggak tau? Cakka tau. Tau banget. Cakka selalu memperhatikan Agni. Tapi sayang sekali yang diperhatikan selalu berprasangka buruk. Seperti dua hari yang lalu, waktu Cakka narik tangan Agni menuju kantin. Jangan tanya seberapa parnonya dia saat ditarik Cakka. Agni berteriak sengit pada Cakka, menarik tangannya dan ngibrit lari sekencang-kencangnya. Luar biasa!

Cakka mendesah, lalu terkekeh. “Stres gue! gara-gara ini cewek.” Cakka meletakan Agni disofa ruang tamu dan berlutut disebelah wajahnya.

“heh! Cewek bar-bar, bangun!” Cakka mengetuk kening Agni pelan. Agni menggeliat. Pikirannya masih mengambang dialam mimpi.

“heh!” lagi, Cakka mengetuk kening Agni tapi kali ini pipi Agni pun ditusuk-tusuk sama Cakka.

“aisshh! Lo hobi banget sih! Gue lagi tidur juga!”Agni mengganti posisi tidurnya jadi memunggungi Cakka.

“terserah Lo deh!”Cakka beranjak sambil menatap Agni jengkel. Agni membuka sebelah matanya. ‘dia nyerah?’ tanyanya dalam hati. Kecewa? Nggak! Nggak mungkin!

Cakka membalik badan Agni lagi, menarik wajahnya untuk menatap matanya. Agni yang tadinya ngantuk dan membuka matanya hanya sebelah, sekarang? Jangan ditanya.

“a-apaan?” tanyanya panic.

“Lo harus makan, gue nggak mau Lo sakit.” Kata Cakka sambil menatap mata Agni lekat-lekat.

“oh? Ya-ya-ya Lo tenang aja.” sahut Agni tanpa mau menatap Cakka. “tapi ya lagipula, kalo pun gue sakit itu bukan urusan Lo kan? Kalo gue sakit . . .” bla bla bla Agni mulai nyerocos nggak jelas sama Cakka. See! Niat baik Cakka selalu tak dianggap.

“good night! And sleep well!” Cakka mengecup kening Agni dan pergi. Agni speechless! Begitu cepat! Mn . . . nggak ada rasanya. Eh?

***

Via duduk bersila disofa rumahnya, wajahnya cemberut luar biasa, sambil mengelus kepalanya, Via menatap tajam pada Alvin. “Lo mau bunuh gue ya?” tanyanya sengit.

Via masih terus menerus mengelus kepalanya yang tadi habis beradu dengan pintu. Alvin hanya diam mengacuhkan Via. Dia tadi saat membawa Via masuk kedalam rumah tanpa sengaja menabrakan kepala Via pada pintu. Diperjelas, tanpa sengaja!

“Sorry!” sahut Alvin pendek.

Via mencibir serba salah. Seenggaknya didalam pikirannya sendiri, sukur-sukur masih ada yang mau ngebawa dia pulang. Tapi nggak sukur-sukur juga yang ngebawa dia pulang itu Alvin.

“yodah, sana Lo pulang!” usir Via tanpa hati. Alvin menggeleng. “Lo mau apa lagi emangnya sekarang? Gue ngantuk nih!” beneran ngantuk!

“kita latihan!”

Dengan kata terakhir yang Alvin ucapkan wajah Via yang semula cemberut berubah sayu. Dia ngantuk! dan Alvin ngemaksa dia buat latihan? Ck!

“tapi gue ngantuk!”

“ayo!” Alvin menarik tangan Via menuju sofa.

“ya-ya-ya! gue bisa jalan sendiri!” was-was Via langsung duduk disofa dan merentangkan tangannya lebar-lebar. Dari bahasa tubuhnya mengucapkan ‘Lo duduk disana, ini wilayah kekuasaan gue!’ Alvin sendiri nggak terlalu ambil pusing dan duduk diseberang Via.

Nggak sampai 30 menit kemudian.

Via membaca scriptnya sambil memasang status siaga. You know lahh, Alvin sekarang ada diseberang Via dan itulah gunanya status siaga. Latihan pengucapan sama pelafalan naskah. Itu alasan kenapa Alvin masih stand by dirumah Via sekarang ini.

Via membanting scriptnya keatas meja. “gue udah hapal, diluar kepala!” angkuh Via mengucapkannya. Itu adalah bentuk pengucapan lain dari ‘gue udah ngantuk parah! Mending Lo pulang deh!’ dalam bahasa Via sendiri.

Alvin ikut membanting scriptnya. “oh ya?” tanyanya.

“Yap!” Via menganggukan kepalanya kelewat semangat. “sekarang Lo boleh pulang, latihan prakteknya kita lanjut besok aja, gimana? Oke!” Via mengacungkan jempolnya pada Alvin, bernegosiasi.

Alvin memincingkan matanya. Dia bukannya nggak tau niat Via dari awal. Via berusaha ngusir dia. “kita latihan sekali.” Alvin beranjak dari tempat dia duduk dan mendatangi Via. “Cuma pelafalannya. Nggak praktek!” kata Alvin lagi saat melihat Via memegang bantal sofa erat-erat. Siaga!

“pelafalan? Oh iya-iya oke!” Via mengangguk kikuk saat Alvin duduk disebelahnya, bantal sofa tetap terpegang erat.

Alvin melirik pada Via sekilas lalu ganti memandanginya. “Juliet?”

***

Keesokan harinya.

Setelah kejadian kemaren. Agni nggak ada hentinya mikirin Cakka. Mikirin Cakka? Ya, kali ini Agni ngaku. Jujur deh, siapa yang nggak senang bisa deket sama cowok seganteng Cakka? Di kejar-kejar? Mn . . . bukan di kejar tapi di paksa. Terus dijadikan pacar? Cewek normal mana yang nggak mau?!

Agni? Dia mau. Dia suka sama Cakka. Tapi . . . kenapa hidup ini selalu ada tapi? Tapi, kadang beberapa pertanyaan tentang sebab-akibat tak memerlukan alasan.

Fokus Agni! Fokus!!

Nyusun proposal buat diajuin ke Bu Kepsek ngebuat Agni mesti bolak balik aula-kantor kurang lebih 15 kali untuk hari ini. Karena awam dalam mengurus proposal dan juga ada factor nggak niat ngebuat pekerjaan Agni yang sebenarnya gampang itu jadi bener-bener susah!

Point utama dari ngurus proposal ini, seenggaknya Agni bisa ngelupain Cakka sejenak. Ya kan?! Tapi, tetap ajaaa . . .

“gue nyeraaaah! Gue nggak mau lagi balik ke kantor! Sebodo amat sama ini proposal!” Agni membanting map dalam pegangannya ke lantai, emosi. Map sialan! Runtuknya dalam hati.

Anak-anak property berhenti sejenak memperhatikan Agni. Akhir-akhir ini sejak Agni kepilih jadi koordinator dramanya Bu Winda kejiwaannya rada terganggu. Agni jadi suka ngomong sama ngomel-ngomel sendiri.

Nggak lama Agni ngemungut kembali map proposal yang dibantingnya. Rugi juga kalo udah cape-cape buat malah dia buang kayak gini.

“eh? ngapaen Lo pada ngeliatin gue? Kerja!” seru Agni saat tau kalo sekarang-sekarang ini dia lagi jadi pusat perhatian anak-anak property.

Agni kembali membanting mapnya. Namun kali ini ke atas bangku terdekat. “bener-bener males gue ngerjain ini proposal.” Gumamnya. “eh? Dayat anak OSIS! Dia pasti tau cara buat proposal!” Agni berseru semangat sambil mengambil lagi map proposalnya.

Berlari tanpa melihat siapa pun yang ada disekitarnya, ngebuat Agni nggak sengaja menabrak seseorang dan … Brukk! Property gabus yang dibawa orang itu patah dan berhamburan nggak karuan. Agni dalam keadaan lampu kuning!

Orang yang ditabrak Agni masih jatuh terduduk dan tertutup sama tumpukan gabus yang dia bawa. Mumpung orang itu nggak ngeliat muka dia. Agni berinisiatif buat lari. Inisiatif?

“Heh!” orang itu menangkap kaki Agni tepat saat Agni mau berdiri dan kabur. Orang itu menyingkirkan gabus yang menutupi wajahnya dengan satu tangannya yang bebas. “tanggung jawab!”

Muka Agni berubah masam. Bosan ngeliat muka orang didepannya ini. Bosan-san-san! Siapa coba? Siapa lagi kalo bukan Cakka. Tapi seketikan kemudian Agni jadi mengingat perubahan Cakka yang semalam. Air wajah Agni kini berubah lagi. Cakka . . .

“Lo kenapa? Nggak mau tanggung jawab?” tanya Cakka lagi. Agni tersadar.

“gue ngapain Lo sampe Lo minta tanggung jawab sama gue?” tanya Agni sengit nggak sadar diri, kembali seperti semula. Mungkin lupa apa salahnya, mari kita ingatkan. Agni kan sudah ngehancurin gabus yang dibawa Cakka!

“awass! Gue mau nganter proposal!” Agni menyingkarkan tangan Cakka dari kakinya kemudian bangkit. “memperlambat gue aja Lo!”

Kening Cakka berkerut. Kenapa jadi ini cewek yang sewot sama dia? Marah-marah nggak jelas. Harusnya juga dia yang marahkan?

“Minggir! Gue buru-buru!” Agni melewati Cakka cepat, yang otomatis tambah menghambur-hamburkan gabus yang ada disekitarnya.

Agni berlari saat berhasil melewati Cakka dan gabusnya. Berlari secepat-cepatnya sebelum Cakka bener-bener serius minta dia buat tanggung jawab. Pas Agni lewat tadi nggak sengaja dia ngepatahin beberapa gabus lagi. Habis lah dia kalo Cakka ngejar dia!

Cakka rada heran ngeliat Agni yang lari cepet banget. Sebegitu pentingkah nganter proposal buat Agni?

“Kka? ngapain Lo duduk dimari?” Risky datang dari arah belakang Cakka dan menatap Cakka heran. “Nih gabus bilangnya mau dibuang lah kenapa jadi behamburan gini?”

“gue nggak pa-pa.” Cakka bangkit perlahan dan membersihkan serpihan gabus dari seragamnya. “gue mau pergi bentar Lo tolong beresin nih gabus ya. gue mau nemui Bu Winda dulu.” Risky mengangguk sebagai jawaban dan Cakka pun langsung pergi ngeloyor ninggalin Risky dan gabus yang sebenarnya adalah sampah.

***

Bu Winda sedang berada ditaman depan kantor sekarang. Bersama sepasang muda-mudi kebanggaannya yang akan menjadi bintang utama dalam theaternya. Siapa lagi kalo bukan Alvin dan Via. Alvia!

Via duduk disebelah Bu Winda yang notabene-nya ada diseberang Alvin. Memilih duduk disebelah Bu Winda dari pada duduk disebelah Alvin. Lebih baik disebelah macan dari pada disebelah kucing.

Bagi Via Alvin itu udah kayak kucing. Kenapa kucing? Karena Alvin bakalan manis kalo ada mau nya. Intinya kalo tingkah seekor kucing disamain sama tingkahnya Alvin. Itu sama!

Contohnya kemaren! Bilangnya pelafalan?! Pe-la-fal-an! Nggak taunya bohong!! Alvin praktek tuh! Dia megang tangan Via erat banget. Cowok! Pencuri kesempatan! Tapi . . . mn . . . deg-deg-an juga sih pas tangan Via digenggam Alvin. Rasanya kayak jaman-jaman dulu. Jaman . . . Eh?!

Lupakan!!

Kalo Bu Winda kenapa macan? Itu karena yaa Bu Winda emang udah kayak macan! Tapi coba liat deh dikebun binatang. Manusia masih aja mau deket-deket macan buat photo-photo. Intinya lagi, mending deket Bu Winda dari pada deket Alvin! Titik!

“oke, kita mulai.” Bu Winda berdehem dulu sebelum memulai. “eh? Via? Kenapa duduk disini? Duduk disebelah Alvin sana!” Bu Winda keliatan kaget waktu nemu Via duduk tepat disebelahnya. Dari tadi ibunya nggak sadar? Ck!

Via memasang wajah memelasnya. “saya disini aja Bu, biar lebih denger sama apa yang ibu bilang.” Alasan.

“nggak-nggak-nggak! Sana, duduk sebelah Alvin!” suara Bu Winda mirip ngejerit waktu bilangnya. Via mengelusnya kupingnya sedih. Udah kuping sakit, duduknya ya tetep sebelah Alvin lagi! Sebelah Alvin lagi!

“oke, sekarang bisa dimulai.” Bu Winda mulai berkoar lagi saat Via sudah duduk disebelah Alvin atau tepat dihadapannya. “sebenarnya nggak ada yang perlu di permasalahkan. Kalian serasi, bercouple sejak awal, berpacaran juga. Ya sudah tidak ada masalah dalam chemistry kalian lah.”

Via mengerutkan keningnya. Sudah banyak celaan yang ingin dia sampaikan namun tak sampai keluar lewat bibirnya karena takut di teriaki bu Winda lagi untuk yang kedua kalinya. Akhirnya Via diam, bungkam, mengamati namun mengabaikan.

“tapi masalahnya kalian ini peran utama dan ibu ngerasa ya, kalian mungkin ada masalah. biasa anak muda jaman sekarang selalu saja bermasalah dengan cinta dan itu terjadi dengan kaliankan?”

Kali ini kening Alvin yang berkerut. Ini ibu sotoy banget! Tapi ada benernya juga sih!

“selesaikanlah masalah kalian. Kalian ini cocok loh, sayang kalo putus dan Ibu berharap banget, gara-gara teater ini kalian bisa saling akrab lagi, saling mengerti satu sama lain.” Bu Winda tersenyum ala Bundadari di tivi.

Via tambah mengerutkan keningnya. Bu Winda lagi mabuk?!

Alvin berdehem, memecah keheningan yang sempat tercipta. “saya sih mau aja, Bu. Tapi Via nya ini nih, marah terus sama saya. Padahal saya sudah minta maaf, tapi dia nggak mau maafin saya.” Kata Alvin mulai curhat. Via mendelik.

“apanya coba?”

“saya tau saya salah. Saya pernah nyakitin dia, pernah jahat sama dia, pernah bikin dia nangis tapi itu dulu. Saat saya tau semua itu salah, ternyata semua sudah terlambat. Via ngebenci saya, Bu!” lanjut Alvin nelangsa. Drama banget!

Via melirik Alvin penuh arti. “Alvin bohong, Bu!” sambungnya tak terima. Kenapa disini tiba tiba jadi dia yang teraniyaya? Jelas-jelas tadi dia bilang dia yang nyakitin gua juga?!

“kamu nggak boleh gitu, Vi! Sekarang Alvin sudah tau salahnya dan nggak salahkan kalo kamu maafin dia?”

Via masih melirik Alvin lagi, tajam! Setajam yang Via mampu! Gue nggak terima!! Begitu arti lirikan Via.

“saya mungkin bisa maafin dia, Bu! Tapi saya nggak bisa terima dia kembali.” Bahasa sinetron kacangan pun keluar dari bibir Via.

“kamu pasti bisa, Vi! Kalian pasti bisa. Apa salahnya mencoba lagi? Pastikan yang kedua ini tak mengulang kesalahan yang pertama.”

Ini ibu-ibu lagi kesambet kayaknya. Kurang lebih begitu pikiran Via dan Alvin. Pikiran yang sama belum tentu sama juga dalam perasaan. Di sisi Via, Via sengak dengarnya, Bu Winda ngomong masalah cinta. Apalagi ngomong masalah coba mencoba dan kesempatan. Huh! Ibu nggak tau rasanya sih! Kalo bisa Via pengen banget teriak begitu ke Bu Winda.

Beda dengan Via, Alvin kelihatan senang sebenarnya. Ini adalah media. Bu Winda dan teaternya merupakan media bagi Alvin buat ngedapetin Via kembali. Alvin bener-bener sama Via sekarang. Kali ini bakal dia kejar sampai dapat dan nggak bakal dia lepas lagi!

“gimana, Vi?” tanya Bu Winda kepo.

Via mendesah berat. “saya coba, Bu!” katanya nggak rela.

“thanks, Vi!”Alvin tersenyum pada Via. “Aku nggak akan ngecewain kamu.” Bener-bener nggak akan pernah lagi. Alvin serius.

***



14 komentar:

  1. yiipppiii..
    Akhirnya dilanjutin juga..
    Kirain gak dilanjutin lagi.. :(
    ceritanya seru bgt..
    Kereeennn..
    Bikin senyum2 kayak orang gilaa..
    :")

    BalasHapus
  2. Huaaaa akhirnya dilanjut juga Kak :D
    baru sempet buka jadi baru sempet baca deh hihi
    Kereeen Kak :)
    Kakak masih tetep nuliskan?
    Wish you keep writing kak ^^ *SKSDkumat:)*

    BalasHapus
  3. ini belum selesai ya kak? lanjutin dong hehee

    BalasHapus
  4. wah setelah lama nunggu ini cerita akhirnya berhasil nemu diblog :D
    waktu itu difacebook gak dilanjut jadi penasaran.
    ceritanya keren, sifat egois via sama agnni bener-bener deh.
    lanjut yah :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hyy... Fb kakak yg nulis cerbung ini apa yah??? Plisss jwbb

      Hapus
  5. Kakaaaaaaaak lanjut please :(( cerbung ini moodbooster bangettt!
    kalo sempet lanjut ya Kak? :))) yayaya XD .-.V *SKSDagain*

    BalasHapus
  6. kak, lanjutannya ditunggu loh! ini keren kak! plisss plisss plissss

    BalasHapus
  7. kak, lanjutannya mana, aku nunggu lho. jangan lama-lama
    penasaranni ma lanjutannya :)

    BalasHapus
  8. Ini masih ada lanjutannya tidak?.__.lanjut donggggggg

    BalasHapus
  9. ini cerita keren banget, sayang banget gak di lanjut. Lanjutin dong, penulisnya mana?

    BalasHapus