Selasa, 26 April 2011

PsycoLove #8


Alvin menggandeng Via menuju taman belakang. Membimbing Via duduk di salah satu bangku taman, kemudian berlutut di hadapan Via. Alvin tersenyum tipis memperhatikan wajah Via. Belum ada 24 jam dia ngediemin Via tapi keadaan Via sudah ngalah-ngalahin orang yang lagi nunggu mati.

Via risih di liatin langsung mengarahkan pandangannya kearah lain. Dalam hati masih terus mempertanyakan mau Alvin sebenarnya. Tadi malam di cuekin? Sekarang di liatin! Lama kelamaan Via salting. Alvin sama sekali nggak ngomong dan cuma ngeliatin dia.

“gue mau balik ke kelas!” Via menepis tangan Alvin yang masih menggenggam tangannya dan langsung beranjak berdiri.

Sesaat Via merasa ada yang menahan tangannya lagi. Kali ini Via berbalik dan mendapati Cakka yang menangkap tangannya sedangkan Alvin masih bertahan dengan posisinya yaitu berlutut. Nggak tau berlutut sama siapa, kan tadi sama Via.

“apaan sih?” Via mencoba menepis tangan Cakka.

Tangan Cakka tambah kuat menggenggam tangan Via. “dia mau ngejelasin!” kata Cakka kemudian. Cakka menarik Via kembali pada Alvin. “selesai kan! Jangan buat cewek Lo bikin cewek gue repot!” ujar Cakka pada Alvin.

Cakka langsung pergi meninggalkan Alvin-Via. Kening Via berkerut. Bikin repot cewek Lo? cewek Lo siapa? Agni? Kapan-kapan Agni jadi cewek Lo?

“udah ah, kita baikan yah?” ucap Alvin tiba-tiba. Kali ini alis Via yang bertaut. Bingung!

“maksud Lo?”

Alvin kembali menggenggam tangan Via dan menariknya meninggalkan taman. Via bingung sebingung-bingungnya tapi membiarkan semua berjalan seperti biasa. Perlahan senyum manis mulai terukir di wajah Via. Kita baikan?

“aku sayang kamu!” Alvin berhenti tiba-tiba dan menoleh ke Via.

Via seakan melupakan masalahnya yang kemarin-kemarin. Sekarang dia bakal coba buka lembaran baru sama-sama Alvin. Via sayang Alvin dan Alvin sayang Via. Dan saling menyayangi lah mereka.

“aku juga sayang sama kamu!”

Alvin menatap Via. Terkadang lucu juga gaya pacaran mereka berdua. Via yang moody-an terkadang membuat Alvin kualahan. Terkadang manja, jutek, cengeng dan sifat moody serba kadang-kadang milik Via.

Alvin kembali membalik badannya dan berjalan beriringan dengan Via. Perasaannya saat ini sedang bimbang. Mungkin dari luar Alvin terlihat cinta mati sama Via. Tapi siapa yang tau, kalo di dalam Alvin sebenarnya sedang gundah luar biasa?

“kamu kemarin kenapa ngediemin aku?”

Satu per satu terselesaikan dan satu persatu mulai berdatangan.

***

“Lo udah baikan?... bagus deh,… gue nggak tau pergi apa kagak,… mau kemana?... enaknya,… nggak-nggak, mending Lo suruh gue ke kebun binatang deh dari pada sama tuh orang… oke, gue juga mau siap-siap. Siapa tau ada kesempatan… ada deh!”

KLEK!

Agni meletakan gagang teleponnya. Itu tadi Via yang menelponnya, melaporkan kalo masalahnya sama Alvin udah clear ternyata Alvin cuma ngetes Via. Ngetes? Ngetes kadar sayangnya Via sama Alvin dan terbukti Via sayang Alvin 99% jadi sekarang mereka udah baikan.

Via juga lapor kalo ntar malem dia bakal ke ulang tahunnya Dea berdua Alvin dan juga melaporkan kalo besok dia bakal jalan bareng Alvin tau deh kemana. Beruntung banget Via!

Sekarang kan Agni nggak punya hape jadi terpaksa kalo mau nelpon atau sms pake telpon rumah kalo nggak pinjem hape orang. Jam sudah nunjukin pukul 06.00 PM 2 jam lagi menjelang pesta ulang tahunnya si Dea.

Agni bersiap mengenakan pakaiannya, entah di ijin kan atau enggak sama Cakka, Agni tetep nggak peduli. Bulat sudah keputusannya buat datang ke pesta Dea. Niatnya biar bebas beberapa jam dari Cakka. Kebayang nggak? Di rumah bareng Cakka! Di sekolah bareng Cakka! Kemana-mana sama Cakka!

Sudah jam 07.00 PM. Ternyata gue bener-bener cewek! Batin Agni. Itu buktinya gue dandan sampe 1 jam, berarti gue cewek. Agni membatin yang nggak-nggak. Cewek kan biasanya dandan lama. Ya kan?

Agni langsung menyambar kunci mobil di meja riasnya dan melangkah turun. Penampilan Agni nggak pantas di bilang mau ke pesta. Tepatnya Agni mau mangkal di pasar kalo nggak di terminal, jadi preman! Celana jeans biru robek di bagian lutut, baju kaos di lapisin jaket jeans dan sepatu kets hitam-putih.

Agni mengendap-ngendap kayak maling ayam bakal beraksi, menjelang detik-detik anak tangga terbawah. Agni celingak-celinguk mencari sosok Cakka tapi nggak ada, aman! Agni langsung berjingkat-jingkat menuju pintu depan.

“sudah gue bilang jangan coba-coba!” Cakka tiba-tiba muncul di depan pintu. Hampir aja padahal!

“tapi kan ini ulang tahunnya Dea, temen gue!” Agni beralasan.

“sekali nggak tetep nggak!”

“Lo boleh ikut deh!” tawar Agni.

“nggak!”

“kalo gitu gue pergi sendiri deh!” Agni nggak menyerah.

“nggak!”

“terus gimana dong? Gue mau pergi.” Agni memelas. Nggak bakal 2 kali gue melas! Sungut Agni dalam hati.

Cakka diam, Agni ternyata bener-bener keras kepala. Dengan masih berdiri di depan Agni dia menatap Agni tajam. Agni memandang kearah lain saat tau Cakka sedang menatapnya.

“boleh nggak?”

Cakka nggak menjawab dan langsung mengangkat badan Agni pada bahunya. Membopong Agni paksa menitih tangga menuju lantai atas.

“turunin gue!” bentak Agni sambil memukul-mukul punggung Cakka kuat.

Cakka nggak menggubris bentakan Agni dan terus membopongnya sampai lantai atas. Menuju kamar Agni dan membuka pintunya dengan 1 kali tendangan kuat.

“nggak boleh!” ujar Cakka tajam. Matanya menusuk mata Agni isyarat kemarahan. Cakka benci di tentang!

Cakka langsung menurunkan Agni di atas tempat tidur dan melangkah keluar kamar Agni. Sebelum keluar Cakka sempat mengambil kunci kamar Agni yang terkait di handle-nya bagian dalam kamar, kemudian keluar kamar, munutupnya dan mengunci dari luar!!

Agni kontan berlari menuju pintu kamarnya dan menggedor-gedor pintunya. “Cakka! Buka!!” teriak Agni keras. Apa maunya cowok satu itu? sudah numpang, nggak tau diri pula!

“mending Lo tidur! Besok deh kita jalan!” bujuk Cakka lembut dari balik pintu. Cuih! Nggak sudi gue!! Sungut Agni dalam hatinya.

“buka!! Lo nggak tau diri amat! Inget! Lo numpang di rumah gue!!” peringat Agni. Emosi tingkat tinggi dan sebentar lagi mungkin jadi darah tinggi.

“sayangnya sebentar lagi ini rumah jadi punya gue juga!” sahut Cakka mengejek. Agni menendang pintunya, jengkel! Untung pake sepatu!

Agni putus asa dan memutuskan menyerah, gue versus orang gila, psykopat? Ya menang dia lah! Agni mengomel dalam hati. Agni duduk bersila di atas tempat tidurnya, berpikir caranya keluar dari kamarnya ini. Setelah bisa keluar dari kamar, baru mikir keluar dari rumah!

Ting! Sebuah lampu pijar menyala terang di atas kepala Agni. Lewat balkon!

Agni membuka pintu balkon kamarnya, kebetulan di dinding samping balkon Agni ada sejenis batang-batangan kayu yang di peruntukan buat tanaman hias merambat punya mamanya dan Agni dulu juga sering naik-turun kamar lewat situ.  Jadi Sip!

Agni berpegangan erat pada batang besi pembatas balkon dan menginjak batang kayu tanaman hias. Semoga selamat sampe tujuan. Agni mendoakan dirinya sendiri. Dengan hati-hati dan berusaha nggak mengeluarkan suara sedikit pun Agni menuruni satu per satu batang kayu tanaman hias.

“hup!”

Agni mendarat sukses di tanah, tanpa kekurangan suatu apa pun. Tapi kok, kayak ada suara orang ngomong? Agni mendengar sayup-sayup suara orang bercakap-cakap dari ruang tamu. Agni yang tadi turun di taman belakang rumahnya lalu mengendap-ngendap menuju ruang tamu.

“aku kangen banget tau!” ujar seorang cewek yang ada di pelukan Cakka. Cakka mengurai pelukannya dan menatap cewek itu. “kenapa?” tanya cewek itu manja.

Agni terbelalak. Itu cewek di mall, sama yang di sekolah tadi! Kenapa sekarang ada di rumah gue?! Mata Agni panas. Perlahan tetesan bening menetes membasahi pipinya, Agni menangis?! Karena seorang Cakka?

Entah apa yang Agni rasakan sampe-sampe Agni nangis. Bilangnya nggak suka? Itu pasti yang Via katakan kalo melihat Agni menangis gara-gara Cakka memeluk cewek lain di rumahnya. Di rumah calon tunangannya.

Sekarang Agni melangkah pelan menuju Cakka dan cewek itu. Cakka membelakangi Agni hingga nggak tau Agni ada di belakangnya dengan berlinangan air mata.

“Agni?!” pekik cewek itu tertahan. Cewek itu langsung menjaga jarak dari Cakka dan mendekati Agni. Agni menjauh, bingung juga sama cewek ini. Kok tau nama gue? Tapi bukan itu yang penting sekarang!

Cakka menoleh secepat kilat dan mendapati Agni menatapnya tajam sambil menangis.

“gue ganggu ya?” tanya Agni pedas. Suaranya tinggi dan juga serak karena menangis.

Cakka bingung mesti gimana? Biasanya kalo ada cewek nangis Cakka tinggal peluk sampe cewek itu diam dan pergi gitu aja. Itu untuk kasus pemutusan pacar atas dasar bosan. Tapi kalo atas dasar sakit hati ya mungkin bakal Cakka gampar lalu tinggal!

“gue balik, Kka! besok lagi aja!” pamit cewek itu pada Cakka, nggak tau deh ngomongin apa! Lanjutin besok?! Air mata Agni mengalir tambah deras.

“Ag?” Cakka mendekat perlahan pada Agni tapi Agni mundur 5 langkah setiap 1 langkah maju Cakka.

“mau Lo itu apa sih? Lo slalu bikin gue sial! Lo bikin hidup gue hancur berantakan! Dan sekarang Lo bikin gue nangis sakit hati!” ucap Agni lemas. Antara sadar sama nggak Agni secara nggak langsung menyatakan kalo dia cemburu ngeliat Cakka deket sama cewek lain.

Cakka tersenyum tipis, senang. Ternyata Agni ada rasa juga padanya. “Lo salah paham!” kata Cakka tenang. Cakka santai mengatasi Agni, habis bingung mau di apain tipe cewek kayak Agni. “gue sama Acha nggak ada apa-apa!”

“jadi namanya Acha!” masih pedas dan menusuk. Cakka yang tadi niatnya menjelaskan jadi gelagapan karena air mata Agni tambah deras. Agni sakit hati! Gue nggak cinta dia! Tapi kok…

Cakka kembali mendekati Agni, kali ini Agni diam di tempatnya. Cakka merenguh Agni dalam pelukannya kemudian mengecup kening Agni lama. “percaya deh!” bisik Cakka lembut setelah mengakhiri kecupannya di kening Agni.

Agni diam nggak menolak dan juga nggak meronta. Agni nggak melawan, tapi Agni masih tetap sesunggukan di pelukan Cakka. Cakka memeluk Agni erat. Dia sayang cewek ini. Cewek aneh yang dia temukan saat kejadian Alvin-Shilla berantem. Cewek pertama yang berani bentak-bentak dia, cewek pertama yang berani nentang dia dan lainya. Agni serba pertama untuk Cakka sekarang!

Cakka masih memeluk Agni, Agni pun sekarang mulai membalas pelukan Cakka. Harus Agni akui nyaman rasanya di peluk Cakka. Hirup aroma Cakka dari dekat. Bersandar di bahu Cakka membuat Agni bener-bener tenang. Biarkan sebentar gue jadi cewek-cewek penggila Cakka! Biarkan gue nikmatin Cakka sebagai penenang gue!

Isakan Agni terhenti. Cakka tau, kemudian mengurai pelukannya. “cemburu?” tanyanya pede tanpa dosa.

Agni mendelik, walau pun dengan mata sembab delikan matanya sama sekali nggak kelihatan. “nggak,” jawabnya tegas dengan suara serak. Perkataan Agni tadi sepenuhnya bohong. Agni juga menyimpan sedikit rasa kecewa akibat Cakka yang tadi mengurai pelukannya.

Cakka tertawa pelan. Dia tau Agni bohong. Tanpa bicara Cakka langsung mengangkat Agni dan kembali membopongnya. Nggak peduli dengan bentakan-bentakan Agni juga pukulan keras Agni pada punggungnya.

“tidur! Jangan kabur lagi!” Cakka kali ini memaksa Agni berbaring di tempat tidur. Agni melawan tapi sekarang malah melotot garang pada Cakka. Cakka menempatkan wajahnya tepat di depan wajah Agni. Sehingga Agni yang tadinya mau bangkit mengurungkan niatnya.

Saling tatap intens, berduaan, sepi, dikamar, di atas tempat tidur. Pikiran Agni mulai melayang ke hal yang nggak-nggak. Cakka mendekatkan wajahnya. Selalu begini! Cakka yang mendekat dan Agni yang terpejam.

Drrt… drrt…drrrttt…drrrtttt! Drrrt…drrrttt…drrrtt!!

Bunyi getaran pada saku celana Cakka membuat Cakka lagi-lagi terpaksa menghentikan aksinya. Ternyata hape Agni yang bergetar dan nama ‘Via’ terpampang pada layar hape Agni.

“hallo? Kenapa, Vi?...dia nggak pergi!...nggak pa-pa!... nggak boleh!...nggak gue apa-apain…dia calon gue juga, jadi Lo tenang aja!...iya, kan besok?...pasti gue bawa lah, dia kan cewek gue!...kalo mau jemput silahkan…iya, gue tau!...sudah ya!” Cakka langsung menutup telponnya.

“peganggu!” dengus Cakka.

Cakka beralih pada Agni dan tertegun. Agni tertidur? Cakka mengira Agni pura-pura lalu kembali mendekatkan wajahnya pada Agni untuk mengetes, Agni nggak bereaksi karena Agni bener-bener tidur. Tapi Cakka nggak tau dan masih ngetes Agni.

Niat ngetes Cakka kebla-blasan. Cakka jadi mencium bibir Agni yang tertidur pulas. Lama, baru Cakka lepaskan ciumannya. Cakka nggak menyesal, dia tersenyum kecil memperhatikan lekuk wajah Agni yang pulas kemudian mengecup lagi kening Agni.

“malam sayang!” bisiknya kemudian pergi keluar dari kamar Agni.

Malam ini, mungkin malam teraneh sekaligus terindah buat Agni.

***

Via melompat-lompat ditempat tidur Agni. Pagi ini adalah hari jalan-jalan dirinya dan Alvin, tapi juga sama Cakka-Agni. Kemaren Cakka bilang mau ikut sama Agni, jadi pagi ini Via datang buat ngejemput Agni.

“Agni!” panggil Via sambil terus melompat-lompat diatas tempat tidur Agni. Agni nggak bereaksi, diperkirakan masih nyesat didunia mimpi. “Agni!” kali ini Via berteriak sambil menarik selimut yang menyelimuti Agni.

Via berhenti melompat-lompat dan cengo sama pakaian Agni. Agni tidur pake jaket jeans? Pake celana jeans? Sama sepatu kets? Agni di tidurnya tadi mau kemana?

Agni mulai menggeliat dan bangkit duduk ditempat tidurnya. Matanya masih terpejam dan rasanya susah dibuka. Agni sadar tapi membiarkannya saja, mengingat-ingat apa yang terjadi tadi malam. Mata Agni langsung terbuka lebar dan memandang sekeliling.

Agni sedikit menghela nafas karena nggak menemukan yang nggak-nggak, tapi mendapati Via yang berdiri diatas tempat tidurnya sambil menerawang jauh. “hoyy!!” Agni berteriak pada Via hingga Via kaget dan jatuh terduduk di tempat tidur Agni.

“apaan sih, Ag?”

Kayak begini nih! Kalo sudah ngelamun lupa segalanya! Agni sedikit bingung juga, kenapa Via ada di rumahnya.

“ngapain Lo dirumah gue?” Agni balik nanya. Via menggeplak jidatnya sendiri.

“mandi-mandi, kita mau piknik!”

Alis Agni bertaut. Piknik? Kita? Bilangnya mau berdua Alvin. “ngapain? Kan bilangnya Lo berdua Alvin? Kok bawa-bawa gue?”

Agni bangkit dari tempat tidurnya. Melangkah gontai menuju meja belajarnya yang terdapat sebuah cermin besar, memandang wajahnya sendiri. Masih rada bengkak. Pikirnya. Mata Agni masih agak bengkak dan merah efek tadi malam, paling sebentar hilang!

“nggak mau tau! Ikut!” paksa Via. Agni melengos, Via sudah mirip Cakka! Suka maksa, ini pasti efek pacaran sama Alvin! “eh, iya! Kenapa Lo pake baju begituan tidurnya?” Via menunjuk pakaian yang Agni kenakan.

Agni berbalik menghadap cermin lagi. Agni menghela nafas. “ini buat jaga-jaga!” jawab Agni nggak jelas.

Agni langsung melepas sepatu dan jaketnya lalu masuk kedalam kamar mandi. Via menatap Agni bingung. Jaga-jaga? Mau jaga apa? Pintu kamar mandi tertutup kemudian terdengar gemericik air dari dalamnya.

Via yang nggak tau mau ngapain mengambil inisiatif menyiapkan pakaian yang bakal Agni pakai dan di bawa buat piknik nanti. Kebenaran mereka pikniknya di pantai gitu, jadi harus bawa baju ganti.

“pake baju yang di atas tempat tidur ya! Awas kalo nggak!” ancam Via berteriak. “gue tunggu Lo dibawah!”

Via menitih tangga turun ke lantai bawah dan menemukan Alvin-Cakka ngobrol berdua dimeja makan sambil ketawa-ketawa. Via mendekat dan duduk disamping Alvin.

“kenapa sih?”

Alvin-Cakka berhenti sejenak. “Agni tadi malam cemburu ngeliat Acha sama Cakka!” jelas Alvin.

“Acha?”

“sahabat gue sama Alvin.” lanjut Cakka. Ternyata Acha adalah sahabat Alvin-Cakka. Begini silsilahnya. Acha sepupuan sama Alvin dan Alvin sepupuan sama Cakka. Acha-Cakka sepupu jauh! Sahabatan juga.

“Agni cemburu?” Via masih nggak percaya sama yang didengarnya. Bilangnya nggak cinta? Pikir Via.

Alvin tersenyum memandang wajah bingung gadisnya sedangkan Cakka tertawa mengingat kejadian dimana Agni menangis dan mengelak kalo cemburu. Lucu!

“yang dia bilang bohong semua!”

Alvin-Via-Cakka menoleh ke sumber suara dan mendapati Agni menitih tangga turun.

“dia bohong! Gue nggak cemburu! Gue cuma nggak terima dia bawa-bawa cewek ke rumah gue!” Agni mengelak dengan sedikit menjelaskan alasan palsu!

Tawa Cakka pecah, Alvin senyum menggoda pada Agni dan Via memincingkan matanya pada Agni.

“apa?” sewot Agni. Risih!

“sudah, ayo berangkat!” perintah Alvin.

“ayo-ayo! Lo nggak sarapan, Ag?” sambung Via.

Agni berbalik dan bersiap naik lagi keatas. “gue nggak ikut, bawa Acha aja sana!”

Kali ini tawa Cakka tambah kenceng. Masih cemburu ternyata! “Lo bedua duluan aja, ntar gue nyusul!” kata Cakka kemudian. Alvin-Cakka nanti memang bawa mobil sendiri-sendiri. “pantai biasa kan?”

Alvin tersenyum simpul lalu menggandeng Via keluar dari rumah Agni. “bye!” seru Via sebelum pergi.

Kini tinggal lah Agni bedua Cakka. Agni yang tadi sempat berhenti sebentar melepas kepergian Alvin-Via sekarang beralih memandang Cakka yang masih duduk manis di meja makan. Diam, anteng. Belum ada tanda-tanda bakal kumat.

Agni kembali melanjutkan langkahnya. Cakka yang tadi asik di meja makan bukannya nggak tau Agni sempat ngelirik dia.

“ayo berangkat!”

“gue nggak ikut!”

“harus ikut!” paksa Cakka.

“gue nggak mau!” tandas Agni.

“kalo nggak mau, gue paksa!”

Langkah Agni kembali terhenti di tengah-tengah tangga. Dia melotot pada Cakka yang mulai melangkah mendekatinya. Cakka dengan santainya terus berjalan tanpa peduli Agni yang melotot tajam padanya. Cewek kepala batu vs cowok anti penentangan(pemaksaan juga).

“gue…”

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar