Senin, 29 Agustus 2011

PsycoLove #18

Kerja paksa dimulai! Rela nggak rela harus rela. Via sudah bersiap dengan seragam dan peralatan sekolahnya. Hari ini emang nggak belajar, semua sibuk persiapan perpisahan entar dan dia kebagian sibuk persiapan theaternya Bu Winda.


Via duduk diruang tamunya sambil menghentakan kaki, sesekali dia melirik pergelangan tangannya. Sudah hampir jam 7 tapi Alvin belum juga datang. Kemaren Alvin sendiri yang memaksa Via buat berangkat pagi bersamanya dan sekarang Alvin sendiri pula yang membuat Via menunggu.

Klakson mobil didepan pagar rumahnya membuat Via segera beranjak dan bergegas keluar. Itu sudah pasti Alvin! Seenak jidat ngeklakson berkali-kali didepan rumahnya.

Via memasang tampang cuek setelah keluar dari rumahnya, efek setengah jam Alvin membuatnya menunggu. via membuka pintu mobil Alvin nggak sabaran dan langsung saja duduk diam disana.

“lama ya?” tanya Alvin setibanya Via disebelahnya. Via melirik sinis. Sudah tau nanya! “Vi?” panggil Alvin setelah beberapa saat nggak menemukan jawaban sepatah kata pun dari Via.

Via yang tadinya kesal sekarang jengkel. Udah nunggu lama, sekarang nggak jalan-jalan pula! well! Biarin aja! gue nggak bakal mau ngomong sama Lo sebelum gue nginjakin kaki gue di sekolah! Sumpah Via dalam hati.

“Vi? Kamu kenapa sih?”

Via merengut. Kenapa nggak jalan aja sih???

“aku nggak bakal jalan sampe kamu mau ngomong sama aku!” kata Alvin kemudian lalu mematikan mesin mobil yang sedari tadi menyala.

Via duduk diam disebelah Alvin sambil memandang keluar jendela. Bingung harus apa dan bagaimana. Dia udah terlanjur nyumpah tadi. Hape dalam genggamannya nggak berhenti bergetar. Agni nelpon plus sms minta pertolongan karena dia udah sampe disekolah duluan.

Bodo amat sudah! Via membuka pintu disebelahnya dan turun, diperhatikan Alvin yang hanya diam melihatnya. Via menutup pintu kasar dan mulai masuk kembali kedalam rumah. Sebelum masuk Via membuka terlebih dahulu gerbang rumahnya.

“emang Lo doang yang punya mobil! Gue juga punya!” sungut Via. Dia berniat mengendarai mobilnya sendiri.

“kamu kenapa sih?”

Via menghentikan langkahnya yang ingin memasuki mobil dan menoleh pada Alvin yang berdiri didepan garasi mobilnya. Jangan ngomong Via! Nggak boleh ngomong!

“aku ada salah sama kamu?” tanya Alvin nggak tau diri.

Banyak banget salah Lo! masa Lo nggak tau hah?!

“Vi? Kalo aku ada salah, aku minta maaf.”

Bukan kalo lagi! Lo memang ada salah sama gue!

“ngomong dong, Vi! Kalo kamu nggak ngomong gimana aku bisa memperbaiki kesalahan aku?”

Gue nggak bakal ngomong sampe Lo sadar!! Alvin Jonathan!

Via mulai menaiki mobilnya, udah telat dari jam seharusnya dia ngehadap Bu Winda berdua Alvin. Mesti cepat-cepat dan harus nemu alasan yang bagus.

“nggak ada yang boleh pergi sebelum masalah kita selesai.” Alvin tiba-tiba saja mencekal pintu yang akan di tutup Via. “aku salah apa, Vi? Ngomong.” Lembut Alvin meraih pipi Via agar wajah Via mau menghadap kearahnya.

Via masih bungkam. Antara takut dan masa bodo Via membungkam mulutnya mengingat janji yang dia ucapkan. Tepatnya sumpah!

“ngomong!” Alvin memaksa Via dengan menatap gadis itu tepat dimatanya.

Oke! Via mulai ketakutan, terus mesti gimana? Seperti semboyan iklan layanan masyarakat. ‘Utamakan Keselamatan’ Via akhirnya buka suara.

“aku pengen cepet nyampe sekolah!” jawab Via sok acuh tanpa menatap balik Alvin. Nggak berani!

Alvin cengo kemudian berdecak. Just it?

“kamu pindah kesebelah, biar aku yang bawa mobilnya.” Alvin mundur satu langkah untuk memberi Via celah turun kemudian pindah. “ato kamu mau kita duduk berdua dalam satu bangku?” kata Alvin lagi karena melihat Via sama sekali enggan berpindah.

Via melotot lalu cepat-cepat turun dan berpindah ke bangku penumpang disebelah Alvin. Tidak lupa untuk kembali bersumpah, tiada obrolan selama perjalanan!

***

Agni hampir mati berdiri saat Cakka duduk disebelahnya. Untung sesaat itu juga Bu Winda yang biasanya menjadi Malaikat petaka kini berubah menjadi Malaikat pembahagia dimatanya. Agni yang berdiri dan Cakka yang duduk. Menonton Bu Winda yang sedang berbincang dengan beberapa temannya Zeva.

“kostumnya kita jadi bikin model tempo dulu gitu, Bu? Kayak negeri dongeng beneran?” seorang gadis kecil berkacamata bertanya pada Bu Winda. “kalo dihitung waktu seminggu ini, saya rasa nggak sempat, Bu!”

Agni mengamati sedetail-detailnya pembicaraan Bu Winda dengan gadis itu. kalo nggak salah Oliv namanya. Nggak sempet bikin bajunya kalo seminggu? Agni menemukan ide yang brilian untuk menolong Via!

“ganti judul aja, Bu kalo gitu. Dari pada teater ibu nggak jalan?” usul Agni dengan niat terselubung.

Bu Winda berpikir sebentar kemudian melirik Agni sekilas. “diganti apa?”

“Malin Kundang!”

GELEGAARR!!

Bu Winda merasa pening tiba-tiba. Masa pertunjukan indah percintaan remaja miliknya harus diganti kekurang ajaran seorang anak kepada ibunya? Bu Winda menautkan alisnya memandang Agni, dan lagi pandangan bu Winda kemudian beralih, pada Cakka!

“menurut kamu gimana, Kka?” tanya Bu Winda pada Cakka.

Cakka beranjak dari duduknya dan berdiri disebelah Agni, melirik Agni sekilas dengan garis mata yang seakan-akan dapat berbicara disana ‘gue tau rencana Lo!’

“saya rasa kita Cuma perlu ganti settingannya aja, Bu. kita buat Snow White yang modern. Alur ceritanya tetap, hanya saja setting latar dan tempatnya kita buat modern seperti sekarang. Drama yang sesungguhnya. Percintaan anak remaja.” Cakka memainkan alisnya dan tersenyum miring pada Agni dipenghujung kalimatnya.

Agni melihat senyum dan permainan alis itu tapi dia binggung antara pengen kesem-sem apa muntah saat itu juga!

“boleh juga,” komentar Bu Winda. Berminat, nggak berminat.

“Snow White yang dikisahkan tertidur gara-gara apel, bisa di ubah menjadi mati suri atau apapun yang masuk akal. Dan penyihir yang jahat bisa dikisahkan ibu tiri atau apalah!” terang Cakka lagi.

Bu Winda mengangguk hikmat dan saat itu juga, Snow White dari negeri dongeng berubah menjadi The Modern Snow White dunia nyata!!

***

“heh, Mas! Lo jadi cowok yang bener dong! Masa iya memohon gitu aja ketauan banget bohongnya! Professional dong!”

Entah untuk berapa kali Agni mendamprat Alvin karena actingnya yang kacangan. Nggak terlalu kacangan, Cuma melampiaskan kejengkelan yang nggak kesampaian aja. lumayan kan ada yang bisa dijadikan pelampiasan.

Alvin memandang Agni jengkel-jengkel heran. Itu anak kayaknya sensi amat sama dia. Dari tadi actingnya nggak ada yang bener dimata cewek Cakka yang satu itu. Alvin menghela nafas, bersabar. Jangan sampe dia balas mendamprat Agni. Bisa bermasalah sama Cakka dan Via dia.

Via memandangi Agni heran-heran hepi. Herannya kenapa dari tadi Agni nggak selesai-selesai ngomelnya dan hepinya karena sekarang Alvin berlutut dihadapannya. Sedikit bingung dengan cerita, ini Snow White apa Romeo and Juliet? Berharap nanti ada adengan Alvin sujud sekalian dikakinya.

“Vi, ekspresi Lo harusnya murung! Kenapa Lo senang?” Cakka ikutan mencela actingnya Via. “Lo juga harusnya natap matanya Alvin buat ngeyakinin di sketsa ini! Bisa acting nggak sih?” ujar Cakka pedas. Nggak mau kalah mengomentari sahabat sang pacar.

“yang nggak bisa acting itu temen Lo!” sahut Agni sinis disebelahnya.

“apa?”

“ Lo nggak denger? Hhh, ya udah. nggak pa-pa!”

Alvin berdiri dari posisinya, berdiri bersebelahan dengan Via dan asik menonton dua orang coordinator ‘Theater Bu Winda’ yang perang mulut didepannya.

“Agni! Cakka! Ribut-ribut apa ini?!” Bu Winda datang dan membungkam keduanya. Bu Winda berkacak pinggang dengan gulungan kertas ditangan kanannya, itu pasti script. “kenapa? Ada apa?” tanya Bu Winda dengan raut bingungnya.

“acting Alvin jelek, Bu! Dia diganti aja!” kata Agni langsung.

“acting Via yang jelek, Bu. Mana mimik wajahnya nggak fleksibel.” Sambung Cakka. Agni menoleh kilat dan memandang Cakka tajam.

“eh! temen Lo itu yang nggak fleksibel. Masa memohon kayak ngemis.”

“heh! Memohon itu ya memang kayak ngemis! Masa iya ada memohon kayak orang ngerampok! Lo…”

“stop-stop-stop!” pekik Bu Winda sambil mengangkat kedua tangannya. Entah apa maksudnya. “Kalian berdua naik keatas panggung dan tunjukan gimana cara yang benar pada Alvin dan Via!” suruh Bu Winda.

“hah?!”

“ Agni jadi cowoknya dan Cakka jadi ceweknya! Cepet!” kata Bu Winda lagi. “sekarang!”

“Bu…”

“ceritakan maksud kalian dengan gerak-gerik badan kalian. Berikan contoh yang benar kepada Alvin dan Via.” Tegas Bu Winda tanpa harapan ada yang mau menentang.

Agni mengerucutkan bibirnya kepada Cakka, cowok macam apa yang nggak mau ngalah sama cewek?! Jadi beginikan jadinya!!

Pasrah Cakka-Agni naik ke atas panggung menggeser Alvin-Via yang menjadi penunggu panggung sebelumnya.

“ayo!” Alvin menarik tangan Via kepinggir panggung untuk memberikan ruang buat Cakka Agni.

“eeehh! Nggak make…” Via bungkam saat Alvin menatapnya membunuh. ‘berani ngelanjutin protes kamu, pulang sekolah kita bakal langsung nikah!’ kurang lebih begitu maksudnya.

‘nggak make megang-megang kalii…’ Via menyerukannya dalam hati.

“sudah! ayo cepat!!” seru Bu Winda nggak sabaran.

***

Sketsa 1 : Action!

“Cakka! Aku mohon jangan tinggalin aku! Aku janji sama kamu aku bakal berubah, berubah sepenuhnya demi kamu!” Agni mengucapkannya puitis dengan berlutut dihadapan Cakka. ‘amit-amit! Tanggal berapa nih? Hari sial gue!’

“aku janji bakal ninggalin semua masa lalu aku demi kamu! Kalo perlu aku tinggalin keluarga aku demi kamu, Kka! Cuma kamu!” aiissshh lebe bangett dah script-nya ini! Siapa yang nulis.

Wajah Cakka datar dihadapan Agni. Cakka bener-bener menghayati perannya.

“maaf, Ag!” ujar Cakka lemah sambil memalingkan wajahnya. Agni melotot! Gila!! Lebay gila ini orang!!

“tapi kenapa, Kka? kenapa?” Agni berdiri dan meraih tangan Cakka. “aku rela, Kka! aku rela ngorbanin segalanya demi kamu!”

Cuiih! Kalo bukan karna Bu Winda yang sedari tadi mantengin mereka berdua. Agni mana mau ngomong begitu.

“maaf, Ag! Aku nggak bisa! Aku mohon jangan paksa aku!”

Apa-apaan? T_T

“kenapa? Kenapa, Kka?” tanya Agni emosi. Beneran emosi! “apa ada cowok lain dihati kamu? Iya?”

Segaris senyum tipis hampir saja tercetak dibibir Agni saat dia mengucapkannya. Cakka hombreng!! XDD

Cakka melihat garis tipis itu. Cakka tau jelas apa maksudnya. Agni menertawakannya.

“kamu nggak lagi cinta sama aku!” ujar Agni melankolis.

“Ag…”

“cukup, Kka! aku tau, aku nggak pantas buat kamu!”

“Ag…”

“sudah ada cowok lain yang ada dihatimu, dan itu bukan aku!”

“Ag…”

“harusnya…”

“Agni! Dengarkan aku dulu!” Cakka merenguh pipi Agni dan mendekatkannya pada wajahnya. “dengarin dulu!”

Agni memandang Cakka waspada. Adegan beginian emang ada, tapi nggak dekat-dekat amat kali mukanya.

“aku… aku…”

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar