Kamis, 01 September 2011

Adventure of We #1


Ify mengendarai mobilnya dengan tenang. Mobilnya melaju sedang dijalan tol menuju puncak. Disamping Ify ada Via yang lagi sesunggukan membaca novel. Sad ending rupanya. Dibelakang Ify dan Via, ada Agni dan Shilla yang tidur sedari mereka berangkat tadi pagi.


Mereka berempat akan menuju villa Via di puncak untuk mengisi waktu liburan mereka selama sebulan penuh.

“habis ini kemana, Vi?” tanya Ify saat mobilnya akan melewati perempatan didepan.

Via memberi lipatan pada novelnya, mengusap air matanya kemudian menatap lurus kedepan. Mata Via sembab dan hidungnya memerah.

“kekiri, Fy!” kata Via sendu. Efek habis baca novel masih menyelimuti Via.

Ify membelokan mobilnya kearah kiri. Pohon-pohon pinus khas pegunungan berbaris sepanjang tepi jalan. Via membuka kaca mobil disebelahnya. Sejuk hawa pegunungan masuk kedalam mobil. Walaupun sudah siang, tapi disini masih sejuk.

“dingin, Shill. matiin AC-nya napa?”gumam Agni. Masih kerasan dirumah ternyata.

“lo aja, gue masih ngantuk!” sahut Shilla dengan mata terpejam.

Ify dan Via cekikikan melihat sahabat-sahabat mereka yang masih ngigau ada dirumah. Sekarang kaca  mobil disebelah Ify  juga sudah terbuka. Ify menghirup panjang-panjang udara bersih khas pegunungan yang non polusi perkotaan.

“Agni, Shilla bangun! udah mau nyampe!” kata Via keras. Biar mereka dengar. Nggak ada respon sama sekali dari Shilla-Agni. “bangun-bangun!” Via heboh sendiri didalam mobil.

“bangun-bangun! Mau liburan woy! Bukan mau molor!” Ify menimpali.

Dari dalam mobil yang masih berjalan, Ify dapat melihat 2 buah rumah besar yang berhadapan mulai kelihatan. Disekitar sini masih asri suasana desa. Rumah besarnya pun Cuma ada 2 dan salah satunya villa milik Via.

“villa lo yang mana, Vi?”

“yang kiri!” seru Via semangat.

“berisik!” balas Shilla-Agni.

Ify memarkirkan mobilnya didepan gerbang rumah itu. Saat mau turun ternyata pintu gerbang terbuka lebih dulu. Ify nggak jadi turun dan  mengendarai mobilnya masuk kedalam perkarangan. Mobil berhenti dan dengan cepat Via keluar dari dalam mobil.

“Via?” seorang gadis khas cewek desa berlari menghampiri Via. Via sempat binggung dengan siapa yang manggil dia sampe akhirnya Via berlari memeluk gadis itu.

Ify yang baru turun sempat ikutan binggung ngeliat Via pelukan sama seorang cewek, tapi toh wajar aja kalo emang mereka jarang ketemu pasti kangen. Ify membuka bagasi mobilnya dan mengeluarkan koper-koper ukuran besar dari dalam mobil.

“Vi, bantuin!” rintih Ify yang kakinya habis ketiban koper Shilla yang super gede. Sang empunya koper masih molor ditemani Agni didalam mobil.

Via melepaskan pelukannya dan berlari menghampiri Ify. Cewek desa itu juga ikutan dan ngebantu buat nurunin koper-koper.

“thanks,” kata Ify tulus pada cewek itu.

“Acha,” cewek desa itu mengulurkan tangannya mengajak berkenalan dengan senyum manis yang bersahabat.

“Ify,” Ify menyambut uluran tangan Acha dan membalas senyumnya.

“Agni! Banguun!” Via berusaha ngebangunin Agni-Shilla. “Shilla juugaa!” ujarnya kesal.

***

Baru pertama mengenal Acha, Ify sudah akrab banget sama Acha. Baik, ramah, sopan dan lembut. Saat ini Ify, Via dan Acha sedang berbincang diruang tamu. Beristirahat setelah mengangkat koper-koper besar menuju kamar mereka yang ada dilantai atas.

“kamu tinggal sendiri, Cha?” tanya Ify. Lo-guenya sengaja dirubah jadi aku-kamu kalo ngomong sama Acha. Acha tersenyum menyadari perubahan kata-kata Ify.

“iya sendiri, tapi udah biasa kok! Kadang ditemenin sama ibu.” Jawab Acha.

Ternyata Acha yang menjaga villa Via selama nggak ditempati. Dulu ada ayah Acha yang menjaga, tapi setelah Ayahnya nggak ada Acha memutuskan untuk menggantikan ayahnya. Terkadang ditemani sang Ibu dan terkadang juga sendiri. Walaupun sendiri Acha mengaku nggak takut.

“eh, Cha! Yang didepan rumah siapa?” tanya Via. Raut wajah Acha berubah. Binggung antara cerita ato nggak.

“kenapa?” Ify menangkap perubahan raut wajah Acha.

“eh, disana itu ada sekelompok anak muda gitu, seumuran kalian.” terang Acha. “tapi…”

“tapi kenapa?”

“disana ada 5 cowok, terus ada ceweknya juga 3 orang. Nggak tau ngapain. Tiap malem ribut suara musik gitu. Mereka jarang keluar kalo siang sore, tapi kalo ketemu pasti ngeliatnya nggak enak. Kayak ada apa gituu,” jelas Acha panjang lebar. Ify masih binggung sedangkan Via manggut-manggut. Nggak tau deh ngerti apa nggak.

“jahat lo semua!!” teriak Shilla yang baru masuk dalam rumah. Baru bangun rupanya. Di belakang Shilla Agni sempoyongan mengikuti langkah Shilla.

“Agni bangun! Ini sudah malam! Masa dari pagi sampe malam tidur terus?” omel Shilla pada Agni.

Via-Ify cengo. Lah, orang dia juga baru bangun! Sok ngomelin Agni.

“mending lo bedua mandi, bau!” suruh Ify. Dengan ngedumel nggak jelas Shilla narik Agni buat ngikut naik kelantai atas.

“kamar gue yang mana?” seru Shilla dari atas.

***

Ify sekamar dengan Via dan Agni sekamar sama Shilla. Acha? Dia lebih milih tidur sendiri dilantai bawah. Padahal sudah dipaksa Via tidur bareng, tapi Acha keukeh.

“Shilla, lo udah tidur belom?”

Jam sudah nunjuk ke 12 tengah malem tepat, tapi nggak ada tanda-tanda mata Agni mau terpejam. Shilla disebelah Agni kayaknya sama. Habis gelisah banget tidurnya. Shilla bangkit dan menyalakan lampu tidur didekatnya.

“kita kelamaan tidur dalam mobil!” sesal Shilla. Agni mengangguk menyetujui.

“gue haus,” Agni bangkit dari tempat tidur dan keluar dari kamar.

“ikuut,” seru Shilla dan langsung nyusul Agni.

Hati-hati Shilla-Agni menuruni tangga dalam cahaya yang remang-remang. Shilla menggandeng erat tangan Agni. Takut jatoh kata Shilla tapi sebenarnya Agni tau Shilla ngeles. Shilla itu takut sama hantu dkk.

“denger suara nggak, Shill?” bisik Agni pelan.

“aaaa, Agni jangan mulai deh!”kata Shilla nggak kalah pelan.

“iiihh, bukan suara gaib. Suara musik?!”

Shilla menajamkan indra pendengarannya dan bener, emang ada musik gitu. Malam-malam di tempat kayak gini? Oh, mungkin dari villa didepan. Tapi nggak tau diri amat malem-malem gini nyetel musik kenceng banget.

“siapa sih nyetel musiknya kenceng amet? Kecilin dong!” gumam Ify sambil memeluk boneka stichnya.

“Ify!” Via menguncang-guncangkan tubuh Ify. “bangun!”

“apaan?” sahut Ify malas.

“bangun!” Via menarik tangan Ify dan mengintip keluar balkon yang ada dikamar mereka. Ify mengerjap-ngerjapkan matanya untuk memperjelas penglihatannya yang kabur. Itu…

BRAKK!!! Pintu kamar Via-Ify terbanting hebat. Shilla masuk disusul Agni yang ngos-ngosan.

“kenapa lo?” tanya Ify.

“dapur, Fy! Dapur!” jerit Shilla ketakutan.

“apaan? Dapur kenapa? Kebakar?” tanya Ify. Shilla menggeleng. “habis kenapa?”

“hantuu!!” pekik Agni tiba-tiba melihat sesosok cewek masuk kedalam kamar Via-Ify.

Agni menutup mukanya dengan kedua telapak tangan dan Shilla terduduk memeluk lututnya. Via-Ify cengo memandang sang hantu. Kayaknya kenal, Acha bukan?

“Agni sama Shilla kok lari sih? Kan aku Cuma manggil!”

Ternyata eh ternyata hantu yang dimaksud adalah Acha. Tadi Agni dan Shilla ke dapur buat ngambil minum. Haus bilangnya, terus ada suara langkah kaki yang juga menuju kedapur. Agni-Shilla kira Ify kalo nggak Via, eh nggak taunya cewek rambut panjang urai berjalan menghampiri mereka.

“Agni, Shilla,” gumam cewek itu. Belum sempat melanjutkan perkataannya yang diajak ngomong malah ngibrit nggak jelas.

“ada-ada aja lo bedua!” komen Ify setelah mendengar cerita sebenarnya dari Acha.

“eh, Vi! diluar ada apaan sih? Kok rumah depan musiknya kenceng abiss?” Shilla mencoba mengalihkan pembicaraan dengan berjalan menuju pintu balkon Via-Ify dan menyibak sedikit tirainya. “eh!” seru Shilla tertahan.

Agni menyusul Shilla diikuti Via dan Ify. Mereka berempat mengintip ke villa sebrang dan melihat beberapa anak remaja seumuran mereka tertawa-tawa ria. Villa seberang sama seperti villa punya Via. Pintu balkon di villa seberang terbuka lebar hingga menampakan apa aja yang dilakuin sang pemilik didalamnya.

“minum?” desis Via.

Mereka melihat beberapa cowok menegak sebotol minuman masing-masing. Dengan ditemani beberapa cewek dan tertawa keras seperti merayakan sesuatu. Botol itu bewarna hijau, dugaan sementara mungkin bir dan memang bir.

“mereka semua sebenarnya dari kota. Nggak tau kenapa mau pindah kesini. Sehabis pindah kesini, ya gitu kerjaan mereka. Minum kadang aku liat ada yang ngerokok. Cewek bahkan!” terang Acha.

“hah!” Shilla-Agni melongo nggak percaya. Ify-Via mendekati Acha untuk mengetahui cerita lebih lanjut.

Villa itu dulunya nggak ditempati sama pemiliknya, jadi dijual dan ada segerombolan cowok datang terus ngebeli rumah itu. Cowok-cowok itu tinggal sama beberapa cewek. Ngakunya sama tetangga dan masyarakat mereka itu sodara gitu dan orang-orang percaya. Lagi pula disini sepi, kalo rumah masyarakat disekitar sini ada dibawah gunung yang jauh dari villa maka dari itu nggak ada yang mau tau tentang keadaan disekitar sini. Bohong atau nggaknya mereka masih tanda tanya, tapi selama nggak ganggu toh nggak ada salahnya.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar