Jumat, 02 September 2011

My Cupid Stupid #2

“Via, jadi pacar gue yah?” pinta seorang cowok pada Via yang lagi duduk di bangku taman sekolah. Niatnya mau tidur, tapi nggak jadi gara-gara cowok itu.

“apaan sih, Yel? Nggak lucu tau!” Via beranjak ingin pergi dari bangku taman. Nganggu orang aja. Batinnya, tapi cepat-cepat di cegah oleh Iyel.



 Iyel menarik tangan Via sampai Via berbalik menghadapnya. “gue serius, Vi!” kata Iyel lembut tapi tegas.

“nggak, gue nggak mau!” berontak Via dengan berusaha melepas cekalan Iyel dari tangannya. “Yel, lepas! Gue mau ke kelas!” pinta Via.

“bakal gue lepas, kalo lo jadi pacar gue!”

“nggak!” pekik Via.

Ini bukan kali pertama Iyel nembak Via. Sudah berkali-kali Iyel nembak Via dan berkali-kali pula Iyel di tolak Via. Sifat Iyel yang playboy ngebuat Via nggak suka sama Iyel. Mantan Iyel sudah numpuk di mana-mana dan semuanya berakhir dengan air mata mengalir di pipi sang cewek.

“kenapa sih lo nggak mau sama gue?!” Iyel mulai emosi. Baru kali ini ada cewek yang berani nolak dia. Sepanjang perjalanan cinta Iyel belum ada cewek bisa nolak dia. Baru Via ini! Tapi Iyel nggak menyerah, dia malah mengganggap kalo mendapatkan Via adalah sebuah tantangan.

“suka-suka gue dong!!” sahut Via sengit. Iyel menatap Via tajam, Via nggak mau kalah. dia balik menatap Iyel tajam.

Belum tau siapa gue, nih cewek! Liat aja, gue bakal bikin lo jadi cewek gue. Apa pun caranya! Batin Iyel.
Iyel tersenyum misterius kemudian. “oke! Jangan salahkan gue ya! Kalo gue ngelakuin sesuatu yang nggak terduga sama lo!” Iyel melepaskan cekalannya dan pergi meninggalkan Via yang kebingungan sendiri di taman.

***

Pinggir lapangan basket SMA idola penuh dengan murid-murid yang sedang menonton pertandingan basket. Terlihat 1 cewek dengan 1 cowok sedang berlarian saling memperebutkan bola di tengah lapangan.

“Cakka!!” teriak anak-anak cowok memberi semangat kepada kapten basket tim cowok mereka.

 “Agni!!” teriakan anak-anak cewek nggak kalah menyemangati kapten basket tim cewek.

 “cuma segini kemampuan lo? lo nggak cocok jadi kapten basket tim cewek tahu nggak?!” kata Cakka meremehkan Agni yang sedang terengah-engah di depannya.

 “banci lo! permainan yang sportif itu bukan pake mulut!!” Agni mencoba merebut bola. Tapi Cakka lebih cepat menghindar. “aaa…!” Agni jatuh tersungkur di tengah lapangan. Agni menginjak tali sepatunya sendiri saat berlari.

“lo nggak pa-pa?” Cakka menghentikan permainannya dan menghampiri Agni. Bola basket yang tadi Cakka pegang pun sudah nggak tau dia lempar kemana.

“gue nggak pa-pa!” jawab Agni judes. Agni mencoba berdiri dan berhasil, meskipun lututnya berteriak-teriak keadaan Agni yang sebaliknya. “gue ke kelas dulu! Pertandingan kita lanjut besok.”

Agni berjalan menuju kelasnya, tapi setelah beberapa langkah Agni limbung dan hampir terjatuh kalo Cakka nggak cepat nangkap badan Agni. “ nggak usah sok lo!” Cakka membantu Agni berdiri dan menaruh tangan kiri Agni di pundaknya.

“apa-apaan lo!” Agni menarik tangannya tapi nggak jadi karena tiba-tiba Cakka menggendong badan Agni jadi bukannya menarik tangannya, Agni malah memeluk leher Cakka dengan kedua tangannya. “eh! Turunin gue!” perintah Agni.

“diem lo! gue lagi mencoba sportif!” jawab Cakka nggak nyambung disertai sorak-sorakan anak SMA Idol yang melihat kejadian itu.

***

Suara dentingan piano diruang musik menyihir orang-orang yang mendengarkannya. Suara dentingan yang merdu dan indah membuat semua yang mendengarkannya terbawa suasana. Disana! Dibelakang grand piano itu, duduk seorang cowok yang dengan lincah memaikan jemarinya diatas tuts-tuts piano.

“Alvin!!” jeritan-jeritan cewek membahana di ruang musik. Riuh tepuk tangan pun ikut mengiringi histeria cewek-cewek itu. Alvin yang tadi memainkan piano, berdiri dan beranjak keluar dari ruang musik.

“mau kemana, Vin?” tanya Bu Uci, guru musiknya sebelum Alvin benar-benar pergi.

“saya mau keluar, lagi pula saya sudah selesai,” jawab Alvin datar. Nggak sedikit pun terdengar nada hormat pada suara Alvin itu. Bu Uci yang sudah biasa dengan sikap salah satu muridnya itu akhirnya hanya diam dan membiarkan. Toh! Sebenarnya Alvin adalah anak pemilik sekolah ini.

Alvin melangkah keluar dan tanpa sengaja menginjak sebuah buku. Alvin sadar kemudian memungutnya.

“hey! Balikin buku gue!” seorang cewek berdiri menantang sambil mengulurkan tangannya. Bukan untuk berkenalan, tapi buat menerima bukunya kalo-kalo dikembalikan.

Alvin memandang cewek itu sinis. “nih!” Alvin kemudian melemparkan begitu saja buku itu ke cewek yang ada didepannya.

Cewek itu menunduk untuk memungut bukunya, namun sebelum menunduk dia sempat melihat tag name di baju Alvin. Alvin Jonathan.

“lo Alvin? Alvin Jonathan?” cewek itu bertanya semangat dengan mengoyang-goyangkan pundak Alvin.

“heh! Apa-apaan lo!” Alvin menepis tangan cewek itu dan mundur beberapa langkah.

“gue Zeva, Vin! Masa lo nggak inget? Gue…”

“nggak penting!” Alvin berbalik meinggalkan Zeva begitu aja. Zeva? Gue kayak kenal nama itu! Batin Alvin. Alvin menoleh sebentar dan mendapati Zeva menatapnya dengan tatapan yang susah diartikan.

***

“gue mau temanya tentang cinta, jadi ntar warna pernak-perniknya harus merah sama pink! Jadi sesuai sama tema. Kalo mau warna lain, boleh tapi harus sesuai sama tema, yaitu cinta!” seorang cewek berkoar-koar mengeluarkan usulnya untuk acara pensi sekolah.

“bagusan persahabatan. Pake warna hijau, kalo perlu semua warna biar full colour! Lagi pula kalo temanya cinta kasian yang nggak punya pacar kayak lo!” sahut seorang cowok yang duduk di seberang cewek tadi.

“heh! Apa maksud lo?!” si cewek mulai naik darah mendengar ejekan dari cowok itu.

“lo berdua diam napa?! Gue ribet nih! Lo pada bantuin kek! Malah ribut sama pensi yang masih tahun depan di adainnya!” lerai seorang cowok yang ada di tengah-tengah mereka sambil ngitung-ngitung duit.

“halah! Kerja lo cuma ngitung duit aja susah! Gue nih, sebagai ketos pusing mikirin acara pensi ntar! Mana ntar pas pensi semua siswa dari IS mau datang!” gantian yang cowok yang berkoar-koar mencurahkan isi hatinya.

Si cewek mencibir. “Ko, emang ini duit mau di apain?” si cewek mengacuhkan si cowok dan mendekat ke Riko.

“iya ini buat pensi! Makanya lo bantuin dong, Fy! Kerjaan lo ribut mulu noh! Sama Rio!” Riko seakan mengutarakan jeritan hatinya selama ini.

Rio ketos di SMA Idola, Ify waketosnya dan Riko bendahara. Rio dan Ify paling ribet kalo ketemu, kalo nggak berantem ya saling ejek. Nggak pernah damai sekalipun. Kalo sudah Rio diam, pasti Ify nyolot tapi kalo sudah If yang diem, gantian Rio yang nyolot. Saling nyolot lah mereka berdua!

“lo itung sendiri aja, Ko! Gue laper dan kantin sudah menunggu gue!” ujar Ify dan langsung beranjak pergi meninggalkan ruang OSIS.

“Yo! Bantuin!” pinta Riko memelas.

“gue juga di panggil kantin, Ko!” Rio langsung ngibrit kabur ninggalin Riko sendiri diruang OSIS.

“gue sumpahin lo sama Ify jodoh!!” teriak Riko sebelum Rio hilang dari jarak pandangnnya. Rio sempat noleh dan mungkin dengar, tapi cuma cengengesan.

***

1 komentar:

  1. lanjjjuutt kakakkkk,, kereeenn, penasaaraann.. cagninya so sweett.. awaw

    BalasHapus