Rabu, 27 April 2011

PsycoLove #16

Agni duduk melamun di atas tempat tidurnya. Berpikir keras dengan apa yang terjadi padanya. Dia akui kini kalo dia cinta mati sama Cakka. Cinta mati? Mungkin cinta biasa, hanya saja Agni merasa kalo nggak ada Cakka serasa ada yang hampa.


Setelah kejadian kemarin, permasalahan Cakka dengan Zahra tuntas sudah. dan masalahnya sendiri dengan Cakka masih gantung. Cakka nggak memberi penjelasan apa-apa kemarin. Yang Agni tau sebelum-sebelumnya dia sama Cakka… begitulah terus semuanya gelap.

Agni beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi, nggak bisa munafik kemana pun Agni pergi otaknya nggak bisa berhenti memikirkan Cakka. Dia bener-bener cinta sama Cakka sekarang dan terus, apa yang mesti dia lakukan?

“gue… gue mesti gimanaaa?!!” Agni mendengus, putus asa.

Saat perlahan rasa cinta itu tumbuh dan berkembang, saat itu juga dirinya merasa ada sesuatu yang kurang. Saat sang mentari tak lagi ada untuk menyinari dan semuanya menghilang. Cinta itu menghilang dan berganti kesengsaraan.

Pagi ini awal yang baru buat Agni, juga sekaligus tantangan yang baru untuk dirinya.

***

Alvin nggak ada henti mondar-mandir di depan kamar bercat putih yang ada di sampingnya. Kamar yang di dalamnya di tempati gadis moody biang kerok masalah hidupannya. Via, Via cukup menyusahkan sebenarnya. Tapi bagi Alvin, Via adalah pelengkap hidupnya. Tanpa Via semua hampa.

Sudah hampir dua jam Alvin mondar-mandir di depan pintu. Meminta, memohon sampai memelas pada Via agar mau ngebukain pintunya. Via belum makan dari kemarin dan Alvin dengan niat baik pengen ngasih Via makan, tapi Via sudah berburuk sangka duluan.

“Vi,”

“pergii…!!” satu kata dari Alvin dibalas satu kata lima oktav oleh Via.

Via yang sekarang nggak lagi takut sama Alvin, Via yang sekarang marah! Sangat marah sama Alvin! Apa-apaan cowok kayak Alvin? Sudah posesif! Sekarang ikutan kurang ajar kayak Cakka! Setelah kejadian kemarin, harus jutaan kali Via berpikir kalo mau takut sama Alvin. Alvin itu nggak ada apa-apanya!

“pergi! Gue nggak mau ngeliat muka Lo lagi!”

Alvin bingung sama permintaan Via, masa Via ngeminta dia buat pergi dari rumahnya sendiri? “Vi, aku minta maaf.” Ucap Alvin lunglai. Cape sudah menghadapi Via.

“telat!!”

Keadaan berbalik, sekarang Alvin bener-bener kelabakan sama tingkah Via yang berbading 1000 derajat dari biasanya. Via sekarang jadi cewek kepala batu yang ngotot banget sama keputusannya. Sifat Alvin dan Via tertukar!

CEKLEK!!

Pintu kamar yang di tunggui Alvin tiba-tiba terbuka. Bagai hujan di musim kemarau, wajah Alvin sumringah melihat Via akhirnya membukakan pintu. “gue mau pulang,” kata Via langsung setelah pintu terbuka lebar-lebar.

Alvin nggak terlalu peduli sama yang Via ucapkan dan langsung-langsung memeluk Via. Nggak peduli gadis dalam pelukannya ini berontak sekuat apa pun Alvin tetap memeluknya erat. Seakan tak ingin kehilangan gadisnya ini.

“lepas!” Via membentak sambil terus memberontak. “gue bilang lepas!” Via membentak lebih keras dan mendorong Alvin menjauh dengan kuat. “gue mau pulang!”

“nggak bakal gue ijinin!”

Well! Keadaan kembali berbalik. Alvin telah menjadi dirinya kembali, dan Via? Via… nggak peduli!

“pokoknya gue mau pulang!” tegas Via tandas.

“nggak boleh!” balas Alvin nggak kalah tandas.

Via menatap Alvin kesal. Memutar otaknya cepat mencari ide cermelang. Secermelang mungkin agar dia bisa lolos dari kandang singa rumah Alvin dengan Alvin sebagai singanya. Sesuatu yang bisa ngebuat Alvin menjauh darinya sebentar saja dan dia bakal ngibrit lari ke pintu keluar yang terbuka lebar nan jauh disana.

KRUNYUK!!

Keheningan terpecah oleh sesuatu suara yang tak di duga-duga. Sungguh sangat kebetulan, cacing dalam perut Via berseru kelaparan. Via langsung salah tingkah. Cacing kurang ajar! Nggak ngerti keadaan apa?!

Alvin terkekeh. “kalo lapar bilang,”

“siapa yang lapar?” potong Via cepat.

KRUNYUK…

Lagi, cacing dalam perut Via yang tak sepaham dengan perkataan Via langsung menggelar demo besar-besaran di tempatnya.

“duduk di situ,” Alvin menunjuk sofa yang ada di dekat mereka. “aku ambilin kamu makanan.” Alvin kemudian pergi masuk kedalam, tapi sebelum masuk Alvin sempat-sempatnya mengecup kening Via.

Via terpaku sebentar lalu mulai melangkahkan kakinya menuju sofa yang ditunjuk Alvin. Serasa melayang Via tau-tau sudah sampai dan duduk manis disana. Di kepala Via sekarang seakan ada beberapa gelembung yang memainkan saat-saat romantis antara dirinya dan Alvin.

Blupp! Serasa ada gelembung yang pecah tepat dihadapannya dan itu membuyarkan semua gelembung kenangan manis Via. Via tersadar dan cepat-cepat menggeleng kepalanya. Menghilangkan pengaruh kenangan itu.

Alvin nggak ada? Via memandangi sekitarnya teliti, siapa tau Alvin diam-diam memata-matai. Ini kesempatan! Kesempatan bagus!

Via berdiri dan celingak-celinguk kemudian berharap nggak akan menemukan sosok Alvin, dan Tuhan sekarang memihaknya. Perlahan Via berjingkat-jingkat menuju pintu keluar yang terbuka lebar. Seperti pintu kebebasan di mata Via.

Saat Tuhan berkehendak dan semuanya terjadi. Saat manusia berbuat dan harus menanggung akibatnya. Kekuatan penuh, Via kerahkan saat sampai di depan pintu. Via kabur!!

***

Agni lebih memilih jalan memutar saat melihat Cakka beserta teman-temannya ternyata sedang duduk bergerombol didepan kelas. Sengaja memutar juga melewati belakang ruang-ruangan kelas agar tak terlihat oleh Cakka.

“eh?” Agni terkejut melihat beberapa teman sekelasnya yang bergerombol duduk lesehan saat Agni melintas di belakang kelasnya. “heh! Ngapain Lo pada?”

Semuanya menoleh kaget lalu menatap Agni tajam. “kenapa?” tanya Agni, bingung.

“Lo mata-mata?” Patton sang ketua kelas berdiri dan menatap Agni menyelidik.

Alis Agni bertaut. “mata-mata apaan? Gue baru datang ini, Lo nggak liat?” sungut Agni kesal. Aneh banget si Patton dkk. Mata-mata dari Jerman?!

“ooh, sukur deh!” Patton dkk menghela nafas lega.

“emang ada apaan? Lo pada ngumpet dimari semua?”

“sekolah kita mau ngadain pentas seni.” Patton berhenti sejenak menarik nafas. “dan sekarang bu Winda lagi gencar-gencarnya nyari pemeran buat theaternya. Mana pas pementasannya ngundang anak sekolah lain lagi.”

“ooh,” Agni ber-ooh ria tanpa minat. Cowok-cowok emang lebay. Begituan doang.

“gue belum selesai!” Patton melirik Agni dengan sebelah mata, bentar lagi pasti terkaget-kaget dia. “judul theaternya, Snow White.”

Agni mematung. “heh?! APAAA?? Snow White?”

Patton dkk panic, Agni teriaknya kenceng banget! “aelah, Ag! Lo diem ngapa, makanya kita-kita pada ngumpet dimari biar nggak kena tunjuk bu Winda. Lah Lo malah ngejerit nggak jelas!” sungut Patton.

Agni cengengesan. “ya maaf, kan gue kaget.” belanya.

 “Lo juga nggak mau kan? Masa kita yang udah gede gini theaternya Snow White, emang sih ada cium-ciumannya. Tapi iya kalo jadi pangeran, kalo jadi kurcaci? Mending gue jadi penonton.” Ratap Dayat yang ada ditengah-tengah mereka.

“yang jadi pangeran juga, iya kalo ciumannya bener. Kalo rekayasa doang, ya siapa mau?” kali ini Goldi wakilnya Patton yang meratap.

“hhuuuu…!!” serempak semua menyorak. “itu mah maunya Lo, cium-ciuman.” Ujar Patton sambil menggeplak kepala wakilnya.

Perbincangan seputar theater pun mulai di buka diantara pelarian siswa anti Snow White dan Agni, Agni agaknya perlahan bisa menghapus separuh wajah Cakka dari pikirannya. Ingat teman emang ampuh menghilangkan segala macam kegundahan. Bener kata Project Pop.

***

Via berjalan cepat sambil menundukan kepalanya dalam-dalam. Dengan rambut terurai, Via sengaja menunduk biar nggak ada yang melihat wajahnya. Via sekarang sedang menjadi tontonan orang di sekitarnya. Dengan penampilan yang bisa dibilang aneh, nggak salah kenapa Via menjadi pusat perhatian.

Via memakai kemeja besar lengan panjang yang Via perkirakan adalah baju Alvin, terus lanjut ke celana basket yang pendeknya hampir nyamain celan renang dan selesai. Alas kaki? Di kaki Via saat ini sama sekali nggak terlandasi apa-apa dan ehm, bahasa gaul biasa menyebutnya ‘Nyeker’

Masih dengan berjalan cepat, Via sesekali menoleh kebelakang utuk jaga-jaga siapa tau Alvin ngejar dia. Via sebenarnya nggak tau mau kemana, bisa di bilang tujuannya saat ini asalkan bisa lari dari Alvin. Tapi masalahnya mau kemana…??

Kuping Via udah kebal dari semua komentar orang-orang sekitar. Hampir semua komentar yang Via dengarkan sama semua. Nada prihatin yang orang-orang itu katakan bahkan mampu membuat Via drop dan mengasihani dirinya sendiri.

“kasian, cakep-cakep gila!”

***

Hari itu juga pencarian sang pangeran dan putri Snow White di mulai, tapi masih Nol yang mau ngedaftar. Bu Winda selaku koordinator pusing tujuh keliling memikirkannya. Namun secara tiba-tiba seakan ada cahaya terang benderang yang secepat kilat masuk kedalam kepalanya.

Bu Winda berjalan dengan bunyi ‘klok-klok-klok’ dari sepatu haknya menuju kelas XI-PA3, gudangnya persediaan cowok-cowok cakep. Cakka beserta teman-teman yang tadinya nongkrong depan kelas pun langsung berebutan masuk kedalam kelas.

“pagi?” bu Winda menyapa siswa XI-PA3 dengan senyum menawan bibir merah menyala. Sekelasan bingung dengan bu Winda, ada apa gerangan sebenarnya? Senyum itu, senyum musibah!

“ibu akan memilih satu anak cowok buat jadi pangeran di theater ibu.”

Ini lah musibahnya. Bukan musibah, hanya sedikit bencana. Belum sempat komplen dengan keputusan bu Winda. Bu Winda ternyata sudah menjatuhkan pilihannya. “Cakka, kamu…”

“jangan saya, Bu! Alvin aja, Alvin pasti mau.” Cakka langsung menolak dan menawar Alvin sebagai gantinya.

Bu Winda diam. Sebenarnya bu Winda tidak bisa di tentang, tapi berhubung Alvin juga tampan jadi nggak masalah. “oke, mana Alvin sekarang?”

“nggak masuk, Bu! Tapi besok pasti masuk!” Bu Winda mengangguk takjim kemudian melangkah keluar kelas.

“Bu!” seorang cewek memanggil bu Winda kembali. “pemeran putrinya nggak sekalian?” tanyanya mupeng.

Bu Winda menggeleng pelan sambil tersenyum. “pemeran putrinya ibu seleksi!”

Saat itu juga pendaftaran untuk menjadi Snow White menjadi hal yang sangat menarik. Semua cewek mulai dari kelas X-XII berlomba-lomba mendaftarkan diri. Siapa sih yang nggak mau jadi Snow White yang bersanding sama Prince Alvin?

***

Deru mobil melaju kencang sepanjang jalan raya, melintas melewati sederetan rumah-rumah mewah. Dengan Patton dkk beserta Agni di dalamnya mereka memutuskan buat bolos dan nyari tempat buat makan. Goldi mau ngetraktir!!

“nggak-nggak! Siapa bilang gue mau traktir Lo pada?” elak Goldi tanpa perasaan. Orang nggak ada bilang, tau-tau Goldi mau traktir! Siapa yang bilang hah?

“ya udah,” Patton yang tadinya membawa mobil memperlambat laju mobilnya dan menepi di salah satu komplek perumahan elite. “Lo pilih ngetraktir apa turun di sini?” tanya Patton mengancam.

Ampuh! Goldi yang tadinya menolak mati-matian akhirnya mengangguk lemah. “iya deh!”

Tertawa penuh kemenangan berkumandang di dalam mobil dan Patton pun mulai kembali menginjak pedal gas menjalankan mobil.

“stop-stop-stop!!” Agni menjerit dan ngebuat Patton reflek ngenginjak pedal rem kuat-kuat.

Semua terlonjak kedepan akibat Patton yang ngerem mendadak, atau spesifiknya akibat jeritan Agni yang super nyaring di telinga Patton. “ada apaan sih, Ag? Gue kaget tau!” sungut Patton sambil mengelus kepalanya yang sempat beradu dengan setir.

“itu! cewek itu, liat nggak?” tunjuk Agni pada seorang cewek yang berjalan lunglai dengan rambut acak terurai. “itu kayak Via!”

“mana-mana?” semua dalam mobil langsung berlomba memandang kearah yang Agni tunjuk. “masa sih itu Via, Ag? Miripan orang gila.” Ujar Dayat yang duduk di sebelah Agni.

“itu Via, gue yakin!” Agni membuka kaca mobil di sebelahnya dan menjulurkan kepalanya keluar. “Via!!?!” panggil Agni.

Tak berselang beberapa lama orang yang Agni panggil menoleh. Dan itu … itu bener Via!!

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar