Selasa, 26 April 2011

PsycoLove #7


“ish, mesra abis! Nyokap Lo pasti langsung mecat Cakka jadi mantunya!” komentar Via saat melihat foto jepretan kamera hape Agni. Posenya bener-bener mesra. Dengan posisi Cakka yang merangkul cewek itu dan kedua tangan cewek itu yang memeluk erat pinggang Cakka.

Agni tersenyum senang. “iya lah! Agni!” serunya bangga.

Mobil Agni sudah berhenti tepat didepan pagar rumah Via. Pas tadi siang mereka pergi memang janjian pake mobilnya Agni. Rumah Via tampak sepi kayak biasanya. Mungkin orang-orang udah pada tidur kali. Pikirnya.

“turun, gih!” suruh Agni.

Via memandang Agni melas. “gue takuuutt,” rengeknya.

“takut apaan?” Agni berdecak kesal. Agni kapan pulangnya kalo Via nggak mau turun!

Via cemberut. “ya udah deh!” lunglai Via turun dari mobil Agni.

“kalo ada apa-apa modalnya nekat ya!” pesan Agni sebelum mobilnya melaju meninggalkan Via.

Via binggung mau ngapain. Dia maju selangkah, lalu mundur lagi. Maju lagi, mundur lagi. Padahal rumah sendiri, kok takut ya? Via merogoh tasnya mencari hape. Kok kosong? Nggak ada sama sekali panggilan dan pesan? Mama pasti marah besar! Pikirnya.

Modal nekat! Kata Agni tadi begitu. Dengan modal nekat dan siap kupingnya bengeng di ceramahi sang mama Via melangkahkan kakinya masuk ke halaman rumahnya sendiri. Dengan hati-hati Via membuka gagang pintu rumahnya.

Gelap dan sepi, nggak ada orang yang menunggunya?

“dari mana?”

Lampu ruangan menyala terang hingga Via menutup matanya menghindari kesilauan. Modal nekat! Serunya dalam hati. Itu suara Alvin! Kok ada di sini? Bakal gue lawan dia! Seruan hati Via menyemangati diri sendiri.

“bukan urusan Lo!” jawab Via ketus. Bener-bener nekat!

Alvin terdiam. “oke kalo gitu!” katanya kemudian.

Suara Alvin kedengaran aneh dan nggak lama kemudian Via ngerasa Alvin bener-bener aneh. Alvin pergi begitu aja dari rumah Via, nggak tau naik apa. Tadi Via nggak liat mobil Alvin di depan. Sebelum Alvin bener-bener pergi dia sempat berhenti sebentar dan berbalik menghadap Via.

“papa sama mama kamu tadi siang berangkat ke Spore,”

Hanya bilang itu. Alvin kemudian meninggalkan Via. Alvin bener-bener aneh malam ini. Dari suara dan tatap matanya, Via kayak tau Alvin menyimpan suatu rasa. Mungkin rasa sakit hati? Tapi kenapa? Atau mungkin rasa bersalah? Itu kenapa juga?

Kenapa keadaan cepet banget berubahnya? Kemaren-kemaren kita baik-baik aja kan? Sekarang, kenapa begini? Harusnya gue senang kita tunangan. Tapi kalo gue boleh berharap, gue pengen ketemu Lo sebelum Lo ketemu Shilla. Gue pengen jadi yang pertama!

***

Mobil Agni memasuki halaman rumahnya dan sedikit terkejut mobil Cakka ada disana. Dengan ketenangan penuh, Agni yakin banget acara pertunangannya sama Cakka bakal batal kalo mamanya melihat foto yang dia bawa.

“mama!!” teriak Agni. Ingin rasanya cepat-cepat memperlihatkan apa yang tadi di dapatnya. Agni mulai celingak-celinguk ke dalam rumahnya sendiri. mamanya nggak ada? Trus Cakka juga nggak ada?

“mama?!!”

“mereka liburan ke Spore!” sahut Cakka dari belakangnya. Seperti biasa, siap nggak siap asal peluk!

Agni di peluk Cakka dari belakang. Hubungan Cakka-Agni ini paling aneh. Nggak ada status apa-apa, tapi peluuuuk terus!! Agni tentu aja nggak tinggal diam. Meluk-meluk seenak jidat! Siape Lo!

“apaan sih!” Agni melepas tangan Cakka kasar. “mana mama gue!”

Cakka kembali cuek. Pertanyaan Agni nggak dia gubris. Cakka malah melangkah masuk menuju ruang keluarga dan duduk menonton tipi. Agni yang tadi binggung, sekarang puyeng! Ngapain ini playboy nonton di rumah gue? Di rumahnya nggak ada tipi apa?!

“heh! Pulang sana! Ngapain lagi Lo dirumah gue!”

“mama Lo pergi ke Spore sama papa Lo, bibi pembantu Lo mudik pulang kampung, satpam rumah Lo cuti istrinya melahirkan dan sekarang Lo sendiri!” kata Cakka, nggak tau apa maksudnya.

“maksud…”

“gue bakal tinggal sini sampe bonyok Lo balik!”

Mata Agni membesar. Kenapa kesialan nggak henti-hentinya menyerang gue? Gue mesti buang siaall! Cakka! Lo kesialan gue!!

“foto yang Lo ambil bener-bener nggak bisa buat ngebatalin pertunangan kita! Seperti yang gue bilang,” ujar Cakka bangga. Terdengar nada remeh pada suaranya.

Agni baru inget sama foto itu. sial!! Tapi…

“bakal gue kirim lewat e-mail buat papa!”

Agni langsung berlari menuju kamarnya yang di lantai atas. Cakka melotot. Mama-papa Agni memang nggak ada, tapi kalo foto itu sampai di liat sang calon mertua pasti batal semua rencana pertunangan.

Cakka berlari mengejar Agni. Nggak bakal dia biarkan Agni ngebatalin pertunangan ini. Agni baru tiba di lantai atas. Barruuuu tiba! Cakka sudah narik dia dan membalik badan Agni menghadap Cakka.

“mana hape-nya?” pinta Cakka. Mintanya udah kayak orang ngerampok!

“nggak!”

“mana!” bentak Cakka.

Agni melotot marah. “nggak!!” seru Agni nyaring.

Cakka menatap Agni tajam. Agni melawan nggak kalah tajam! Kunci emas sudah di tangan, kunci tinggal di kirim dan pintu kebebasan bakal terbuka lebar buat dirinya. Kunci emasnya ya foto itu tadi! Nggak mungkin Agni kasih begitu aja sama Cakka!

“kasih nggak? Kalo nggak…” Cakka menggantung kalimatnya.

Dengan menggantungnya kalimat dari mulut Cakka, Cakka kembali mendekatkan wajahnya kewajah Agni. Dekaaatt…. Agni nggak bergeming. Agni meruntuki nasipnya yang benar-benar sial. Kasih? Nggak? Kasih? Nggak? Kasih aja sudah!!

“iya!” jerit Agni tertahan sambil memejamkan matanya erat-erat. Agni parno, tempat rame aja Cakka berani maen cium apalagi di tempat sepi kayak gini.

Cakka menghentikan aksinya. “mana?” tanyanya. Senyum menghiasi wajah menyebalkannya. Agni tersenyum kecut menerima kekalahannya.

Agni merogoh saku celananya dan memberi hape-nya pada Cakka. “tuh! Sampe gue jadikan wallpaper hape gue!” pamer Agni. Niatnya nyindir Cakka. Foto Cakka sama cewek tadi memang bener-bener jadi wallpaper hape Agni.

Dengan masih menggenggam satu tangan Agni, Cakka menerima hape dari Agni dan mulai membuka-buka galerinya mencari foto itu dan menghapusnya. Wallpaper hape Agni pun terganti saat foto itu terhapus.

“sudah?” Bukannya menjawab Cakka malah mengantongi hape Agni. “eh-eh! Hape gue balikin!” protes Agni. Tangannya yang bebas meraih-raih tangan Cakka yang mengantongi hape-nya. Selesai mengantongi hape Agni, Cakka menangkap tangan Agni yang satunya.

“gue sita sampe bonyok Lo balik!” tegas Cakka. Agni cengo. Kesialan apa lagi yang akan menimpanya setelah ini? “sana Lo masuk kamar! Tidur!” perintah Cakka.

Cakka melepaskan pegangan tangannya pada tangan Agni. Agni berbalik putus asa, komat-kamit menyumpahi orang menyebalkan di belakangnya. Nasipnya benar-benar sial!! Kenapa ini harus menimpanya? Agni meratapi kesialannya.

“hey!”

Seruan Cakka membuatnya berbalik lemah. “aaap…” Agni masih nggak percaya kesialannya yang sekarang. Didepannya Cakka mengecup kening Agni lama. Agni diam masih takjub dengan apa yang dirasakannya.

Cakka mengakhiri kecupan pada kening Agni. “jangan pernah punya niat buat kabur! Karna nggak bakal gue biarkan!” desisnya tajam.

***

Agni menggeliat lemah, cahaya matahari yang masuk lewat celah-celah jendela kamarnya seakan membangunkannya dari mimpi buruk yang tadi dia alami. Duduk diam diatas tempat tidur sambil memandang sekeliling. Satu per satu, nyawa Agni berkumpul dalam badannya.

Agni membuka matanya lebar-lebar dan menguceknya perlahan. Masih kabur. Kucek lagi, masih kabur. Kucek lagi, nah! Sekarang mendingan, Agni turun dari atas tempat tidurnya.

“eh?!”

“aaa…!!!” Agni berteriak sekeras-kerasnya. “Lo! sejak kapan di sana??!!” masih dengan berteriak.

Agni shock bukan main! Kesialan kesekian kalinya! Dia menemukan Cakka tertidur di tempat tidur yang tadi dia tiduri, jadi dari tadi Agni tidur bareng Cakka?? Sejak kapan? Perasaan tadi malam gue tidur sendiri?!

“tenang, gue nggak ngapa-ngapain Lo kok,” Cakka bangkit dari tempat tidur dan dengan gontai melangkah keluar. “Cuma tidur doang, nggak ngapa-ngapain!” kata Cakka enteng banget kayak kapas!!

Ekspresi Agni nggak lagi terbaca. Marah, sedih, jengkel pokoknya semua yang jelek itu ekspresi perasaan Agni sekarang. Tidur sebelah-sebelahan? Nggak ngapa-ngapain? Agni frustasi!!!

“mandi gih! Sekolah!” suruh Cakka.

Agni bersiap-siap untuk sekolah. Raganya sibuk menyiapkan buku-bukunya dan jiwanya sibuk melayang entah kemana. Agni melamun! Bagaimana nasibnya kalo tadi malam dia di apa-apain? Agni tersadar dan bergidik ngeri mengingat nasib masa depannya yang di perkirakan hancur berantakan.

“kenapa?”

Cakka ternyata sudah berdiri di ambang pintu kamar Agni dari awal Agni melamun dan akhirnya Agni sadar. Semua dia lihat. Mulai dari tatapan Agni yang kosong sampai Agni yang bergidik nggak tau kenapa.

Agni menoleh sekilas lalu lanjut menyiapkan buku-buku pelajarannya dan langsung pergi meninggalkan kamarnya. Hari ini libur dulu berantemnya. Agni melewati Cakka begitu aja dan turun menuju meja makan. Dan lagi-lagi melamun. Agni menguyah roti sarapannya sambil melamun.

Cakka yang hanya diam memperhatikan sikap Agni, sebenarnya sedikit kehilangan sensasi dengan sikap-sikap Agni yang seperti ini. Harus Cakka akui, dia lebih suka Agni yang pemberontak dan keras kepala, bukan Agni yang pendiam seperti sekarang.

“ayo berangkat,” kegiatan rutin seperti biasa Cakka lakukan pada Agni, yang lagi makan. Peluk!

Agni yang tadi mengunyah sambil melamun sampai tersedak karena kaget. Agni kalang kabut meraba meja mencari gelas air, Cakka juga nggak kalah panik melihat Agni yang terbatuk-batuk akhirnya melepas pelukannya dan memberi segelas susu yang tadi di buatnya pada Agni.

“Lo mau bunuh gue?” Agni menatap Cakka tajam. Nggak puas banget bikin orang sial?! Senyum mengembang di pipi Cakka saat mendengar omelan Agni, itu yang dia tunggu meski pun bukan dengan cara begini tadi niatnya.

Sekarang balik Agni yang tersenyum. Pikirannya teringat foto Cakka sama seorang cewek waktu di mall kemaren. Meski pun fotonya sudah di hapus dan hape-nya di sita, Cakka tetap masih nggak tau kalo Agni masih punya foto itu di hape-nya Via.

“ayo!”

Untuk sejenak Agni mungkin melupakan kejadian tadi malam.

***

Via duduk sendiri di meja makannya. Mengunyah rotinya dengan nggak bersemangat. Hilangnya Alvin seperti juga hilangnya semangat hidup bagi Via. Alvin yang tiba-tiba pergi dan bersikap aneh, membuat Via khawatir.

Pagi ini Alvin nggak datang ngejemput Via, sudah lewat 5 menit dari jam biasa Alvin datang buat ngejemput. Kehilangan! Itu yang Via rasain sekarang. Setelah selesai sarapanya, Via meraih kunci mobilnya dan mulai berangkat ke sekolah. Alvin bener-bener nggak jemput!

‘kenapa gue nggak bisa ngebenci Lo?’

‘kenapa gue masih sayang sama Lo, setelah semua yang Lo lakuin ke gue?’

‘kenapa gue ngerasa kehilangan Lo?’

Begitu banyak pertanyaan ‘kenapa’ di otak Via yang turut menemaninya hingga sampai di sekolah.

Via turun dari mobil setelah memarkirnya. Berjalan menyusuri koridor kelas lain menuju kelasnya sendiri. Tadi Via sempat melihat Alvin di depan kelasnya, saat Via melintas di depan Alvin. Alvin buang muka dan nggak peduli kehadiran Via.

Via membanting tasnya di atas meja membuat Agni di sebelahnya kaget seperti biasa. Agni melotot garang pada Via, tapi setelah melihat mata Via yang memerah seperti menahan tangis Agni urung mengomelinya.

“kenapa, Vi?”

Via bungkam seribu bahasa. Pikirannya melayang entah kemana. Bener-bener sakit deh, di acuhkan itu! Via tau rasanya. Alvin kenapa? itu pertanyaan pertama di kepalanya. Alvin aneh semenjak tadi malam. Bukan! Alvin aneh sejak dia pergi tanpa pamit, alias kabur!

“Vi? Lo kenapa?”

Via menoleh pada Agni. “aaa…!” Via langsung-langsung memeluk Agni dan menangis di balik pundak Agni. “gue sayang dia, Ag!”

Agni bingung sama yang Via bicarakan, tapi diam. Nanti aja nanya-nya, kalo Via udah selesai nangis.

“Via kenapa, Ag?” Iyel yang baru datang, langsung di suguhkan Via yang lagi-lagi menangis. Seperti biasa, kalo Iyel yang ngomong, wajib hukumnya di kacangin dan jadi lah Iyel yang lagi-lagi-lagi di kacangin.

“gue sayang dia! Sayang banget!” isak Via. Iyel yang mendengar isakan Via langsung tau apa yang terjadi pada Via. Pasti Alvin!

Iyel menyentuh pundak Via dan menariknya menjauh dari pundak Agni. Menatap mata Via yang berlinangan air mata kemudian ganti memeluk Via. Via balas memeluk Iyel dan kembali menangis.

“gue nggak bisa ngebenci dia, Yel! Gue sayang sama dia!”

“sabar, Vi!” ujar Iyel menenangkan.

“kenapa semuanya cepet banget berubah? Kenapa ini terjadi sama gue?”

Via bener-bener aneh! Dulu pas Alvin ngeliatin Shilla, dia nangis kejer gara-gara cemburu terus nekat minta putus tapi nggak jadi putus malah sekarang tunangan, pas sudah tunangan malah di diemin sama Alvin dan sekarang nangis lagi. Wait? Yang aneh Via? Atau Alvin?

“Vi, aku mau bicara!” Via langsung melepas pelukannya dari Iyel saat mendengar suara Alvin.

Alvin berada tepat di depan Via, hanya saja terhalang Iyel yang masih ada di antara Via-Alvin. Iyel tau diri, akhirnya menyingkir dari tengah Via-Alvin. Via mengusap air matanya cepat-cepat dan menampilkan ekspresi biasanya walaupun nggak bisa.

“ikut aku!” Alvin menggenggam tangan Via lembut dan membawanya pergi entah kemana. Via nurut.

Agni tertegun. Melamun lagi! Kadang baik-baik, kadang jutek-jutek, kadang cuek-cuek semua hubungan Via-Alvin serba kadang-kadang. Agni menyadarkan dirinya sendiri dan mendapati Iyel menghilang, tapi sudah terganti dengan Cakka yang sudah duduk di sampingnya.

“besok libur!”

Alis Agni bertaut. Cakka ini mungkin sedikit menderita keterbelakangan mental. Sudah suka meluk-meluk sembarangan, suka ngomong sendiri lagi!

“Agni! Ntar malam datang ya ke pesta ulang tahun gue? Di rumah gue jam 8 malam, oke?” Dea teman sekelas Agni memberinya selembar undangan ulang tahun. “harus datang! Tapi nggak maksa juga kok!”

Agni menatap Dea curiga. “wajib pake gaun nggak nih? Gue ogah kalo pake!” tanya Agni. Agni memang paling malas di suruh pake gaun. Jangankan gaun, pake rok sekolah aja rasanya nggak rela!

“bebas kok, Ag!” jelas Dea. “eh! Kalo datang bawa Cakka juga boleh!”

Agni mendelik marah. Wait!!! Ngapain gue marah? Si Dea juga centil amat sih? Si Rizky mau di apain noh? “sudah Lo pergi sana! ntar kalo bisa gue dateng!” suruh Agni. Dea pergi dengan senyum-senyum gaje ngeliatin Cakka.

‘gue laporin ke Rizky Lo, De!’ dengan bahasa bibir Agni berbicara pada Dea. Dea tersenyum centil lalu mengedipkan sebelah matanya.

“eh?!” Agni ke inget sesuatu. Kenapa dia ngomong begitu tadi ke Dea? Jangan-jangan dia mulai… jangan sampe! Agni mengetok-ngetok kan tangannya ke atas meja. Buang sial!

“nggak boleh pergi kalo nggak sama gue,” kata Cakka tiba-tiba.

Sekarang Agni yakin Cakka memiliki keterbelakangan. “Lo ngomong sama gue?” tanyanya polos.

Cakka beranjak pergi dari bangku sebelah Agni dan pergi keluar dari kelasnya. Gini nih! Di kacangin itu nggak enak! Agni mengumpat Cakka dalam hati, tapi terhenti sejenak. Agni ngeliatin Cakka ngobrol sama seorang cewek. Itu cewek yang di mall kemaren!!

Lagu band Gigi langsung berkumandang keras di kepala Agni. ‘panas-panas-panas-panas’ kurang lebih begitu lah. Cakka sempat menoleh sekilas pada Agni tapi berlalu pergi dengan cewek itu. Gandengan?! Agni mengatur nafasnya. Ngeliat kejadian tadi sudah kayak lari marathon 25kilo.

“awas aja!” desis Agni geram. Agni cemburu?

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar