Seorang gadis manis turun dari taksi dan menurunkan beberapa bawaannya dibantu sang supir. Sambil ngoceh nggak jelas yang tepatnya ngedumel, cewek itu berkomat-kamit ria dengan sang supir yang mengangkat barang dan menonton dirinya.
“ taroh depan gerbang aja, Pak!” suruhnya pada sang sopir.
Bapak supir taksi mengangguk takjim dan langsung melaksanakan yang diperintahkan sang cewek. Cewek itu sendiri sibuk dengan satu koper kuning besar yang diseretnya. Masih sambil mengomel, dalam hatinya sudah siap-siap mau mendamprat abang lelakinya nanti.
”udah semua, bapak boleh pergi!” cewek itu mengucapkannya keras seakan membentak. Bapak sopir langsung beringsut cabut masuk dalam mobil. Takut-takut kena damprat, sukur-sukur itu cewek udah bayar.
“awas aja itu orang, gue cakar ntar mukanya!”
Gadis itu menarik koper kuningnya mendekat ke gerbang, sekalian menyusul tiga kopernya yang lain, yang sudah menunggu di depan gerbang. Tangannya aktif megangin tas disebelah kiri dan hape di sebelah kanan. Nampak kesusahan membuka gerbang dengan tangannya penuh dengan barang-barang.
Moodnya tambah jelek dengan hal itu. setengah mati gadis itu mencoba menggeser pintu gerbang sampai akhirnya dengan ajaib pintu gerbangnya terbuka sendiri.
“Ze… Ze… Ze…”
“apa?” semprotnya langsung.
“apa Lo hah?! Mana Gabriel? ini anak-anak mau kemana lagi? Hah?” Zeva, gadis itu langsung mendamprat Sion yang saat itu telah membuka gerbang. “heh! Mana Gabriel? dan Lo-Lo pada mau kemana?”
Sion memandang para pasukan Niaza yang menegang di tempat. Niat mau ke Noszta HS batal total saat melihat Nona Arga adiknya Tuan Damanik berdiri tegak dihadapan mereka semua. Tanda-tanda rehat sebentar dari dunia pertawuran ini.
Iyel keluar dari dalam rumah. Masih dengan berseragam Niaza tanpa menghiraukan keadaan sekitarnya Iyel mendatangi mobilnya. “heh! Kenapa pada diem semua? Ayo…”
“ayoo kemana?!” Zeva mendorong Sion, sekalian memberikan alih Sion untuk memegang kopernya dan langsung menghampiri Iyel. Berkacak pinggang dan menampilkan raut murkanya. “mau kemana Kak Iyel sayang?”
Iyel tersentak kaget, kaget banget! Serasa ngeliat kuntilanak beranak di depan dia. Zeva? Kapan baliknya? “Zeva?” iyel mengatur nada suaranya sedemikian rupa, menghilangkan rasa kagetnya yang sebenarnya cenderung ke shock.
“mau kemana Lo? tawuran lagi?” desis Zeva tajam pada Iyel. Matanya berkilat memandang Iyel. “Agni mana? Tawuran sendiri?”
Zeva adalah adiknya Iyel, temannya Agni sekaligus adik kelasnya. Tapi berhubung Agni-nya nggak mau di panggil kakak, ya sudah jadilah Zeva yang memanggilnya dengan sebutan nama. Dan satu lagi, Nona Arga satu ini menentang habis-habisan pertawuran Noszta dan Niaza.
“Agni ke… ke… ke…” Iyel nggak mampu berkata-kata dan malah jadi Azis gagap tiba-tiba. “ke…” matanya melirik meminta pertolongan pada semua pasukan Niaza yang lagi memandanginya.
“Agni tadi pulang ke rumahnya. Kenapa nggak nyari kerumahnya sono? Malah ribut-ribut di sini Lo!” sahut Lintar jutek sejutek-juteknya. Lagak-lagaknya kayak nggak mengenali Zeva. Dan memang iya. Zaman-zamannya Agni ngerekrut Lintar dulu Zeva keburu pergi buat study tour ke Jepang, jadi ya gitu.
Zeva melirik sekilas ke Lintar lalu kembali memandang Iyel. Sudah umum banget kalo Lintar ini lolanya nggak ketulungan, jadi mending nggak usah di tanggapin. “Lo!” Zeva menunjuk lurus-lurus mukanya Iyel. “Lo mau kemana?”
“mau kerumah Agni gue.” Sahut Iyel cepat. Perlahan berhasil memudarkan perasaan shocknya sehabis melihat sang adik tercinta. “Lo kok nggak ngasih tau gue kalo mau pulang? Kan gue bisa jemput.” Iyel mendekati Zeva dan merangkulnya masuk kedalam rumah.
“coba Lo cek hape Lo!” Zeva mengurai rangkulan Iyel dan membalik badannya berhadapan dengan Iyel.
Dengan yakin Iyel merogoh kantongnya. Ini anak kagak nelpon kagak sms tau-tau balik, pake ngomel-ngomel pula. pikirnya.
97 Missed Calls
25 Mesagges
“mampus gue.” Desis Iyel pelan.
“aaaa!! Gue lapor mama ntar Lo!”
***
Tikk … Tokk … Tikk … Tokk … Tikk … Tokk …
Jam dinding kamar Agni udah nunjukin jam 12 teng tengah malam. Tapi mata Agni masih bener-bener nggak bisa terpejam. Satu persatu wajah pasukan Niaza melintas di kepala Agni. Durasi untuk satu pasukan Niaza 5 menit. Bayangin aja untuk 100 lebih pasukan Niaza yang lewat yang satuannya lima menit. 100 x 5.
Pagi menjelang dan mata Agni masih membulat sempurna. Nggak bisa tidur semaleman. Masalah Niaza terlalu penting buat di tinggal tidur. Agni bangkit dari tempat tidurnya, berdiri sebentar di depan cermin yang tepat di sebelah pintu kamar mandinya.
Cewek tapi nggak mirip cewek. Cowok tapi bukan cowok. Agni lebih yakin kalo dia ini cewek yang seharusnya cowok, hanya saja terlahir menjadi cewek dan jadilah sifatnya saja yang cowok. Entahlah mumet. *again.
Sesi mandi memandian selesai, sekarang seragam kebanggaan Niaza sudah melekat ditubuh Agni. Dengan lambang merah ngejreng di bahu sebelah kanan. Semua orang pasti akan mengetahui dengan anak mana mereka berhadapan.
Nggak sarapan sudah biasa buat Agni. Biasanya pasukan Niaza yang lain bakal nraktir sang ketua di sekolah entar. Tapi kayaknya untuk hari ini dan seterusnya. Entah lah.
Agni meraih kunci mobil dimeja belajarnya, mengambil kunci lalu mengambil buku cetak Matematika beserta anaknya, buku tulis. Seperti biasa yang namanya matematika Agni angkat tangan buat ngerjainnya. Padahal Pak Dave Cuma ngasi pr 2 soal ini.
Selama perjalanan Agni nggak konsen ngendarai mobilnya. Di Niaza entar pasti semua anak mencibirnya. Paling nggak dia pasti di liatin bagaikan orang berpenyakit kusta. Terasa cepat banget perjalanan Agni menuju sekolah dan sekarang tau-tau dia sudah nyampe aja.
Sesampainya disekolah Agni lebih memilih memarkirkan mobilnya di halaman rumah orang, dengan sepetujuan yang punya rumah tentunya. Kalo nggak ya nggak selamat juga mobilnya. Agni lebih memilih lewat gerbang belakang dari pada depan. Ibarat kata, lebih baik lewat belakang anak-anak Niaza dari pada di depannya.
Seperti biasa Cuma beberapa anak yang lewat gerbang belakang. Rata-rata lewat depan, ngeksis gitu. Agni berjalan cepat membalap anak-anak Niaza dihadapannya. Sambil menundukkan kepala dalam-dalam dan menenteng buku kematiannya, matematika sebenarnya. Agni hampir bisa dibilang berlari menuju kelasnya.
Langkah Agni terhenti. Iyel di depan kelasnya sekarang. Menunggu dengan beberapa anak pasukan Niaza. Menunggunya? Bukan? Agni melanjutkan langkahnya. Dengan yakin bukan dia yang di tunggu Iyel dkk, kasian!
“Ag?” dugaan Agni salah! Iyel manggil dia? “gue minta maaf!” kata Iyel pelan namun tegas. Sion, Deva, dan beberapa anak pasukan Niaza lainnya mengangguk lemah.
Agni matung. Beku di tempat. Nggak jadi di pecat! Oy! Oy! Tapi tunggu dulu! Jual mahal lagi musim sekarang!
“minggir, gue mau lewat!” Agni menerobos blockade yang di buat Iyel dkk didepan pintu. Iyel tentu nggak ngebiarkan, kata maaf harus dia dapatkan hari ini juga dari Agni. Agni menatap Iyel ‘sok’ jengah. Jangan nganggu gue lagi! Atau terus memohon ke gue! Antara dua itu arti tatapan Agni.
“Lo harusnya tau, Yel! Gue nggak mungkin…”
“gue minta maaf! Bener-bener minta maaf! Gue nggak tau kenapa kemaren bisa ngomong begitu sama Lo. maaf gue beneran, Ag! Gue ngerasa bersalah banget!” Iyel dengan cepat memotong perkataan Agni, namun dengan sedikit bonus untuk Agni sebuah pelukan erat yang di pertontonkan di depan umum.
“Yel-Yel, lepas… ntar di liat guru.” Agni agak panic sambil menepuk pelan punggung Iyel pake tangan kiri, tangan kanannya masih setia megangin buku kematian. “Yel! Ahelah, iyee gue maafin Lo. lagian juga, gue mana mungkin…”
“makasih banget, Ag! Makasih banget!” lagi-lagi Iyel memotong perkataan Agni. Agni mengerutkan keningnya bingung. Iyel jarang-jarang nih begini kecuali ada… ma~~ eh! ada Zeva??
Dari balik bahu Iyel Agni melihat Zeva berlari menghampirinya. Itu beneran Zeva? “Yel? Gue pusing.” Gumam Agni laporan pada Iyel.
“Lo sakit?” Iyel melepas pelukannya dan kalang kabut mengguncang bahu Agni. “Ag? Lo belom sarapan ya? yaudah ayo kita sarapan,” Iyel menarik tangan Agni namun Agni masih diam tak bergeming.
“Ag, kenapa?”
Agni menggeleng. “gue ngeliat Zeva, Yel. Lari mau nyamperin gue itu.” kata Agni uring-uringan sambil nunjuk lurus kedepan. Iyel menatap Agni kasian. Agni kayaknya trauma berat sama nona Arga dan bisa gila kalo tau kalo dihadapannya bukan halusinasi semata.
“Agni! Gue kangen banget sama Lo!”
Zeva , seperti yang diketahui dia adeknya Iyel! Jadi Adeknya Agni juga, secara nggak langsung. Nona feminin yang pantang menyerah buat ngepermak Agni buat jadi wanita seutuhnya. Tanpa bisa menghindar terlebih menolak! Zeva punya sesuatu yang nggak bisa di tolak semua orang.
“gue… juga…” gugup Agni mengucapkannya rada nggak ikhlas.
“masih sering tawuran?” Zeva mengurai pelukannya sendiri dan menatap Agni tajam.
“enggak…” jawabnya ragu.
“beneran…?”
“iya…”
“yaudah, aku mau keruang OSIS dulu. Bye!” Zeva pamit dan melenggang pergi.
Agni masih beku sekarang bahkan kakinya jadi terpaku di situ. Zeva is back? Mati ayy..
“mending kita makan, Ag!” Iyel menarik tangan Agni paksa dan dituruti saja oleh sang empunya tangan.
Masalah itu… hilang satu, muncul seribu!
***
Kelas Agni cukup strategis untuk seseorang yang menonton setiap detail kejadian nan jauh disana dengan jelas dari ruang OSIS. Alvin ngeliat kalo ketosnya Niaza yang berpangkat wakil di pasukan Niaza meluk sang leader seenaknya.
Alvin tersenyum. Senyum itu penuh sejuta lebih makna untuk yang melihatnya dan Zeva beruntung bisa melihat senyum sejuta makna milik Alvin.
“Lo gila ya?”
Alvin menoleh kilat pada orang kedua yang berani mengatainya. Seorang gadis manis memandangnya dari atas sampe bawah dengan tatapan bingung. Alvin tau siapa dihadapannya. Menjadi seorang leader untuk Noszta tentu mengharuskannya mengetahui segala hal tentang orang yang ikut berperan disana.
“Zevana Arga? Gue Alvin Jonathan dari Noszta HS.” Dengan seulas senyum Alvin mengulurkan tangannya kepada Zeva. “gue butuh pertolongan Lo.”
Zeva mengerutkan keningnya. Asing banget ngeliat Noszta berada di Niaza. Ada yang salah?
“pertukaran?” Zeva bertanya tanpa memusingkan permintaan Alvin yang sebelumnya. Alvin tersenyum.
“eh, Lo butuh pertolongan apa?”
Tanpa pikir panjang Zeva membuka tangannya lebar-lebar untuk menolong Alvin. Anak Noszta dihadapannya ini keliatan baik. Mungkin memang baik saat ada sesuatu hal yang dia inginkan dari seseorang.
“Cuma itu? itu gampang banget!”
***
Semangat Agni untuk sekolah kembali memuncak setengah. Tadi sih muncak 100%, tapi berhubung ada Zeva langsung turun drastis 50%. Agni sedang berada dikantin sekarang, sarapan rutin. Dengan buku matematik disamping piring nasinya, Agni makan dengan mata yang menjelajah seisi kantin.
“Yo! Rio!” Agni memanggil Rio yang masuk kedalam kantin dengan menenteng beberapa buku. “Lo udah PR?” tanya Agni setibanya Rio sebelahnya. “Yel! Lo geser sana! Rio mau duduk.” Agni mendepak Iyel dari sebelahnya dan mempersilahkan Rio.
Rio mendengus kemudian duduk. “mana buku Lo?” sungut Rio. Rio tau banget Agni Cuma basa-basi. Ujung-ujungnya juga dia di mintai tolong nyalinkan kebukunya Agni. Udah jatoh, ketimpa tangga, mampus pula.
Agni cengengesan. “tuh di depan Lo!” masih sambil makan Agni menunjuk buku dihadapan Rio.
Rio mengerjakan tugas terlebih PR Agni itu udah biasa. Berhubung Agni-Rio udah berteman lama, Rio tau banget sifat Agni dan akhirnya fine-fine aja sampai akhirnya disuruh jadi juru tulis dan pikir buat Agni dalam bidang matematika.
“sorry, ganggu!” seseorang berdiri diantara Agni dan Rio. “Lo nyalinkan PR-nya dia?” tanya orang itu yang ternyata Nona Alyssa dari Noszta.
Rio mendongak kemudian mengangguk. “iya,” jawabnya singkat.
“bukannya yang namanya PR itu dikerjakan di rumah ya?” tanya Ify, panggilan akrab nona Alyssa.
“iya,” lagi-lagi Rio menjawab singkat.
“kenapa nggak Lo suruh teman Lo ini ngerjakan sendiri PR-nya? Plus dikerjakan di rumah karena itu PR, pekerjaan rumah!”
Agni berhenti mengunyah nasinya. Satu lagi anak Noszta nyari gara-gara sama dia. Agni kontan berdiri dan berbalik menghadap sang pencari gara-gara. “heh, Lo itu siapa? Main nyuruh-nyuruh anak sini seenaknya?!” dengan mulut yang masih berisi makanan Agni mendamprat nona Noszta 1 dihadapannya. Nona Noszta 2 ada disebelahnya dan hanya diam tanpa ekspresi melihat semua. Nova Chintya.
“Lo nggak diajarin sopan santun ya? habisin dulu makanan Lo, baru ngomong sama gue! Cewek bar-bar!”
Penghinaan!! Siaga 3, leader Niaza dilecehkan!
Ify membuang mukanya dari Agni dan kembali pada Rio.
“Lo…” geram, Agni mengepalkan tangannya siap fighting.
“oh! Gue tau!” nona Noszta 1 berseru tiba-tiba. “Lo nggak tau sopan santun gara-gara nggak pernah di ajari orang tua Lo!”
Siaga 1! Menyangkut orang tua leader Niaza!
Kantin hening mendadak. Niaza semua tau kalo Agni nggak punya orang tua. Jadi tentu semua tau Agni pasti sensitive kalo berhubungan sama orang tua. Agni bahkan lebih memilih nggak masuk sekolah saat pengambilan raport dari pada melihat semua teman-temannya datang bersama orang tua mereka. Agni iri.
Kepalan tangan Agni menguat, sangat kuat namun bergetar. Agni menahan dirinya. Menghabiskan makanannya sebentar kemudian mengambil minum. “gue ngantuk,” kata Agni nggak masuk akal kemudian pergi.
“Lo nggak berhak bawa-bawa orang tua Agni dalam perkara kayak gini! Ini PR dia, dan yang ngerjakan juga gue! Kenapa Lo ribut?” bentak Rio sepeninggal Agni. Rio ikut berdiri dan kini berhadapan dengan Nona Noszta 1. “disana mungkin Lo rajanya,” Rio mengangkat kedua tangannya merenguh pipi Ify. “tapi disini, Lo bukan apa-apa!” Rio menghepaskannya kemudian pergi.
Pasukan Niaza mengikuti langkah kepergian Rio. Anak-anak Niaza yang lain pun ikut pergi, solideritas dijunjung tinggi disini. Iyel yang tertinggal disana menatap kedua nona Noszta itu bergantian.
“kalian baru, tapi kalian sudah berani nyentuh sesuatu yang berharga tanpa izin. Kami tuan rumah, tapi kalian berlaku seakan kalian yang punya rumah.” Ujar Iyel sambil membereskan buku Rio dan Agni yang tertinggal.
“Lo harusnya menyesal sekarang, karena Lo sudah ngelukai hati seseorang. Hati seseorang yang sebenarnya sudah terluka.” Iyel berjalan dan berhenti tepat disebelah Ify. “lidah Lo tajam, Fy! Tapi gue tau hati Lo nggak!”
***
Agni berjalan sambil menundukan kepalanya dalam-dalam. Perkataan dari nona Noszta 1 itu terlalu sakit untuk di dengar, dan sangat sakit untuk di ingat! Dia mengungkit orang tuanya. Dia bahkan bisa di bilang menghina orang tua Agni yang telah tiada.
“kenapa?” suara berat seseorang menyapanya. Agni yang tadinya duduk dibawah pohon sambil menunduk kini menengadah. “bisa nangis juga ternyata.” Kata orang itu lagi.
Cukup sudah! Noszta sudah keseringan menginjak-nginjak harga dirinya. Agni mengusap air matanya dan berdiri dari tempatnya. “Lo mau ngehina gue juga? Kayak temen-temen Lo yang lain?! Memang ya! orang kaya itu selalu ngerendahin yang ada di bawahnya! Padahal mereka nggak tau kalo mereka bahkan lebih rendah dari pada yang di rendahkan!” seru Agni, suaranya serak sehabis nangis.
“gue nggak ngehina Lo, gue Cuma nanya.” Orang itu tadinya bertengger didahan pohon, namun sekarang melompat turun berhadapan dengan Agni.
“orang tua Lo kan?” tanya orang itu. tepat kebagian paling sensitive. Agni kembali menitihkan air mata.
“udah lah, nggak usah terlalu di pikirin. Kalo gue jadi Lo, gue lebih senang orang tua gue nggak ada dari pada gue yang di anggap nggak ada.” Cakka, tuan Noszta mengucapkannya lirih.
“gue harus pergi, Lo baik-baik ya! kalo ngelakuin sesuatu hal di pikir dulu. Lo berhadapan sama Dewa yang sama sekali bukan manusia.” Lagi, Cakka mengucapkan sesuatu hal dengan sok misteri. Apa arti juga maksud tujuannya masih tersembunyi.
Agni memandang heran salah satu Noszta dihadapannya. Orang kaya memang gila!!
***
Kak aku berharap ini dilanjut dan Endnya itu Cagni,sorry deh kalo SKSD tapi aku beneran penasaran sama cerita/cerbung'' yang Kakak buat
BalasHapus