Minggu, 01 Mei 2011

Pertama dan Terakhir

Sekedar sahabat, itu yang di anggap Agni. Dan mau lebih, itu yang di harapkan Rio. Rio-Agni sudah sahabatan dari mereka kecil. Punya orang tua yang juga sahabatan ngebuat mereka jadi akraaaap banget!


Sahabatan dari kecil ngebuat mereka slalu sama-sama, beduuaaa mulu dah! Si Rio mulai ada rasa sama Agni tapi Agni cuek dan nggak peduli. Bukan salah Agni juga, Rio nggak ada usaha ngasih tau Agni kalo dia suka sama Agni. Jadi nggak salahkan kalo Agni cuek sama Rio? Maksudnya peduli hanya sebatas sahabat.

“Ag, kenapa Lo nggak mau punya cowok?”

Agni yang tadinya menyalin PR Rio berhenti sejenak dan memandang Rio. Rio-Agni sekelas, sebangku pula. Jadilah kedekatan yang tiada batasnya. Rio balas memandang Agni, menunggu jawabannya.

“nggak tau,” jawab Agni singkat, kemudian melanjutkan menyalin PR-nya. Rio mendengus kecewa, selalu begini.

Rio nggak lagi nanya macam-macam sama Agni. Rio tau jelas jawaban Agni kalo lagi sibuk kayak gini. Agni anaknya susah di tebak. Nggak pernah sama sekali Rio tau gelagat-gelagat Agni kalo dia suka sama seseorang. Apa Agni nggak doyan cowok?

“Lo nggak doyan cowok, Ag?”

Agni berhenti menulis dan langsung mendelik garang pada Rio. “maksud Lo?” sewotnya. Siapa yang nggak sewot kalo secara nggak langsung di bilang ‘nggak normal?’. Agni menutup bukunya yang kebetulan sudah selesai dan menghadapkan badannya pada Rio.

Rio menyeringai. “nggak kok, Ag!” elaknya.

“pertanyaan Lo dari kemaren aneh-aneh tau nggak? Kenapa sih?” tanya Agni. Baginya akhir-akhir ini Rio aneh. Nanya yang aneh-aneh trus kalo balik di tanya jawabanya juga yang aneh-aneh.

“gue nggak pa-pa kok,” Rio mendorong wajah Agni yang memandangnya berlebihan. Rio malu di liatin begitu. “ntar Lo juga tau!” ujarnya misterius.

Alis Agni bertaut menandakan dia pusing tujuh keliling. “Lo sendiri kenapa nggak mau punya cewek?” Agni balik menanyakan pertanyaan pertama Rio tadi.

Rio mengedikan bahunya. “nggak tau,” jawabnya menirukan jawaban Agni tadi.

“tukang jiplak!” cibir Agni.

“Lo nggak suka sama gue, Ag?”

“maksud Lo?”

“Lo mau nggak jadi cewek gue?” tanya Rio iseng. Niat Rio kalo Agni nolak, dia bakal bilang becanda tapi kalo Agni nerima ya sukur lah!

“ha-ha, lucu!” kata Agni datar.

***

Seperti biasa Agni selalu maen basket sepulang sekolah. Malas pulang! Bilangnya. Agni hanya berlari-lari nggak jelas di tengah lapangan memantulkan bola yang nggak kunjung dia masukan ke dalam ringnya.

“apa ya?” gumamnya pada diri sendiri.

Sikap dan pertanyaan aneh Rio akhir-akhir ini membuatnya berpikir keras tentang apa yang terjadi. Apa Rio suka sama gue? Agni mulai kepedean. Agni tertawa kecil lalu menghentikan permainannya. Atau gue yang suka sama Rio? Agni bertanya pada dirinya sendiri.

Harus di akui Rio orangnya baiik banget, cakep, manis, pinter, ramah, semua deh yang baik ada di Rio! Rio juga banyak yang suka, sampe-sampe ada yang bikin fans club Rio. Isinya para penggemar Rio semua yang mayoritas cewek.

“Lo sendiri kenapa nggak mau punya cewek?”

“nggak tau,”

Percakapan Agni dengan Rio tadi pagi kembali terngiang jelas di telinganya. Jawaban Rio entah mengikuti jawabannya atau Rio bener-bener nggak tau? Membuat Agni berpikir juga.

“Ag! Kapan Lo mau pulang?” teriak Rio dari pinggir lapangan.

Rio sedang duduk membaca buku di pinggir lapangan saat Agni mulai menghentikan permainan basketnya. Agni kemudian mendatangi Rio dan langsung-langsung duduk menyender dibahu Rio.

DEGG!!

Jantung keduanya serasa berhenti. Agni kaget! Rio kaget! Rio mesem-mesem nggak jelas di samping Agni dan Agni sendiri bingung kenapa bisa begini tapi berusaha biasa walaupun ombak dan badai menerjang hatinya. Kepala Agni tetap berada di bahu Rio, toh mereka sahabat jadi nggak salah dong kalo posisinya gini??

Dalam diam mereka berdua menikmati rasa nyaman dengan posisi masing-masing. Kapan yah? Sahabat jadi cinta?

***

Rio semakin bingung dengan sikap Agni. Di sangkanya setelah kejadian sender-senderan kemarin Agni memberikannya harapan atas hati Agni, tapi nyatanya? Nggak tau! Agni kembali bersikap biasa. Biasa, sahabat!

Kalo di tanya lelah nggak Rio menunggu Agni. Jawabanya pasti bukan lelah. ‘gue bakal nunggu dia sampe akhir hayat gue!’ mungkin begitu jawabannya Rio. Agni beda dari gadis lainnya. Beda? Mungkin cenderung ke cowok dari pada ke cewek, tapi bukan itu!

Rio duduk melamun entah apa yang dia pikirkan. Seorang Agni ternyata mampu membuat seorang Mario uring-uringan karnanya. Hanya Agni yang bisa, entah apa yang membuatnya berbeda. Tapi yang pasti Rio menyukainya.

Mata Rio tiba-tiba terbelalak dengan apa yang di lihatnya. Dari tadi memang Rio melamun sambil menatap Agni yang berlari lincah di hadapannya, namun yang membuat Rio terbelalak adalah orang yang sekarang menemani Agni bermain di tengah lapangan. Lintar?

Tangan Rio terkepal. Apa bisa dia mukul Lintar gara-gara Lintar main sama Agni? Emang bisa? Emang boleh? Berkali-kali Rio menghela nafas. Dia ingat statusnya. Hanya sahabat! Nggak lebih!

“Yo, gue nemenin Lintar dulu yow!”

Rio mendengus kecewa. Agni langsung-langsung meninggalkannya dan pergi bersama Lintar. Ini pertama kalinya Rio ngeliat muka Agni berseri saat deket cowok. Dan cowok itu Lintar! Apa mungkin… Rio cepat-cepat menggelengkan kepalanya.

Sakit! Dan kecewa! Itu rasanya sekarang. Sekarang gue cape nunggu Lo, Ag! Gue lelah! Gue nggak sanggup! Gue… gue minta maaf!

***

Agni berjalan beriringan dengan Lintar sambil tersenyum. Lintar membawa Agni menuju taman belakang. Minta tolong, kata Lintar tadi. Agni sedikit geli dengan permintaan Lintar tadi tapi segera menyanggupi.

Dengan gitar pinjaman dari ruang musik di tangan kanan Agni, dia mengikuti langkah Lintar dan berhenti di bawah pohon taman. Di sana terlihat sesosok cewek duduk membelakangi Lintar-Agni. Lagi-lagi Agni tersenyum geli.

Lintar mendekati cewek itu. sedang kan Agni tetap pada posisinya dan siap memetik gitarnya. Agni tadi di minta Lintar untuk ngiringi dia nyanyi. Berhubung Lintar mau nembak Nova, sang pujaan hati tapi nggak bisa main gitar. Dia minta tolong Agni deh!

Lintar memberikan kode dengan jentikan jari dan Agni pun mulai memetik gitarnya sesuai lagu yang di minta Lintar tadi. Mau tau judulnya? Sempurna-nya Andra and the backbone!

Agni memetik gitarnya sambil sesekali tersenyum. Tersenyum penuh arti. Kapan Rio nyanyiin lagu buat gue? Kayak Lintar nyanyiin lagu sempurna buat Nova. Eh? Gue mikirin apa sih?

Agni menggeleng pelan kemudian konsen memetik gitarnya hingga lagu sempurna-nya Lintar selesai. Selesai sudah tugasnya. Agni beranjak pergi meninggalkan Lintar dan Nova. Biarkan sekarang Lintar usaha sendiri.

Agni menyusuri koridor kelas-kelas mencari Rio. Saat Agni balik ke lapangan tadi Rio udah nggak ada. Akhirnya Agni memutuskan buat balik ke ruang musik buat ngebalikin ini gitar. Agni jalan sambil uring-uringan dan lagi-lagi ngebayangin Rio. Nggak boleh! Gue kenapa sih?

Suara dentingan piano dari ruang musik membuat Agni mempercepat langkahnya. Dentingan piano yang mengiringi sebuah suara. Suara yang Agni kenal itu siapa. Rio! Agni tiba di ambang pintu ruang music dan memperhatikan lekat-lekat yang ada di sana! Gue rasa, gue jatuh cinta!

Agni menunduk. Itu Rio sama Ify! Rio nyanyi buat Ify, kayak Lintar nyanyi buat Nova! Agni cemburu dan dari situ Agni tau dia suka sama Rio. Suka bener-bener suka! Suka karna cinta! Lebih dari sahabat!

Rio-Ify nggak mengetahui kehadiran Agni. Diam-diam Agni hanya menyenderkan gitar pinjaman tadi di depan pintu dan langsung pergi meninggalkannya. Meninggalkan gitar itu dan ninggalin Rio. Rio yang lagi berdua sama Ify!

Rio menyanyikan lagunya penuh penghayatan. Lagunya ini untuk seseorang yang dia sayang. Sangat teramat dia sayang. Sahabatnya yang sangat-sangat dia sayang. Dia sayang melebihi sekedar teman biasa.

Lagu ‘Rindu Setengah Mati’ milik d’Masiv. Mengalun indah dari bibir Rio serta di iringi lembut oleh permainan lembut piano Ify. permainan selesai, Rio memandangi Ify dan tersenyum lembut padanya.

“Lo mau kan?”

Entah apa yang Rio bicarakan dengan Ify, yang pasti Ify hanya mengangguk dan kemudian mereka bergandengan keluar ruang musik.

***

“gimana sama Lintar?”

Agni yang tadinya asik membaring-baringkan kepalanya di atas meja langsung bangun sehabis mendengar pertanyaan Rio.

“gimana apanya?” tanyanya malas.

“kemaren?”

Agni berpikir sejenak. Kemaren? Kemaren? Kemaren pas gue ngeliat Lo sama Ify? eh! bukan-bukan! Kemaren sama Lintar! Oh iya!

“sudah jadian kok!” jawab Agni lemas. Dan langsung membaringkan lagi kepalanya.

Rio memandang Agni kecewa. Bener-bener kecewa! Kenapa?

Rio langsung beranjak pergi meninggalkan Agni. Dekat-dekat Agni sekarang cuma buat Rio ngerasa sakit di hatinya. Kenapa Agni nggak pernah ngeliat ke dia? Ngeliat seorang Rio yang selalu ada di sebelahnya? Hanya sekedar sahabatkah Rio di mata Agni?

Bel tanda pulang mulai bordering. Anak-anak sekelas langsung berhamburan keluar kecuali Agni-Rio. Mereka masih tinggal di dalam kelas dalam diam. Nggak tau apa yang harus di bicarakan di antara keduanya.

“ayo pulang!” ajak Agni dan langsung pergi keluar kelas. Rio mengikuti di belakangnya.

Rio-Agni sebenarnya nggak nyaman diem-dieman gini. Tapi mereka masing-masing masih bingung kenapa saling diam dan nggak tau mesti ngapain. Agni di depan berjalan sambil ngelamun dan tiba-tiba nabrak orang di depannya.

“aduh!” pekik keduanya. Agni dan orang itu jatuh terduduk bersamaan.

“Lo nggak pa-pa?” Rio mengulurkan tangannya. Tapi bukan untuk Agni. Tangan itu untuk Ify! orang yang tadi di tabrak Agni.

Agni merasa matanya memanas saat menyaksikan Rio lebih memilih Ify dari pada dirinya. Memilih? Agni menggeleng pelan sambil mencoba berdiri sendiri. Tangan Rio-Ify nggak lepas-lepas, Agni yang melihatnya merasa akan ada yang turun dari matanya.

“gue duluan!” Agni pamit dan berlari meninggalkan Rio-Ify.

Rio tertunduk. Agni nggak cemburu? Agni nggak cemburu ngeliat dia sama Ify?

“dia nangis, Yo!”

Alis Rio bertaut. “maksud Lo?”

“Agni tadi nangis, Lo nggak liat?” tanya Ify. Rio menggeleng.

“rencana gue gagal! kita nggak usah pura-pura lagi, Fy! Percuma! Agni nggak punya rasa sama gue!” desah Rio putus asa.

Ify menepuk pundak Rio pelan. “dia tadi nangis, Yo! Artinya dia suka sama Lo!” ujar Ify gregetan.

“Agni nangis?” tanya Rio nggak percaya. Ify mengangguk cepat mengiyakan. “artinya dia cemburu ngeliat gue sama Lo?” nada bahagia kedengaran jelas dari suara Rio. Tapi tiba-tiba wajah Rio berubah suram. “tapi sudah ada Lintar,”

“gue sama Agni nggak ada apa-apa kok! Kemaren gue cuma minta tolong Agni ngiringi gue nyanyi!” jelas Lintar yang tau-tau muncul di belakang Rio. Rio terperangah. Lintar ngegandeng Nova?

“Lo bukannya pacaran sama Agni?”

Lintar menggeleng. “gue minta tolong Agni ngiringi gue nyanyi buat nembak Nova kemaren.” Terang Lintar lagi sambil menggenggam erat tangan Nova di sebelahnya. Nova tertunduk malu-malu.

Senyum lebar menghiasi wajah Rio sekarang. Senyum sumringah kebahagiaan. Sekarang Agni untuknya seorang. Rio langsung-langsung berlari menuju parkiran sekolah mengambil motornya. Rumah Agni adalah tujuan utamanya. Agni! Tunggu gue!

“RIOO!!!”

***

Agni duduk sendiri di pinggir kolam renangnya. Memangku gitar pemberian Rio. Memetiknya asal tapi bernada miris sesuai hatinya. Sadar saat Rio milik Ify, nggak ada gunanya! Agni menengadah menghadap langit. Gelap! Tanpa bintang!

Perlahan lelehan bening kembali turun. Kali ini Agni membiarkan airmatanya turun membasahi pipinya. Membiarkan dia meluapkan apa yang dia rasakan. Penyesalan dan kehilangan!

“gue cinta sama Lo! gue sayang sama Lo! Cuma sama Lo, Mario!!”

Agni mulai menangis terisak begitu sakit rasanya. Agni memeluk gitarnya. Gitar pemberian Rio, berharap dengan begitu dia bisa sedikit tenang. Namun salah, Agni bukan butuh gitarnya! Agni butuh Rio-nya! Bukan sebagai sahabat! Tapi sebagai cintanya!

“aku juga sayang sama kamu! Sayang banget! Dari dulu!”

Agni mengusap airmatanya cepat-cepat. Itu suara Rio. Rio ada di belakangnya. Rio maju mendekati Agni dan duduk di sebelahnya. Sama seperti Agni menengadah ke langit menatap langit yang gelap tanpa bintang.

“aku sayang sama kamu, Ag! Cinta juga,” ulang Rio masih memandang langit. Agni menoleh pada Rio. Sedikit nggak percaya dengan yang Rio ucapkan. Agni nggak mau berharap. Agni takut berharap. Sebatas sahabat! Agni nggak mau ngedengar kata-kata itu!

“lebih dari sahabat!” lanjut Rio seakan tau isi hati Agni.

Entah dapat dorongan dari mana. Agni langsung memeluk Rio erat. Menumpahkan lagi tangisnya. Kali ini tangis bahagia. Agni bener-bener bahagia. Rio sayang sama dia. Rio cinta sama dia. Hanya dia. Hanya Agni!

“Ify?” Agni teringat Ify dan langsung melepas pelukannya. Berdiri.

Rio ikut berdiri dan menghapus airmata Agni. “pura-pura aja!” balas Rio. Agni terdiam dan lagi-lagi memeluk Rio, sedikit tersenyum. Harusnya dia marah di bohongi, tapi nggak bisa! Bahagianya terlalu besar!

“gue cinta mati sama Lo, Yo!” bisik Agni pelan. Bener-bener-bener cinta mati! Sambungnya dalam hati.

Rio mengurai pelukannya. Menatap mata Agni, “nggak boleh!” larang Rio cepat. Agni cemberut. “Cuma aku yang boleh cinta mati sama kamu!” lanjutnya kemudian. Dan senyum kembali mengembang di pipi Agni.

Rio memandangi wajah Agni sendu. Harus kah? Rio mengecup kening Agni lama. Matanya terpejam menikmati detik-detik dirinya dan Agni. Rio mengakhiri kecupannya dan lagi memeluk Agni. Seakan nggak mau kehilangan gadis dalam dekapannya ini!

“aku mau pulang dulu,” ujar Rio tiba-tiba.

“kenapa?”

Rio menggeleng dan tersenyum simpul. Agni memiringkan kepalanya memandang Rio. Rio berjalan keluar rumah Agni.

“aku cinta kamu! Selamanya cuma kamu!” ujar Rio lirih, tapi masih terdengar sampai telinga Agni.

“RIOO!!!”

***

“sabar ya, Ag!”

Satu per satu orang nggak henti-hentinya mengucapakan kata-kata itu. Agni sendiri nggak terlalu memusingkan kata-kata itu. dia terlalu focus pada foto seseorang yang di pegangnya. Foto cowok kesayangannya. Yang sangat-sangat di sayanginya.

“gue benci berharap, Yo!”

Rio sudah nggak ada. Dia meninggal tepat di hari di mana Rio bakal ngasih tau kalo dia dan Ify bersandiwara. Sebuah mobil menabrak Rio hingga Rio jatuh membentur trotoar dan mengakibatkan pendarahan di kepalanya. Dan di saat itu juga Rio pergi.

Agni meletakan foto Rio. Sudah 48 jam sejak terakhir dia ketemu Rio tepatnya arwah Rio. Rio yang mengatakan cinta, Rio yang bilang sayang, Rio yang ngecup keningnya dan Rio yang ngelarang dia cinta mati sama Rio. Itu pertama kalinya. Itu semua serba pertama yang di lakukan Rio pada Agni.

Agni beranjak sambil menenteng gitar pemberian Rio. Habis sudah airmatanya. Biarkan hujan yang gantiin airmata gue. Biar hujan yang wakilin gue, mewakili perasaan gue yang masih sedih karena kepergian Lo!

Di tengah guyuran hujan Agni bersenandung sambil memetik gitarnya. Gitar kesayangannya. Gitar pemberian orang kesayangannya yang sudah pergi meninggalkannya.


Semoga dirimu disana
kan baik-baik saja untuk selamanya
disini aku kan selalu rindukan dirimu
wahai sahabatku ( Rio – Rindukan Dirimu )


Agni mengakhiri petikan gitarnya di iringan bulir-bulir bening membasahi pipinya. Agni kembali menangis. Rio? Kita memang sahabatan kan? Kita kan belum jadian. Agni tersenyum miris mengingat semuanya. Semua terlambat! Kenapa sadar di saat semua terlambat??

“Pertama kalinya Lo bilang Lo sayang sama gue, tapi sayang itu juga yang terakhir kalinya.”

Pertama dan Terakhir…


Mengapa terjadi kepada diri mu…
Aku tak percaya kau telah tiada…
Harus kah ku pergi tinggalkan dunia…
Agar aku dapat berjumpa dengan mu…
( Peterpan – Kisah Cintaku )

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar