“dari mana Lo dari pagi? Sudah nggak sekolah, pulang sore lagi!” omel Iyel saat Via tiba di rumahnya.
Bukannya ngejawab Via malah senyam-senyum sendiri. Kejadian saat di pantai kembali terulang di pikiran Via. Otak Via saat ini sedang di penuhi sama Alvin sampe-sampe omelan Iyel hanya menjadi angin lalu bagi Via.
Melihat respon Via yang cuma senyam-senyum Iyel langsung menyenggol Agni yang ada disebelahnya. Agni nggak kalah aneh. Sedari tadi dia komat-kamit nggak jelas sambil terus mengacak-ngacak rambutnya yang sudah berantakan.
“apaan?!” tanya Agni jengkel. Iyel menunjuk Via menggunakan dagunya. Agni mengikuti arah tunjuk Iyel dan bergidik mendapati Via yang lagi senyam-senyum nggak jelas.
“Vi, Lo kenapa?” Agni berdiri mendekati Via. Via masih senyam-senyum sendiri. “Via? Lo di apain Alvin sampe bisa kayak gini!” Agni berteriak gila-gilaan di rumah Via.
Untung saat ini orang tua Via nggak ada di rumah. Iyel malah kaget mendengar kata-kata dari teriakan Agni. Alvin? Ada apa Via sama Alvin?
“ih, Agni apaan sih! Gangguin orang senang aja!”
“Lo kenapa? Lo di apain Alvin?” Agni heboh sendiri.
“gue nggak pa-pa, gue malah jadian sama Alvin!” ujar Via. Lalu kembali senyam-senyum.
“selamet deh!” ujar Agni langsung lemas lagi.
Gara-gara Via ngomong Alvin. Agni jadi keinget Cakka. Dengan gontai Agni kembali duduk ke sofa yang tadi di dudukinya. Membanting dirinya tepat di samping Iyel yang sedari tadi bergulat dengan pikirannya.
“lah, Ag? Lo nggak senang gue jadian sama Alvin?” desah Via kecewa.
“Lo jadian sama Alvin, Vi? terus gue gimana? Lo kok tega, Vi sama gue?!” kali ini Iyel yang histeris. Via nggak peduli sama teriakan Iyel yang menurut Via berlebihan banget. Via masih nunggu jawaban Agni.
Agni menggeleng. “bukan gitu, Vi! gue seneng kalo Lo senang. Tapi kayaknya misi Lo tentang melindungi ceweknya Cakka harus diganti sama misi penyelamatan gue deh!” ujar Agni pelan. Agni kembali komat-kamit sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.
“kok?...”
“gue harus ngikutin semua maunya Cakka, sampai dia mau maafin gue!”
“maafin apa?” Iyel bersuara mewakili pertanyaan hati Via.
“maaf atas turunya hujan jus di kepala ceweknya Cakka!” ujar Agni lemas.
Iyel kaget sekaligus binggung, tapi nggak mau ambil pusing dan lebih mau mikirin Via yang jadian sama Alvin. Sedangkan Via tampaknya baru ingat kejadian hujan jus di kepala Angel, ceweknya Cakka.
“Vi…”
“Vi, gue sama Iyel balik dulu ya!”
Niat Iyel mau nanya masalah Alvin di potong Agni. Tanpa sempat Iyel ngomelin Agni, Agni langsung nyeret Iyel berjalan keluar rumah Via.
“kunci mobil Lo di meja!” teriak Agni sebelum melewati pintu depan. Tujuan Agni kerumah Via memang ngebalikin mobil Via yang tadi sama dia dan Iyel di suruh ikut buat ojek Agni pulang nanti.
“Lo apaan sih, Ag? Gue kan mau ngomong sama Via!” sungut Iyel selama perjalanan. Agni diam nggak menyahut, pikirannya menerawang ke masa yang akan datang. Masa di mana dia harus mau di perintah-perintah Cakka layaknya pembantu.
“aaaaaaaaaa!!” Agni mengerang memikirkan semuanya. Iyel yang dari tadi ribut akhirnya bungkam, di sangkanya Agni marah padanya.
***
Pagi-pagi mata Agni disuguhkan kemesraan antara Alvin dan Via. Bukannya cemburu atau apa, tiap kali ngeliat Alvin pasti keinget Cakka. Agni masih punya hutang maaf sama Cakka, tapi kan yang kehujanan jus ceweknya. Kok minta maafnya sama Cakka? Iya karena Angel ceweknya Cakka. Ah! Sebodo amat.
Agni sedang dalam proses menghindari Cakka, atau lebih tepatnya menghindari kerja rodi yang akan Agni alami kalo Agni ketemu Cakka.
“cipeng! Rambut cimut berantakan nih!” keluh Via saat Alvin mengacak rambutnya pelan.
“iya-iya, sini cipeng rapiin rambut cimut!” Alvin merapikan rambut Via.
Agni cengo, terlebih Iyel yang ada disebelah Agni.
“cipeng?”
“cimut?”
“iya?” sahut Via.
“eh, cimut! Nggak boleh dihirauin. Kan cuma cipeng yang boleh manggil cimut gitu.”
Apa deh, cimut? Cipeng? Apaan? Via dan Alvin kembali mengumbar kemesraan, meninggalkan Iyel dan Agni yang masih kebinggungan.
“apaan sih? Cipeng? Cimut?” ujar Iyel meminta penjelasan. Menghentikan kemesraan Alvin-Via.
“cimut itu panggilan sayang gue buat Via, cipit imut. Ya kan cimut?” kata Alvin bangga dan Via mengangguk setuju.
“kalo cipeng, panggilan sayang gue buat Alvin, cipit ganteng. Cipeng!” sambung Via.
Agni membulatkan mulutnya baru ‘ngeh’ sama arti cipeng, cimut. Kalo Iyel? dia mah tampang sirik bukan main ngeliat Alvin sama Via bermesraan. Agni sebenarnya tau Iyel suka sama Via, tapi toh ujungnya Via cuma nganggap Iyel sahabat, nggak lebih. Jadi mau gimana lagi?
“Iyel, mulai hari ini gue panggil Lo lojek ya? Belo jelek! Panggilan sayang.” Agni menaik-naikan alisnya mengoda Iyel.
Iyel melotot. “boleeeehhh,” sahut Iyel bernada. “temon!” balas Iyel. Temon adalah panggilan Iyel pada Agni waktu SD. Item oon. Dulu waktu SD!
“loojeekk?” panggil Agni.
“apa temon?” balas Iyel.
“lojek!”
“temon!”
“lojek!”
“temon!”
“lojek!”
***
Sepulang sekolah Agni nggak langsung pulang. Dia mau latihan basket dulu, sedangkan Via jangan ditanya. Pulang duluan dia sama cipengnya, padahal Alvin kan anak basket. Kok seenaknya aja nggak ikut latihan. Padahal anak basket di wanti-wanti keras jangan sampe nggak latihan.
Iyel sebenarnya mau ikut basket, tapi Agni nggak ngijinin. “ntar Lo ketuker sama bola!” jawab Agni nggak masuk akal setiap kali ditanya kenapa Iyel nggak boleh ikut. Agni sebenarnya nggak mau Iyel ketemu Alvin, kalo ribut ntar kan berabe. Bukan nyumpahin, tapi apa salahnya mencegah sebelum mengobati.
“Ag, oper!” teriak Riko. Agni mengoper bolanya pada Riko dengan malas-malasan.
Gara-gara mikirin Iyel-Via-Alvin. Agni jadi kepikiran… Cakka! Seharian memang nggak ketemu, tapi tuh anak kan kayak ‘ghost’ gitu. Datang nggak dijemput pulang nggak diantar. Tau-tau gini ketemu pas pulang! Jangan sampe dah!
“Lo napa, Ag?” Riko menepuk pundak Agni dan menyadarkannya dari semua lamunan. Agni menghela nafas berat. Nggak ngejawab apa-apa.
“eh, gimana rencana Lo? kapan mau dilaksanakan?” Agni mengubah arah pembicaraan.
“nggak usah ngalihin pembicaraan,” ucapnya pelan namun kena. Ketahuan! Riko tau Agni sedang mencoba mengubah arah pembicaraan.
“nggak pa-pa!”
“bener?”
“iya!”
“yakin?”
“banget!” tegas Agni.
“serius?”
“sepuluh rius!”
“ya udah kalo nggak mau cerita, gue balik duluan ya!” Riko melangkah meninggalkan area sekolah. “masalah rencana, biar gue urus sendiri.” Katanya sebelum menghilang dari jarak pandang.
Agni menghela nafas. Sepi deh! Tadi memang tinggal Riko dan Agni yang ada di lapangan, rencananya mau ngomongin rencana Riko. Eh, Agni malah nggak mood jadi Riko pulang deh. Agni ikut pergi meninggalkan lapangan, pengen pulang sekarang.
Lewat koridor Agni berjalan lunglai sambil menyeret kakinya lemas. Begitu banyak masalah numpuk dalam kepalanya dan membuatnya begitu nggak semangat.
“gue mau nagih perjanjian kita!”
Deg!!
Jatung Agni serasa berhenti berdetak. Suara dibelakang Agni serasa nggak asing ditelinganya. Perlahan Agni berbalik dan menelan ludah. Didepan Agni sekarang, Cakka sudah berdiri tegap tepat dihadapannya.
“eh, Cakka!” kata Agni gugup. Agni sudah tau siapa yang manggil dia. Emang siapa lagi sih yang bikin perjanjian sama Agni selain Cakka. Ekspresi Cakka nggak bisa dibaca. Agni yakin baru sekali ini dia ngeliat muka Cakka yang kelihatan nahan senyum, tapi ditutupi sama tampang sok cueknya.
“gue nggak mau liat Lo deket-deket Riko.” Kata Cakka tiba-tiba. Agni yang lagi memperhatikan wajah Cakka langsung melotot menatap mata Cakka. Kok?
“kenapa?”
Gantian Cakka yang natap Agni, kali ini tajam. Agni ciut dan langsung mengalihkan matanya ngeliat kearah lain. Raut wajah Cakka kali ini jelas kayak kemaren-kemaren, dingin dan cuek.
“harus! Ini bagian dari perjanjian! Kalo nggak…”
***
Agni binggung sendiri mau gimana. Masa Cakka nyuruh dia ngejauhin Riko? Emang apa salah Riko. Mana Agni janji mau bantuin Riko. Terus gimana? Takutnya kalo Agni nekat, Riko mau pun Agni nggak bakal sehat wal alfiat lagi.
Sudah berhari-hari ini Agni menjauh dari Riko. Merasa bersalah itu sudah pasti. Tapi mau gimana lagi? Riko juga rencananya kan mau nyusun sendiri, jadi Agni nggak usah ikut nggak pa-pa kan. Cakka, akhir-akhir ini Cakka nggak pernah muncul lagi didepan Agni. Padahal sudah susah-susah ngejauhin Riko. Eh, yang nyuruh malah nggak keliatan batang idungnya.
Jam istirahat Agni habiskan dengan Via atau tepatnya dihabiskan sebagai kacang bagi Via. Via lagi sama cipengnya jadi Agni cuma jadi kambing congek. Sambil sesekali mengaduk minumannya Agni mengedarkan pandangannya ke penjuru kantin. Iseng memperhatikan detail-detail anak-anak yang lalu-lalang di depannya.
“Agni!” seseorang menyentuh pundak Agni dari belakang. Agni berbalik dan mendapati Riko tersenyum sumringah padanya. “gue pinjem Agni-nya ya!” kata Riko pada Alvin-Via yang bermesraan.
“bawa aja!” sahut Via tanpa menoleh dan masih terus bermesraan dengan Alvin.
Riko memegang tangan Agni dan menariknya keluar kantin. Riko lebih tepatnya menyeret Agni ke taman sekolah dan mendudukan Agni disana. Berkali-kali Agni merutuki dirinya, kenapa mau diajak Riko kesini! Cakka berdiri menyender pada pohon yang nggak jauh dari Agni. Agni tau tapi pura-pura nggak liat.
“apaan, Ko?!” tanya Agni ketus.
“Lo kenapa sih?”
“nggak pa-pa,” jawab Agni. Agni sengaja berketus ria biar Riko tau kalo dia lagi nggak mau ngomong sama Riko, biar Riko ngejauh dan pergi dari sini. Dari jauh Agni masih ngeliat Cakka yang stay cool nonton dari jauh. Mati gue! Batin Agni.
“gue cuma mau bilang, kalo gue udah jadian sama Shilla!”
“selamet deh!” ujar Agni lemes. Sebodo amat Riko ngomong apa. Dia bener-bener harus pergi sebelum Cakka ngedatangin dia dan Riko.
“Agni! Gue jadian sama Shilla kok respon Lo nggak senang amat?!” Riko berkoar mengutarakan kekecewaannya. Kali ini Agni mendengar jelas perkataan Riko. Mata Agni membulat seakan mau keluar dari tempatnya.
“Lo sudah jadian?”
Riko menggangguk kuat-kuat dengan senyum manis yang menandakan dia sedang bahagia, karena sudah jadian sama cewek pujaannya. Agni memeluk Riko sebagai ucapan selamat dan pernyataan ikut bahagia untuk Riko.
“Riko!”
Agni melepaskan pelukannya dan memandang orang yang memanggil Riko tadi. Shilla tersenyum manis memandang Agni yang kaget setengah mati.
“eh, gue sama Riko nggak…”
“nggak pa-pa, gue udah tau kok. Lo yang bantuin Riko buat ngedeketin gue kan?” potong Shilla. Agni binggung. Kapan-kapan gue bantu Riko? Orang tiba-tiba Riko ngomong udah jadian, sama gue. Batin Agni.
Agni sudah akan bertanya lebih lanjut saat lagi-lagi omongannya dipotong.
“Shilla, kantin yuk? Laper!” rengek Riko pada Shilla. Duuh! Yang baru jadian. “kita kantin dulu yah, Ag!” pamit Riko pada Agni.
Riko pergi bergandengan tangan dengan Shilla. Shilla sempat tersenyum pada Agni dan tentu aja Agni balas, walau sebenarnya agak kikuk. Agni masih binggung, apa benar Shilla juga suka sama Riko? Atau Riko cuma di jadikan pelarian sementara? Agni menatap punggung Riko dan Shilla yang menjauh dan hilang dari pandangannya.
“kan sudah gue bilang jangan deket-deket Riko!”
Suara Cakka seakan menggema di telinga Agni. Sejenak Agni langsung ingat kalo tadi ada Cakka yang merhatiin dia. Cakka sudah bersandar di pohon dekat Agni sekarang. Matanya menatap Agni tajam seolah Agni sudah ngutang sama Cakka dan belom dibayar sampe sekarang.
“suka-suka gue!” ujar Agni ketus. Kali ini entah dapat kekuatan dari mana Agni berani menantang Cakka.
Cakka tambah menyipitkan matanya. Sudah mulai berani ternyata. Agni nggak bergeming di tempatnya, dia melawan tatapan Cakka dengan balik menatap. Agni muak dengan rasa takutnya yang berlebihan. Kalau pun dia di tampar seenggaknya Cakka nggak bakal ganggu dia lagi.
Cakka mendekat ke Agni dengan nggak ngelepasin tatapannya ke Agni. Agni masih tampak berani dan memang berani menghadapi Cakka. Gue salah sama ceweknya, bukan dia! Dalam hati Agni terus mengulang kalimat-kalimat itu sebagai keyakinan atas keberaniannya ini.
Cakka sudah berdiri tepat di depan Agni. Tinggal selangkah Cakka mungkin sudah nempel sama Agni. Agni masih nggak bergeming. Suara gila dari hati Agni meminta dirinya ditampar biar selesai. Cakka menengadahkan kepala Agni yang sempat tertunduk. Matanya seakan menusuk tepat manik mata Agni. Cakka mendekatkan wajahnya ke wajah Agni. Mata Agni terpejam kuat sambil memaki diri sendiri dalam hati. Iya kalo di gampar, kalo di cium? Mending gampar!!!
Beberapa menit Agni nggak merasakan apa-apa. Perlahan Agni membuka mata dan mendapati Cakka tersenyum, senyum yang di akui Agni adalah senyum termanis Cakka yang pernah dia liat. Agni sadar dari keterpanaan akan senyum Cakka dan mengambil langkah mundur.
Cakka terkekeh. “Lo kenapa?” tanyanya.
Rona merah yang terang akan rasa malu terpancar jelas dari wajah Agni. Tangan Agni terkepal dan bersiap menghajar cowok didepannya namun karena masih sadar Agni mengurungkan niatnya.
“gue nggak mau ngikutin kemauan Lo lagi!” Agni pergi meninggalkan Cakka. Agni nggak membayangkan gimana warna wajahnya saat ini. Selesai sudah semua masalah. Riko dan Cakka. Tuntas!
“itu bukan berarti semua selesai!” gumam Cakka sepeninggal Agni.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar