“jangan dekat-dekat!!” Agni refleks ngedorong Cakka, waktu
jarak antar keduanya sudah bisa dibilang sangat dekat. Agni memandang Cakka
yang berada agak jauh darinya Sengit. Nggak otak nggak kelakuan mesum semua!
Cakka memandang Agni bingung. Parno amat! Baru dipegang gitu
juga.
“yang jadi cowoknya kan gue? Kok malah loe yang agresif?”
Agni memincingkan matanya pada Cakka. Curiga, playboy satu ini pasti mau
ngambil kesempatan.
Cakka mendekat lagi pada Agni. “kan memang ada di scriptnya?
Ceweknya ngerenguh muka cowoknya gitu!” jawabnya tanpa beban.
“halaah! Alasan! Loe mau ambil kesempatan kan? Ngaku! Udah
ketauan dari muka Loe. Tampang mesum!”
“terserah apa kata Loe dah! Gue cape berantem mulu!” ujar
Cakka terserah.
“pokoknya gitu deh, Bu!” Agni langsung menghadap Bu Winda
kemudian menoleh pada Alvin. “Lo bisa nggak? Yang total kayak gue tadi. Kalo
nggak bisa mending ganti pemain aja deh!” Agni berbicara seenak jidat tanpa
peduli Alvin yang udah pasang muka rada-rada emosi.
Alvin berdiri dipinggir panggung sama Via. Memperhatikan
acting Cakka-Agni yang menurut dia nggak ada apa-apanya. Masih bagusan dia sama
Via kemana-mana. Dan yang jelas Alvin tetep jadi cowoknya. Nggak kayak Cakka
yang harus jadi ceweknya.
Bu Winda mengangguk-anggukkan kepalanya. Biar kata acting
Cakka-Agni tadi sebentar tapi acting mereka lumayan.
Agni mulai melangkah turun dari atas panggung malas
berlama-lama jadi pusat perhatian. Agni berjalan melewati Cakka lalu ngelewati
Alvin-Via. Sebelum bener-bener turun dari panggung Agni sempet-sempetnya narik
tangan Via buat ngikut dia.
“istirahat bentar ya, Bu?” pinta Agni, Via yang ada
disebelahnya mengangguk semangat.
“5 menit!”
“Yah? Bentar amat, Bu?” Via menyela nggak terima.
“nggak bisa ditawar! Cepet!” Perintah Bu Winda.
Agni-Via langsung lari sehabis diperintah Bu Winda. Disiplin
diprioritaskan kalo sama Bu Winda. Kalo misalnya 5 menit itu lewat, bisa-bisa
jam pulang mereka bakal tambah jauh dari yang sebenarnya.
Sepeninggal Agni-Via, Bu Winda juga meninggalkan ruangan.
Katanya tadi mau nyari Zeva dan sekarang, tinggalah Alvin-Cakka bedua diatas
panggung. Menatap punggung Bu Winda yang menghilang dibalik pintu.
“sampai kapan mau kayak gini terus?”
“gue nggak tau, yang pasti nggak lama lagi.”
***
Meja kantin semua penuh. Nggak ada tempat buat Agni-Via
disana. Agni melirik Via yang kelihatan sedang mengamati sekeliling kantin dan
tak lama setelahnya Via juga melirik Agni dan saling lirik lah mereka.
“nggak ada tempat duduk, Ag!” Lapornya. Agni mengangguk.
“terus gimana?”
Agni mengedikan bahunya. “nggak tau,”
Masih berdiri, Agni dan Via malah sibuk memperhatikan
suasana kantin yang rame. Sebenarnya sambil menunggu juga ada yang pergi dan
mereka bisa pake tempat yang kosong itu buat makan, tapi… kok nggak ada yang
selesai-selesai?
“Ag? Kita duduk disana yok?”
Via menggandeng tangan Agni dan menunjuk kesatu arah. Agni
memincingkan matanya melihat tempat yang Via tunjuk. Itu tempat nyisain dua
bangku kosong. Pas buat mereka berdua. Tapi disana ada sepasang muda mudi yang
sedang berbincang. Itu… Patton sama Zeva! Mereka ada hubungan apa?
Via menarik tangan Agni mendekati keduanya semangat
sementara itu Agni yang disebelahnya memandang Via aneh. Perasaan Via paling
malas berurusan sama Zeva? Tapi sekarang kok malah dia yang berniat deketin
Zeva?
“hai, Patton?” sapa Via ceria setibanya dimeja Patton-Zeva.
Patton-Zeva yang tadi mengobrol menoleh dan mendapati
Agni-Via didekat meja mereka. “eh? hai, Vi! Duduk-duduk, gue sama Zeva baru aja
ngomongin zaman-zamannya kita SMP dulu. Bernostalgia.” Patton menepuk bangku
disebelahnya, menyuruh Via duduk disana.
Perlu diketahui, Patton sama Zeva duduk berhadapan. Makanya
bangku disamping keduanya kosong. Via langsung duduk sehabis disuruh, begitu
juga Agni yang ikutan duduk waktu Via duduk. Agni duduk disebelah Zeva.
Zeva terlihat kesal dengan kedatangan Via-Agni. Pengganggu!!
Kurang lebih begitu menurutnya kedua orang pendatang baru ini.
“gue mau pesan dulu! Lo mau apa, Vi? Gue pesenin sekalian.”
Tanya Agni sambil beranjak dari bangkunya. Menunggu jawaban Via.
“gue minum aja deh, es krim strawberry!” sahutnya cepat.
Agni tersenyum sumbang kemudian pergi. Pesan es krim ya?
dimana-mana juga es krim dimakan kali! Masa mau diseruput kayak minum air. Via
rada henk nih deketan sama Zeva.
Sepeninggal Agni, Via sibuk mengajak Patton ngobrol.
Melupakan atau tepatnya sengaja melupakan Zeva yang ada disana. Via selalu
bertanya setiap kali Zeva buka suara, Via sengaja. Patton nggak boleh
dekat-dekat Zeva!! Zeva itu jahat!
Zeva memandang Via jengkel. Cewek yang satu ini bener-bener
pengganggu! Kenapa dia nempelin Patton kayak begitu?? Zeva mendengus dan
memilih meminum Jus jeruknya.
“eh? Ze, kenapa diam?” Via bertanya mengejek pada Zeva.
Pertanyaan basa-basi yang Via tau sendiri jawabannya. Gimana nggak diam, orang
tiap kali mau ngomong dicela mulu! Via tertawa dalam hati.
Zeva menghembuskan nafas panjang. “nggak pa-pa, lanjut aja
Lo bedua.” Ujarnya pelan namun tegas.
Via mengernyit, Zeva kenapa? Tumbenan nggak langsung
meledak. Biasanya juga sehabis saling ejek sedikit mereka pasti langsung ribut.
“Lo sakit, Ze?” tanya Via peduli. Bener-bener peduli! Via
rada aneh dengan Zeva yang nggak menyahut ejekannya seperti biasa. Zeva
menggeleng sambil mengernyit. Tumbenan?
Via mengangguk, sedikit ada rasa bersalah mengganggu obrolan
Patton-Zeva. “Agni lama.” Desahnya. Menutupi rasa canggungnya dengan Zeva.
Tak lama Patton mulai kembali mengajak Zeva berbincang, Zeva
menjawab dan Via mendengarkan. Nostalgia masa-masa SMP dulu, hal-hal yang
memalukan zaman dulu pun bisa menjadi hal yang menyenangkan sekarang.
“Lo itu nekat banget ngedekati Iyel gara-gara mau ngebalas
gue, untung Iyel kuat iman nggak tergoda sama Lo!” Via mengucapkannya tertawa,
mengingat Zaman mereka SMP dulu, mereka sempat memperebutkan Iyel.
Zeva juga tertawa. “itu Iyel-nya aja yang payah! Masa iya
pas gue tembak dia malah ngajakin gue beteman aja. ya, mau nggak mau gue
terima. Gue udah tau tuh dia nolak gue secara halus.” Ujarnya geli, mengingat
reaksi dan tingkah laku Iyel dulu.
Patton memandang kedua cewek yang ada didekatnya bergantian.
Rada aneh dan bingung ngeliat keduanya akur, tapi bukan masalah. malah bagus, kalo
akrab gini kan asik!
“ngomongin apa sih?” Agni datang dan langsung meletakan
pesanan Via diatas meja. Sedangkan pesananya sendiri ya dia pegang. Agni Cuma
pesen sekaleng softdrink.
Zeva-Via mengacuhkan Agni dan asik dengan obrolan mereka
sendiri. Kening Agni berkerut, tumbenan akur? Pandangan Agni kemudian beralih
ke Patton. “ada apa nih?” tanyanya penasaran. Patton menggeleng lalu mengedikan
bahu, tanda tak tau apa-apa.
Agni kemudian duduk dan memperhatikan perbincangan keduanya.
Hanya menjadi pendengar setia bersama Patton. Hidup memang nggak terduga. Kawan
memang bisa jadi Lawan, tapi nggak menutup kemungkinan kalo Lawan bisa jadi
Kawan.
***
Waktu istirahat Via-Agni lewat tanpa mereka sadari. Hal
nyata pertanda tidak baik terlihat pada saat keduanya memasuki aula. Aura-aura
tak mengenakan terlihat dari tiga orang yang ada disana. 1 Bu Winda, 2 Alvin, 3
Cakka!
“kemana aja kalian? Sudah Ibu bilang kan, 5 menit!” damprat
Bu Winda langsung setibanya Agni-Via dihadapannya. Agni-Via bungkam, nggak punya
alasan bagus.
“Lo mau lari dari tugas Lo?” Cakka ikut berbicara, dan tentu
khusus buat Agni perkataannya tadi.
Agni mendelik pada Cakka, tanda tak terima. “heh! Sorry ya!
gue ini orangnya bertanggung jawab!” serunya langsung.
“Oh Ya?” Alvin menyahut. “jangan-jangan ngaret hampir sejam
itu yang Lo bilang bertanggung jawab.” Sinisnya.
“kenapa Lo yang marah-marah? Kita telat kan tentu ada
alasan!” sahut Via kesal.
Alvin memandang Via, matanya menyipit. “terus, apa alasan
kamu?” tanyanya sinis. Via terdiam.
“ada apaan sih?” Zeva datang dan dengan tiba-tiba sudah ada
diantara mereka. Wajah Via berubah sumringah! Dewi Fortune!
“tadi gue sama Agni diskusi masalah theater sama Zeva! Itu
alasan gue!” seru Via langsung pada Alvin.
Zeva memandang Via bingung. Kenapa tiba-tiba nama dia
dibawa-bawa?
“Cukup!” Bu Winda buka suara setelah terdiam memperhatikan
perkelahian muridnya. “sekarang kalian lanjutkan tugas kalian tadi, dan kamu
Zeva ikut Ibu. Ibu sudah nyariin kamu kemana-mana, nggak taunya kamu malah sama
Agni-Via. Ayo!”
Dengan kening berkerut binggung Zeva mengikuti Bu Winda yang
keluar aula. Baru juga masuk udah disuruh keluar lagi. Sungutnya dalam hati.
namun tak bisa berbuat banyak dan akhirnya hanya bisa mengikuti.
Perang tatap tak terelakan sesaat setelah Bu Winda pergi.
Saling tatap beda arti menghujam satu sama lain. Agni vs Cakka, tatapan jengkel
vs tatapan meremehkan. Via vs Alvin, tatapan sok berani vs tatapan kasih sayang.
“nih! Schedule yang mesti Lo atur. Bikin proposal ke kepsek buat
minta bantuan dana.” Cakka mengulurkan selembar kertas pada Agni. “itu semua
yang dibutuhkan, sebisa mungkin besok harus sudah selesai!” perintah Cakka
seenaknya.
Agni melotot. Apaan?? Enak bener??!!
“Ayo latihan!” Alvin menarik tangan Via dan menyeretnya menuju
panggung. Via mengikuti langkah Alvin sambil memandangi punggungnya kesal,
namun tak bisa berbuat apa-apa dan akhirnya hanya bisa pasrah.
***
“aku cape! Ini udah kesepuluh kalinya kita ngulang adegan
ini Vi! Kamu kenapa sih?” seru Alvin kesal sambil beringsut duduk dilantai
panggung saat itu.
Sudah ada sepuluh kali Alvin mencoba melakukan adegan saat
sang Putri Tidur yang merangkap menjadi cewek biasa anak tiri orang kaya yang
sedang terbaring dalam tidurnya yang merangkap menjadi koma dan mencoba untuk
menciumnya biar bangun yang merangkap biar sadar. (dipahami)
Dan kesepuluh kalinya juga Via menertawakan acting Alvin
yang menurutnya terlalu lebay. Nggak terlalu lebay, hanya saja tanpa ada yang
tau Via menutup rasa gugupnya dengan tertawa. Cuma dengan itu dia bisa
menyembunyikan rona merah pada pipinya.
“ayo mulai lagi!” Alvin beranjak dan meraih tangan Via.
Membimbingnya kembali berbaring diatas sebuat tempat tidur properti theater.
“jangan ketawa lagi!” peringat Alvin jengkel.
Wajah Via kali ini nggak bisa menutupi rona merahnya. Wajah
Alvin terpampang jelas dihadapan Via. Adegan bangun membangunkan tapi nggak
pake beneran. Alvia sudah menyepakati kalo nggak ada yang beneran dalam adegan
yang satu ini.
“biar nggak ketawa lagi mending kamu nutup mata deh!” ujar
Alvin memberi solusi. Cape ngeliat Via ketawa mulu.
Via menurut. Ditutupnya matanya perlahan. Deg-degan
kalo-kalo Alvin mengingkari perjanjian mereka tadi. Alvin yang memperhatikan
wajah resah Via yang terpenjam tersenyum lebar karenanya. Via pastinya resah
takut-takut dia melakukan yang lebih daripada yang disepakati.
Alvin menghela nafasnya dan Via mendengar helaan nafas
Alvin. Pasti adegan sudah mau dimulai. Via menahan nafasnya diam-diam sambil
memejamkan matanya erat dia menunggu. menunggu?
“kamu kenapa, Vi? Kenapa bisa begini?” suara Alvin mulai
terdengar ditelinga Via. Alvin pasti sudah berada disebelah wajahnya. “sampai
kapan kamu begini, Vi?” lirih Alvin mengucapkannya sungguh-sungguh.
Tangan Via yang tergeletak disamping badannya pun mulai
diraih Alvin dan di genggam lembut. Alvin mengelus dan mengecup punggung tangan
Via lembut. “kapan kamu sadar? Aku nunggu kamu. Kamu kebahagiaanku!” Alvin
beranjak dan menaruh kembali tangan Via.
“Vi?” Alvin mengelus kepala Via lembut. Tapi yang dielus
serasa ketiup topan dalam hatinya.
Via diam. Matanya nggak lagi memaksa buat terpejam. Via
terpejam natural sekarang seakan sentuhan Alvin pada kepalanya menggiringnya
untuk tertidur saat itu juga.
“cepat bangun ya sayang.” Alvin berhenti mengelus dan
mendekatkan wajahnya pada Via. Dan…
“wwWWOO~~” beberapa anak property yang mendekorasi panggung
terpana sejenak dan berpaduan suara serentak. Dimata mereka sekarang terpampang
jelas adegan 17+ yang sebenarnya Cuma tipuan mata.
Alvin nggak benar-benar mencium Via, tapi Alvin memang
mencium Via namun di dahinya. Mengecupnya lama, terbawa suasana.
Alvin menghentikan aksinya dan memandangi wajah Via yang
nggak kunjung membuka mata. Tumben nggak ketawa, pikirnya. Masih belum membuka
mata pada saat menit ketiga Alvin memandangi Via.
“Vi?” Alvin menepuk pipi Via pelan. “udah selesai!” bisiknya
lembut ditelinga Via.
Via menggeliat dan memiringkan tubuhnya. “bentar lagi ah!
Gue ngantuk nih!” gumamnya tak kentara tapi Alvin mendengar jelas semuanya.
Alvin membatu ditempat sampai akhirnya tertawa kecil dengan
sendirinya. Via tidur beneran!!
Jam sudah nunjukin pukul 4 sore waktu yang dilihat Alvin,
Via masih asik tidur di ranjang property theater. Ini sudah jam pulang buat
para pemain dan tinggal pemeran utamanya aja yang belum pulang, yaitu Alvin dan
Via.
“Lo nggak pulang?” seseorang menepuk bahu Alvin yang seasik
sendiri memperhatikan Via.
Alvin menoleh dan mendapati Cakka yang ada dibelakangnya.
“maunya sih pulang, tapi ini anak gimana?”
“ya Lo gendong! Susah amat. Seberapa berat sih?” Cakka
memandang aneh Alvin yang kelihata ling-lung. “kalo nggak mau sini gue
gendongin, Lo ke mobilnya sana ngebukain pintu!” suruh Cakka sambil siap-siap
mengangkat Via.
“nggak usah!” seru Alvin cepat sebelum Cakka menyentuh Via.
Enak aja! “mending Lo ngangkut cewek Lo sendiri dari pada Lo ngangkut cewek
gue!” katanya sambil memandang Agni yang tertidur dibangku penonton dibawah
sana.
Cakka mengalihkan pandangannya menuju arah pandang Alvin.
Dan benar aja, Agni lagi tidur dengan posisi duduk disana.
“gue balik duluan.” Alvin pamit dengan Via dalam
gendongannya. Cakka memandangin kepergian Alvia sebentar lalu beralih lagi pada
Agni. Posisi tidur yang kurang cantik buat seorang perempuan. Duduk dengan
kepala terkulai kesamping, belum lagi bibirnya yang sedikit terbuka.
Bener-bener.
Cakka menggeleng tanpa sadar. Cewek dengan posisi tidur
kurang cantik itu ya ceweknya, Agni. Cakka melangkah menuruni panggung menuju
Agni. Hari ini memang melelahkan, nggak masalah untuk hari-hari kedepannya dia
harus ngegendong Agni tiap hari. Dihitung-hitung suatu keberuntungan.
“All gue balik duluan ya?” Cakka berteriak saat menggumumkan
dirinya akan pulang. Nggak perlu dibilangin kalo Agni bakal ikut Cakka pulang,
dari posisi aja sudah jelas. Agni sudah dalam gendongan Cakka dan sama sekali
nggak terganggu sama teriakan Cakka. Saking lelahnya.
Cakka melangkah sambil sesekali menoleh kebawah, tepat pada
wajah Agni. Kayaknya udah lama banget. Cakka menyeringai aneh sampai akhirnya
terhenti saat dia tiba disamping mobilnya.
Hari ini kemajuan pesat yang sama sekali nggak kepikiran!
***