Selasa, 26 April 2011

PsycoLove #3


“Vi, bilangnya ada anak baru yah?” tanya Agni. Agni sudah di perbolehkan masuk sekolah hari ini, tapi tetap aja kalo sekali lagi bikin masalah Agni bakal langsung di keluarkan.

“iya,” jawab Via singkat. “eh, Iyel udah datang loh, Ag!”

“udah tau!”

“kok tau?” tanya Via.

“kemaren dia kerumah gue, ngebocorin semua rahasia gue waktu SMP! Semua! Lo bayangin deh, gimana reaksi bonyok gue?” Agni mendengus kesal menceritakan kelakuan Iyel saat datang ke rumah Agni kemaren.

“udah lah, Ag! Lupakan!” kata Via sambil terkekeh. Via tahu banget rahasia Agni waktu SMP. Tidur dikelas, bolos pelajaran, nggak ngerjain PR, ngelawan guru, ngerjain anak kelas lain dan masih banyak lagi rahasia Agni. Nggak kebayang reaksi mamanya Agni waktu ngedengar rahasia Agni.

“ada Bu Winda!!” teriak Patton si ketua kelas dari depan. Anak-anak lain yang tadinya di luar dan bergerombol ngerumpi segera balik ke tempat duduk masing-masing.

Bu Winda masuk dengan seorang anak cowok yang mengikutinya dari belakang. Anak baru!

“selamat pagi! Hari ini kelas kita kedatangan murid baru. Ayo, kenalkan diri kamu!” perintah bu Winda pada cowok itu.

Cowok itu menggangguk kemudian maju satu langkah. “perkenalkan, nama saya Iyel. Lengkapnya Gabriel Damanik!”

Agni dan Via melotot nggak percaya melihat cowok di depan kelas mereka saat ini. Iyel?! Via memandang Iyel senang. Gue ada teman curhat lagi deh! Batin Via. Curhat sama Iyel lebih baik dari pada curhat sama Agni. Curhat sama Iyel lebih nyambung, tapi kalo curhat sama Agni, sama aja curhat sama patung batu!

“kenapa dia sekolah di sini? Sekelas pula!” gumam Agni pelan. Rambut Agni sudah acak-acakan. Dia sama sekali nggak nyangka tukang bongkar rahasia itu sekolah di sekolahnya. Bisa-bisa rahasia Agni yang ada di SMA terbongkar semua.

“Ag, gue duduk samping Via dong!” datang-datang Iyel meminta tempat duduk Agni. Agni yang sudah jengkel sedari kemaren akhirnya meledak saat itu juga.

“hidup Lo ribet banget sih?! Bikin susah orang aja!! Duduk di belakang sono noh! Lo nggak liat apa di sini ada gue yang lagi duduk!” teriak Agni dengan 1 tarikan nafas.

Sekelasan memandang Agni cengo. Lebih-lebih bu Winda, dia melotot pada Agni. “Agni!! Keluar!!” perintah Bu Winda. “berdiri di depan tiang bendera sampe jam istirahat!”

***

“Lo sih nggak ngasih gue duduk di samping Via, di jemurkan Lo!” ujar Iyel.

Sekarang jam istirahat dan hukuman Agni sudah selesai, tapi dia masih aja di depan tiang bendera dengan keadaan lemes tentunya, nggak kuat ngapa-ngapain. Agni duduk selonjoran menyender pada tiang bendera. Di sampingnnya ada Via yang lagi ngipas-ngipasin Agni pake tangan. Yang asli, nggak kerasa anginnya sama sekali.

“gue bikin mati Lo!!” bentak Agni. Iyel yang di bentak malah ketawa ngakak.

“huh! Malas gue berantem sama Lo! gue tau Lo kangen sama gue, tapi nggak gini caranya kalo mau cari perhatian gue!” kata Iyel pede. “ayo, Vi gue mau coba makanan kantin sekolah sini!” Iyel langsung menggandeng Via. Agni di tinggal sendirian.

“mau pesan apa Lo?” tanya Via pada Iyel yang ada disebelahnya. Iyel nggak menjawab, Iyel tampak lagi mengamati seisi kantin. “Iyel?”

“eh! Apa aja deh gue, Vi!” ujar Iyel gelagapan. Via nggak ambil pusing sama nada suara Iyel langsung mesen. “udah mesennya? Kita nyari meja yuk!” ajak Iyel dan langsung narik tangan Via atau tepatnya gandeng tangan Via.

“hai? Boleh gabung? Penuh nih!” tanpa disetujui sang empunya yang lagi menempati meja, Iyel langsung duduk. “ayo, Vi!” ajak Iyel pada Via yang masih berdiri.

“boleh, Vin?” Tanya Via pada Alvin sang empunya meja.

“boleh lah! Orang ini meja punya kantin! Bukan punya dia!” sahut Iyel santai. Via melotot ke arah Iyel, dan Alvin? Alvin diam, sedang berpikir cara mengenyahkan mahluk ghaib yang ada didepan matanya ini.

“Cakka mana, Vin?” tanya Via setelah duduk di depan Alvin dan sudah pasti di samping Iyel.

“nggak tau,” jawab Alvin ketus. Via kaget. ini pertama kalinya Alvin ngomong ketus sama dia. Biasanya Alvin selalu lembut kalo ngomong sama Via.

“Vin? Lo kena…”

“gue mau ngomong sama Lo di taman sepulang sekolah!” Alvin berlalu meninggalkan Via berdua Iyel.

“cowok aneh!” komentar Iyel.

“diem Lo!” sahut Via. Alvin mau ngomong apa? Batin Via terus mengajukan pertanyaan yang sama.

***

Sepulang sekolah Via berjalan ke taman belakang sekolah. Iyel dan Agni nggak ikut. Jadi cuma Via sendiri. Sebenarnya Iyel sudah maksa-maksa mau ikut tapi keburu diseret Agni di suruh pulang. Agninya sendiri bareng Riko lagi.

“gue suka sama Lo, Vi!” suara Alvin tiba-tiba dari belakang Via. Via ingin menoleh tapi sekarang badannya sudah di peluk Alvin dari belakang.

“Vin! Apaan sih?” Via meronta-ronta melepas pelukan Alvin.

“biarkan kayak gini, Vi! biarkan sebentar gue meluk Lo!” bisik Alvin. “gue pengen Lo tau kalo gue sayang sama Lo, gue cinta sama Lo dan gue pengen milikin Lo!”

Via membeku, nggak sanggup berkata apa-apa. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

“Vin?” pelan Via melepas pelukan Alvin. Tampak kekecewaan diwajah Alvin.

“gue… gue juga sayang sama Lo, Vin! Tapi gue nggak yakin itu cinta atau sekedar sayang.”

“seenggaknya Lo biarkan gue milikin Lo sampe Lo yakin sama perasaan Lo?” Alvin menatap Via penuh harap.

“gue…”

***

“gue dukung seratus persen rencana Lo, Ko! Memang harus begitu! Seenggaknya Shilla tau Lo suka dan sayang sama dia! Urusan keterima nggak keterima, belakangan aja lah!” dukung Agni semangat.

Mereka sedang berada disebuah Café dekat sekolah. Riko mengutarakan niatnya untuk menembak Shilla, seenggaknya cukup ngasih tau Shilla kalo Riko suka padanya.

“Lo bantu gue kan?” Riko kelihatan ragu. Agni memegang tangan Riko untuk meyakinkannya.

“tenang! Gue bantu Lo dari balik layar! Kan gue dalang dan Lo wayangnya!”ujar Agni dan berhasil ngebuat Riko sedikit tersenyum. Agni dan Riko pun mulai membicarakan rencana mereka. Penuh tawa saat mereka berdiskusi. Tanpa Agni dan Riko sadari ada seseorang yang memperhatikan mereka.

“ayo pulang,” ajak Riko saat mereka sudah selesai makan. Agni nurut, mereka berjalan beriringan menuju parkiran.

Saat Riko berjalan tiba-tiba ada seorang cowok dengan memakai topi yang sepertinya sengaja menabrak Riko.

“heh! Lo jalan liat-liat dong! Nggak liat apa ada orang? Cepet minta maaf!” perintah Agni dengan suara keras.

Cowok itu diam dan menunduk menyembunyikan wajahnya. Agni berdecak kemudian mendekat ke cowok itu, setibanya dihadapan cowok itu. sang cowok mengangkat kepalanya.

“Cakka?”

***

Pagi ini Via dan Agni berangkat bareng. Nggak seperti biasanya perjalanan mereka ke sekolah sunyi tanpa suara. Via tampak malas ngoceh pagi ini dan Agni memang malas ngomong dari kemaren. Mereka sedang tampak bergelut dengan pikiran masing-masing.

“Via!! Awas!!” Agni sadar dan berteriak pada Via yang akan menabrak mobil didepannya.

Via kaget dan langsung menginjak pedal rem kuat-kuat, namun terlambat. Mobil Via sudah menyentuh belakang mobil itu. Pemilik mobil kelihatan membuka pintu mobilnya dan turun. Via bisa melihat dengan jelas siapa yang turun dari dalam itu. Alvin!

Alvin bersiap mendamprat orang yang telah menabrak mobilnya, namun urung dia lakukan setelah melihat siapa yang sudah menabraknya.

“Via?!” Alvin mengetuk-ngetuk pintu mobil Via. Via masih kelihatan kaget atas kejadian barusan. Alvin masih terus mengetuk dan memanggil-manggil nama Via.

“Via, Lo keluar gih! Lo udah nabrak mobil dia tuh!” suruh Agni sambil menunjuk keluar jendela mobil.

Via tersadar dan segera membuka pintu mobil. “maaf,” hanya itu yang keluar dari mulut Via.

Alvin memperhatikan Via yang kelihatan gemetar. “Via? Kenapa?” tanya Alvin lembut. Via hanya menggeleng kuat-kuat.

Via masih kepikiran kemaren waktu Alvin nembak dia. Via ngijinin Alvin buat miliki Via, tapi Via sendiri belum yakin sama perasaannya dan itu ngebuat Via ngerasa bersalah sama Alvin. Dengar dari orang-orang yang sempet dekat sama Alvin, Alvin kalo sayang sama orang pasti bakal sulit dia lepaskan. Dalam arti Alvin pasti sayang banget sama orang itu dan pasti ngorbanin segalanya buat orang itu. Sekarang ‘orang itu’ adalah Via.

Alvin memandang Via lembut. Alvin tau banget kalo cewek di depannya ini sedang dilema. Tapi Alvin sendiri sudah terlanjur sayang sama Via dan nggak bakal mau ngelepasin Via.

Agni yang sedari tadi menonton ikut diam mengikuti alur cerita yang entah akan berakir di mana. Agni melirik jam di tangannya. Mampus! 5 menit lagi gerbang di tutup!

“Via! 5 menit lagi gerbang di tutup!” seru Agni.

“eh, iya!” respon Via lambat. Via ingin segera menutup pintu mobil tapi di tahan Alvin.

“Lo bisa nyetir mobilkan, Ag?” tanya Alvin.

“maksud Lo?!” Agni mulai sewot. Sudah 2 kali Alvin ngeremehin dia.

“bagus,” sewotan Agni menjadi jawaban ‘iya’ bagi Alvin. “Lo tolong ijinin gue sama Via. Hari ini gue sama Via mau pergi sebentar.” Alvin menarik tangan Via dan membawanya ke mobilnya. Nggak ada respon dari Via, hanya tatapan binggung yang dia liatkan pada Alvin dan yang di tatap hanya memberi senyum manis pada Via.

Mobil Alvin berlalu meninggalkan mobil Via. Agni yang ada di dalam mobil Via binggung sendiri. Tapi nggak mau ambil pusing, langsung pindah ke bangku pengemudi dan melaju menuju sekolah.

***

“Vin, mau kemana?” Via bertanya tujuan Alvin untuk kesekian kalinya, dan untuk kesekian kalinya Alvin hanya memberi senyum manis sebagai jawaban yang sama sekali Via nggak ngerti artinya.

Alvin terus melajukan mobilnya. Disamping Alvin, Via masih bertanya-tanya mau kemana mereka. Mobil Alvin berhenti dan Alvin turun duluan. Via masih terpaku didalam mobil dan memandang ke sekitarnya. Dimana nih? tanyanya dalam hati. Sepanjang mata melihat hanya ada pepohonan yang menjulang.

“ayo!” Alvin membuka pintu mobil disebelah Via membuyarkan lamunannya.

“kemana?”

Seperti biasa nggak dijawab dengan kata-kata tapi pake senyuman. Via binggung, tapi akhirnya hanya mengikuti Alvin yang sudah jalan duluan.

“Alvin! Tungguin!” kata Via manja. Alvin berhenti sejenak dan tersenyum lebar. Tanpa bicara Alvin segera menggandeng Via yang baru tiba disampingnya. Mereka bergandengan tangan dan memasuki area hutan. Alvin mau kemana? Kok ke hutan? Via jadi parno sendiri, tapi cepat-cepat dia tepis rasa takutnya.

Mereka jalan dalam diam sampe semilir angin Via rasakan menghembus wajahnya dan kemudian Via takjub melihat yang ada didepannya. Alvin tersenyum memperhatikan wajah Via. Dalam ekspresi apa pun wajah Via tetap cantik.

“pantai?” gumam Via pelan.

Alvin hanya tersenyum penuh arti. “kita main air yuk!” seru Alvin dan langsung menarik tangan Via menuju pinggir pantai. Mereka berlarian sambil saling mencipratkan air satu sama lain.

“Alvin! Basahkan!!” teriak Via sambil memperhatikan bajunya yang basah kuyup. Alvin datang mendekati Via. Baju Alvin memang basah, tapi nggak sebasah Via.

“maaf, Vi. Terlalu bersemangat!” ujar Alvin. Via cemberut. “mukanya jangan ditekuk, ntar jelek!”

Bukannya membaik Via malah jadi ngambek. “ya sudah kalo gitu!” Via berjalan menuju ketengah laut.

“eh! Jangan dong, ntar Alvin sama siapa kalo nggak ada Via?” Alvin menahan Via yang akan berjalan lebih lanjut.

“Lo sama Shilla aja sono!” ujar Via ketus.

Alvin kaget mendengar nama Shilla disebut-sebut. Terakhir memang dia yang memutuskan Shilla. Tapi entah mengapa rasa sakit saat Shilla memutuskan Alvin masih terasa sampai sekarang. Raut wajah Alvin berubah dan Via menyadari itu, tapi nggak tau harus berbuat apa.

“jangan sebut nama dia lagi!” bentak Alvin tiba-tiba.

Via kaget. ini kali pertama Alvin ngebentak Via kayak tadi. Via menunduk dan matanya mulai berair, perlahan bulir-bulir air mata membasahi pipi Via. Badannya gemetar, entah karena dingin, takut atau merasa bersalah.

Alvin sadar atas perlakuannya ke Via. Dia akui itu nggak sengaja tapi tetap aja yang barusan tadi dia lakukan dalam keadaan sadar.

“Vi, maaf” Alvin berniat memeluk Via, tapi Via segera mundur beberapa langkah.

“nggak, gue yang salah! Gue yang harusnya minta maaf. Nggak seharusnya gue nyebutin nama orang yang paling Lo sayang.” Lirih Via.

Nada suaranya terdengar takut dan kecewa. Kecewa? Mungkin karena Via ngerasa kalo sebenarnya Alvin masih sayang sama Shilla dan Alvin meminta Via menjadi pacarnya hanya sekedar untuk pelarian.

Alvin segera memeluk Via. Nggak peduli cewek yang dipeluknya meronta-ronta, Alvin tetap meluk Via. “gue nggak maksud, Vi!” bisik Alvin di tengah pelukannya. Tubuh Via mulai berhenti meronta, malah membalas pelukan Alvin. Diam, hanya sesekali terdengar isakan Via. Via menangis.

Alvin melepaskan pelukannya dan menghapus air mata Via dengan jarinya. “percayain hati kamu buat aku. Aku sayang kamu dan selamanya selalu begitu.”

Via terhenyak mendengar perkataan Alvin. Begitu mengenai hati dan perasaannya. Perlahan keyakinan Via pada Alvin mulai tumbuh. Via percaya sama Alvin. Dan seperti yang Via katakan dulu, kalo Via jadi Shilla. Via nggak bakal pernah mau ngelepasin Alvin.

Via memeluk Alvin tiba-tiba. Tubuh Alvin sempat terdorong kebelakang tapi segera di tahannya, Via erat memeluk Alvin. Alvin seolah tau apa arti pelukan Via, dia hanya tersenyum dan mengusap rambut Via sayang.

***

“Via mana?” tanya Iyel saat Agni tiba di sekolah. Agni bungkam seribu bahasa. Dia lagi bener-bener malas ngomong. Lagi banyak pikiran. Riko? Gimana caranya bantuin Riko? Pikir Agni dan mengacuhkan Iyel yang sedari tadi ngomong dengannya.

“nggak tau gue,” Agni langsung ngeloyor keluar kelas dan ninggalin Iyel sendiri.

Hari ini ternyata guru-guru di dekolah mereka sedang rapat, pantas aja Alvin berani ngajak Via kabur bareng. Orang nggak belajaran jadi toh nggak apa-apa. Agni ngedumel sendiri sambil jalan. Kalo tau gue nggak masuk sekolah! Batin Agni. Niat Agni buat kabur sudah tersusun rapi di kepalanya, tapi jadi berantakan mengingat mobil Via yang ada di parkiran sekolah.

Agni menghela nafas meratapi nasibnya. Dengan hanya mengandalkan naluri Agni berjalan hingga tanpa dia sadari langkahnnya berhenti pada taman belakang sekolah. Agni melihat sesosok orang yang lagi bersender di balik sebuah pohon besar, atas dasar penasaran Agni mendekat dan mendapati Cakka sedang kesakitan sambil memegang perban dan obat merah.

“Kka?” Cakka menoleh ke sumber suara yang memanggilnya. Agni berdiri tepat di belakangnya.

“ngapain Lo?” tanya Cakka ketus. Dia kembali bergelut dengan perban yang ada di tangannya. Tampak kesusahan membalut luka di tangan kanan hanya dengan tangan kiri yang aktif.

“Lo nggak pa-pa?” tanya Agni khawatir.

Kenapa Agni khawatir memang masih sebuah pertanyaan. Cukup kemaren-kemaren Agni melihat wajah Cakka babak belur dan hari ini Agni melihat sekujur tubuh Cakka luka-luka. Bukan kenapa-kenapa, Agni ngeri ngeliat orang yang kayak gitu.

Cakka sama sekali nggak ngerespon pertanyaan Agni. Agni jadi keki sendiri di kacangin. Gue kan nanya baik-baik! Lo nggak menghargai banget sih? Jeritan hati Agni. Walaupun tanpa persetujuan Cakka, Agni segera merampas perban dan obat merah dari tangan Cakka.

“apaan sih Lo!”

Cakka bersiap bangkit berdiri tapi di tahan Agni yang dengan kurang ajarnya langsung ngedorong kepala Cakka nyender paksa di pohon. “diem!!”

Agni duduk menghadap Cakka dan dengan hati-hati merawat luka-luka Cakka. Untuk kali ini Cakka terdiam nggak ngelawan. Dia membiarkan Agni merawat luka-lukanya. Wajah Agni tampak begitu menarik dimata Cakka, layaknya tontonan seumur hidup sekali. Cakka menatap tanpa kedip Agni yang ada di depannya.

“selesai!” ucap Agni bangga. Cakka menghentikan tatapannya ke Agni dan beralih ketangan kanannya yang tadi terluka. “ini tanda permintaan maaf gue atas hujan jus di kepala cewek Lo!” lanjutnya.

Agni merapikan semuanya dan ingin beranjak pergi saat Cakka tiba-tiba menarik tangan Agni hingga Agni jatuh ke pelukan Cakka, atau tepatnya jatuh nindih badan Cakka. “kalo Lo mau minta maaf, ngobatin gue aja itu belum cukup!”

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar