Rabu, 27 April 2011

PsycoLove : Alvia #14


“aku pengen kamu ngelupain aku selamanya! Lupain semua tentang kita, semua yang pernah ada!”

Perkataan Via itu seakan menampar Alvin telak. Via mengucapkannya lantang dan keras saat itu. seakan ingin menegaskan pada Alvin kalau dirinya sudah benar-benar ingin Alvin pergi dari hidupnya. Menghapus semua tentang Alvin dan melupakan kisah mereka.


Seorang Alvin, dia sendiri yang mengucapkan akan menuruti permintaan Via saat itu, tapi sebenarnya Alvin sendiri yang nggak sanggup. Alvin nggak sanggup menurutinya dan Alvin nggak mau!!

Nggak semua janji saat di ikrarkan harus segera di laksanakan. Ada saatnya janji itu di ikrarkan hanya sekedar untuk di langgar juga di ingkari. Alvin akan melakukannya. Alvin nggak akan melepas Via. Dia akan melanggar janjinya dan apa pun caranya, Via harus kembali pada Alvin!!

Mengawasi Via dari jauh, itu kegiatan Alvin sehari-hari. Hanya memperhatikannya dari jauh dan mengepalkan tangan kuat-kuat jika melihat Via berdekatan dengan cowok lain. Tanpa bisa menarik Via menjauh dari cowok itu, karena mereka sudah nggak ada apa-apa lagi. Antara Alvin dan Via.

“Lo mau ikut nggak? Lumayan buat ngapus yang namanya Alvin dari otak Lo.”

Via mendelik. “maksud Lo?”

Agni terkekeh. “oke-oke, kalo nggak mau ikut nggak usah segitunya kali. Udah ah, gue pergi dulu yow!” Agni berlalu meninggalkan Via sendiri.

Agni tadi ngajak Via buat pergi refresing. Jalan-jalan tapi nggak jelas mau kemana dan tentu saja Via nggak mau ikut.

Pulang sekolah ini, Via pulang sendiri. Tadi nyari Riko tapi dia nggak ada. Apes!

“hai, Vi?” Via berjalan sambil menunduk saat ada yang memanggilnya. Via mengangkat sedikik wajahnya untuk melihat siapa yang memanggilnya. Shilla?

“kenapa?” cerca Via langsung. “gue sudah nggak ada apa-apa lagi kok sama Alvin. Jadi nggak usah khawatir!”

“gue bukan mau ngomongin itu. Lo di cariin orang tadi, nggak tau siapa tapi sekarang dia di parkiran.”

Selesai mengatakan itu, Shilla langsung pergi meninggalkan Via dengan tanda tanya besar di atas kepalanya. Orang? Siapa?

Via menyusuri koridor kelas-kelas dengan ogah-ogahan meski pun tujuannya ya ke parkiran tapi bukan untuk menemui orang itu tujuan Via. Tujuan Via buat pulang! Ada nggaknya orang yang nyari dia tadi, Via nggak peduli sama sekali.

Mobil Via sudah menunggu manis di parkiran sekolah, Via sempat mengedarkan pandangannya tapi nggak mendapati orang yang mencarinya seperti kata Shilla tadi.

“pembohong!”

Masuk kedalam mobil sambil mengumpat, tapi entah kenapa Via malah ingin orang itu sebenarnya ada. Orang itu ada dan sebenarnya orang itu Alvin.

Via menggeleng kuat saat sadar dirinya memikirkan Alvin. Ada apa dengannya? Via kan yang minta Alvin ngelupain dia? Tapi kok sekarang Via yang berharap Alvin yang mencarinya?

‘MELUPAKAN BUKAN BERARTI BERHENTI MENCINTAI, KAMU MASIH MILIK KU DAN SELAMANYA SELALU BEGITU’

Via tersentak dang langsung turun dari mobilnya, tulisan itu terpampang jelas di sebuah spanduk besar yang tergantung tepat di depan mobil Via.

“seperti yang kamu minta, aku sudah ngelupain kamu dan semua tentang kita.” Alvin tiba-tiba muncul di belakang Via dengan membawa setangkai bunga. “sekarang kita mulai dari awal.” Alvin menyerahkan bunga yang di pegangnya pada Via dengan berlutut di hadapannya.

“maksud…”

“aku mau kita mulai dari awal, aku sudah ngelupain tentang kita. Aku sudah ngelupain yang sebelumnya dan sekarang kita mulai dari awal.” Alvin mulai berdiri dan menggenggam tangan Via lembut.

Via masih takjub dengan yang di alaminya sekarang, kenapa jadi begini? Pikirnya. Jujur memang ini yang di harapkan Via, tapi…

“sorry, gue nggak bisa!”

Via menepis tangan Alvin lalu bersiap menaiki mobilnya saat Alvin mencegah dengan mencekal kuat lengan Via. Menariknya menjauh dari mobil dan kembali masuk ke dalam area sekolah, tepatnya ke dalam kelas terdekat.

Via meronta, tapi percuma. Via merintih, tapi di abaikan. Alvin seakan nggak peduli dengan keadaan Via saat ini. Dia cinta Via dan begitulah seharusnya. Via menjadi miliknya dan akan selamanya menjadi milik Alvin.

Alvin menyuruh Via duduk di salah satu bangku kelas dan langsung menuju pintu dan menutupnya rapat. Kembali mendekati Via dan menarik bangku duduk tepat di hadapan Via. Hanya diam memperhatikan Via yang meringgis memegangi lengannya yang habis di cengkram Alvin.

“kasih gue bukti kalo Lo bener-bener nggak cinta gue lagi,”

Via terbelalak. Apa mau Alvin sebenarnya. Via segera berdiri dan Alvin mengikutinya. Via berdiri sangat dekat dengan Alvin sekarang. Alvin diam menunggu jawaban Via. Matanya melembut memperhatikan Via yang menunduk di hadapannya.

“kasih gue bukti kongkrit.” Tegas Alvin, sambil menegadahkan wajah Via. “cium gue! Kalo emang bener Lo udah nggak cinta sama gue.” Alvin langsung berjalan kedepan kelas dan duduk di atas salah satu meja. “gue tunggu!”

Antara percaya dan tidak kalo Alvin yang mengucapkannya. Alvin memintanya melakukan sesuatu yang sangat-sangat nggak masuk akal! Menunjukan rasa nggak cinta dengan cium?

“di bibir!” Alvin melanjutkannya tandas.

Ini penghinaan bagi Via! Alvin mempermainkannya! “gimana bisa Lo bilang, gue harus nunjukin rasa nggak cinta gue sama Lo dengan cium. Sedang kan Lo tau gue memang nggak cinta sama Lo!” teriak Via lantang.

Alvin terkekeh, lalu berangsur mendekati Via. “oh, ya?” tanyanya meremehkan.

Via mulai ketakutan jikalau begini keadaannya. Senyum itu. “gue selesai!” memutar lewat sisi barisan meja yang lain Via berjalan menjauhi Alvin menuju pintu keluar.

Alvin berhenti sebentar lalu kembali dan duduk di atas meja yang dekat dengan pintu. “kenapa nggak mau? Itu tandanya Lo masih cinta, Lo tau kan?”

Via tau benar Alvin memancingnya. Memancing emosinya!

“gue nggak cinta lagi sama Lo!” teriak Via lantang.

“oke! Buktikan!” Alvin membuang muka kemudian memandangi langit-langit. “kalo Lo berani!” pelan tapi menusuk.

Via terpancing sekarang. Dengan cepat berjalan mendatangi Alvin dan berdiri tegak di hadapannya. “gue nggak ada rasa apa-apa sama Lo!” tegas Via kesekian kalinya.

Alvin melompat turun dari meja dan berdiri merapat pada Via. “gue butuh buktinya! Bukti nyatanya, sayang!”

Alvin jelas meremehkan Via dan bagi Via Alvin ini menghinanya!

Ingin menyelesaikan semuanya dengan cepat. Via mendorong Alvin pada dinding kelas dan perlahan mendekatinya. Menarik dasi Alvin kebawah dan membuat Alvin sedikit membungkuk pada Via. Perlahan mulai mendekatkan wajahnya pada Alvin dan…

Via dengan yakin menempelkan bibirnya pada bibir Alvin. Dengan yakin kalo ini semua bakal selesai kalo dia berani ngelakuin hal itu. tapi nyatanya Via nggak pernah tau siapa Alvin dan apa rencana Alvin setelah ini sama Via.

PRROK-PROKK-PROOK…

Riuh tepuk tangan mulai terdengar di sekitar Via. Via tersadar dari pembawaan situasi dan segera melepaskan bibirnya dari bibir Alvin. Sekarang, di sekitar Via, tepatnya dari luar jendela-jendela kelas. Sudah berkumpul banyak anak yang tersenyum remeh Via dan beberapa tersenyum sinis padanya.

“malu-malu tapi mau euy!!”

“muna deh Lo, Vi! Ngakunya nggak cinta tapi nempelnya lama, gila!!”

“lanjut lagi aja, kita setia nontonin!”

Hampir semua cibiran di lontarkan orang-orang itu pada Via. Via merasa matanya memanas. Bukan hanya matanya, pipi Via pun ikut memanas. Via malu! Semua orang akan berkata yang bukan-bukan tentang dirinya akibat kejadian tadi.

Ini salah!!

Cibiran nggak ada hentinya untuk Via sedangkan Alvin yang sedari tadi ada di belakang Via hanya diam tanpa berbicara sepatah kata pun. Nggak berniat mengklarifikasi atau pun membela Via. Alvin hanya bisa memandangi Via seperti biasa dan tersenyum tipis padanya.

Via menunduk sedalam-dalamnya, entah mau di taruh dimana wajahnya setelah ini. Via nggak melihat wajah Alvin yang malah sebenarnya kelihatan kesenangan dengan cibiran semua orang pada Via. Wajah Alvin yang penuh senyum entah menertawakan apa?

“murahan Lo, Vi!!”

Entah siapa yang mengucapkannya, yang pasti perkataan itu membuat Via langsung mengangkat wajahnya dan memperlihatkan wajahnya yang berlinangan airmata. Ini yang dia benci!

Alvin tersentak dengan apa yang di dengarnya. Ini di luar skenario! Alvin segera mengedarkan pandangannya mencari siapa yang bersuara barusan dan menatap tajam semua orang yang ada di luar jendela.

Tatap mata Alvin seolah menanyakan siapa yang tadi sudah berlebihan mencibir Via. Tapi tatapan tajam Alvin malah dibalas tampang innocence dan gedikan bahu beberapa anak.

Via bener-bener sakit hati! Bukan dia! Bukan begini maksudnya!

Dengan cepat Via berbalik dan mendorong kuat pintu kelas hingga terbuka lebar, lalu berlari secepat mungkin menuju mobilnya. Harusnya Via tadi mau pas di ajak Agni jalan! Nyesal selalu di belakang! Why?!

Alvin membiarkan saja kepergian Via dan kembali menatap tajam semua orang yang berada di luar sana. Tanpa berkata apa-apa, Alvin berlari cepat mengejar Via. Ini memang rencananya, tapi nggak di sangka ada dialog yang sebenarnya di luar skenario.

Alvin kembali menarik lengan Via saat Via bakal membuka pintu mobilnya. Menarik Via, membuka pintu belakang dan membimbing Via masuk dan duduk di bangku penumpang belakang. Alvin sendiri kemudian menutup pintunya dan duduk di bangku pengemudi.

Via yang menangis terisak di bangku belakang dan Alvin yang diam mengendarai mobil di bangku depan.

***

Tinggal masalah hati masing-masing sebenarnya. Alvin yang mulai benar-benar yakin kalo selama ini Via yang di carinya dan Via yang sebenarnya masih cinta, hanya saja takut terluka untuk kedua kalinya. Kalian nggak bakal pernah tau rasanya sakit sebelum kalian merasakannya!

Menatapnya seperti biasa. Via yang tertidur pulas di bangku penumpang di belakangnya. Moody girl miliknya. Hanya sekedar menatap dan menunggu. Menunggu sampai akhirnya Via sadar tentang Alvin. Tentang Alvin yang sekarang benar-benar cinta mati sama Via dan nggak bakal ngelepasin Via!

Sampe kapan pun!

Alvin turun dan membuka lebar-lebar pintu di sebelah Via. Memandangi Via sebentar lalu mulai mengangkat Via dalam gendongannya. Menutup pintu lalu membawa Via masuk kedalam rumahnya. Rumah Alvin!

Membawanya ke lantai atas menuju kamarnya. Kalo di ingat-ingat baru sekali ini Via kerumah Alvin, karena sebelumnya memang cuma Alvin yang rajin bolak balik rumah Via. Alvin membawa Via menuju kamarnya di lantai atas.

Mungkin ini yang terbaik, mama-papa Via nggak ada di Indonesia dan sudah seharusnya Alvin sebagai ‘pacar’ ngejaga Via ‘lagi’. Dulu memang dengan cara mama Via. Alvin di suruh memantau Via di rumah setiap harinya, tapi kini berbeda biarkan Alvin ngejaga Via dengan caranya sendiri. Cara seorang Alvin!

Membaringkan Via di atas kasurnya, menyelimutinya lalu kembali memandanginya. Dia, gadis satu-satunya yang mampu membuat Alvin hampir gila dengan segala perkataan juga tingkah laku milik seorang Via.

Senyum Alvin mengembang mengingat semuanya. Alvin kemudian mengecup keningnya lama lalu berangsur keluar dari kamarnya. Sepertinya Via butuh waktu menenangkan dirinya dan Alvin sendiri butuh waktu untuk menyelesaikan ‘dialog’ di luar skenario.

“mimpi indah…”

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar