Senin, 29 Oktober 2012

Lucifer #6


Ngantuk! itu kata yang paling tepat buat situasi Agni saat ini. Ngantuk tapi takut buat tidur dikarenakan Pak Dave yang lagi ngajar sekarang ini. Seperti biasa, pelajaran matematika memang paling membosankan dan menjadi sangat membosankan saat salah satu anak Noszta ikut belajar diantara mereka. Dan sial buat Agni, anak Noszta itu si sipit! Alvin Jonathan.

Pak Dave nggak lagi mau peduli sama anak Niaza dan cenderung selalu menyuruh itu anak Noszta buat ngerjain semua soal yang dia berikan. Bahkan, pak Dave sampai menyuruh itu anak Noszta yang ngasi penjelasan  buat anak-anak Niaza dan yang diherankan, itu Noszta mau! Cih! Sombongnya!

“ada yang kurang jelas?”  tanya Alvin sambil menatap seluruh anak Niaza sekilas dan selebihnya fokus ke Agni.

Hening! Nggak ada yang mau ngejawab pertanyaan Alvin yang ada didepan kelas. Semuanya sibuk nyalin. Tapi ada yang berbeda kali ini. Beberapa anak pasukan Niaza agaknya mulai ngerti kalo si sipit yang menjelaskan, terkecuali Agni.

“kamu!” Alvin menunjuk Agni dari tempat dia berdiri sekarang. Jengkel gara-gara sedari tadi Agni nggak mau ngeliat kedepan terlebih buat ngeliat dia. Agni mendongak dari posisinya awalnya yang menunduk dan menguap lebar-lebar. “kamu udah ngerti penjelasan saya tadi?” tanya Alvin formal karena ada pak Dave. Nggak boleh bikin malu Noszta atas tata krama dalam kelas.

Agni mendelik. Sialan itu orang! Nyari gara-gara mulu! Nggak dia, nggak temannya, Sama! Sungut Agni dengan hatinya yang terdalam. Agni membolak-balik buku catatannya yang putih mulus belum tertulis sama sekali, berlagak action lagi memahami.

“ngerti gue!” jawabnya ketus kemudian.

Alvin kembali menghadap papan tulis menulis beberapa angka disana kemudian berbalik mendatangi Agni yang duduk di barisan belakang . “nih!” Alvin meletakan spidolnya dimeja Agni.

“apaan?” Agni mendongak lagi setelah sebelumnya Agni menunuduk lagi.

“itu! selesaikan soal yang ada didepan itu!” Alvin menunjuk deretan angka yang tadi ditulisnya.

Agni melotot. Itu soal apaan? Angkanya nggak seberapa, tapi komanya bertebaran dimana-mana, soal macam apa itu? pikir Agni kalut. Agni memandang Alvin dengan kening berkerut. Berharap Alvin tau maksud raut wajahnya.

Dan ternyata, Alvin memang tau arti raut wajah Agni. “cepat! 5 menit!”

“A…”

“cepat Agni! Kamu sudah dengar? 5 menit!” kata pak Dave tiba-tiba ikut menimpali.

Sial! Itu jeritan hati Agni saat dia maju kedepan kelas. Setelah tadi sebelumnya dengan sengaja dia menabrak bahu si sipit, Agni maju sambil menyeret kakinya nggak ikhlas. Semenjak ada Noszta didalam Niaza, hidup Agni benar-benar berubah!

Agni mencengkram spidolnya kuat-kuat, dengan posisi siap nulis Agni menulis kembali soal yang tadi ditulis Alvin. Kemudian diam mematung menatapi sebuah soal yang dihitung Agni tadi memiliki 14 koma.

“tinggal 3 menit!”

Agni tambah mencengkram spidolnya. Sial sial sial! Umpatnya selalu dalam hati. kenapa dia selalu sial? Apa kesialannya setelah ini? Apa yang lebih dari ini? Apa ada yang lebih? Kenapa? Kenapa sial? Begitu banyak pertanyaan menghinggapi kepala Agni.

“Lo nggak tidur kan?” seseorang berbisik pada Agni tepat ditelinganya.

“eh?” Agni tersadar kemudian menoleh. “HEH! Apa-apaan?” bentaknya bringas.

Agni memandang Alvin sengit. Sejak kapan si sipit ini ada disebelahnya? Alvin mendekati Agni yang tadi sempat 2 langkah menjauh darinya, kemudian menunjukan tangannya sebelah kiri pada Agni. Mununjukan jam!

02:13:01. Alvin menunjukan stopwatch yang terpampang dijamnya pada Agni. Angka 01 berjalan menuju angka 09 dan memutar-mutar seterusnya hingga angka 13 terus bertambah seiring berjalannya setiap secon stopwatch Alvin.

Agni membulatkan matanya lebar-lebar. Si sipit ini bener-bener keterlaluan!!

“Lo nggak memperhatikan penjelasan gue tadi kan?”

Agni menghela nafas. Si sipit ini kenapa seneng banget bikin mentalnya down! Agni menggeleng pelan. Memberitahu Alvin kalo dia sama sekali nggak tau juga nggak pernah memperhatikan perjelasannya.

“waktu habis!” Alvin merampas spidol Agni dan menggeser posisi Agni dari hadapan papan tulis. “Lo berdiri di sini dan perhatikan!” Alvin menarik tangan Agni saat Agni mencoba kembali ketempat duduknya.

Alvin kembali menjelaskan. Menjelaskan dan menerangkan kembali yang kalo Agni hitung menit detiknya nggak nyampe 1 menit. Cepat banget!

“ngerti?” Alvin bertanya pada Agni yang sibuk mantengin jam dinding. “apa yang Lo liat? Lo nggak memperhatikan penjelasan gue lagi?” Alvin berbisik pelan dengan tajam.

“perhatikan kok. Bisa gue! Gampang itu, Cuma gara-gara Lo nggak jelas aja tadi ngelasinnya jadi gue nggak ngerti!” jawab Agni lantang. Menantang!

“oh ya? gimana kalo satu soal lagi buat ngebuktiin?”

“tapi sayang, jam nya sudah selesai!”

Teeett! Teeettt! Teettt!

Tepat diakhir kalimat Agni, jam tanda jam belajar berakhir berbunyi. Saatnya istirahat!

“baiklah! Alvin, Agni silahkan duduk ditempat kalian masing-masing.” Kata Pak Dave setelah mendengar suara Bel sekolah. “kita lanjutkan lagi minggu depan. Untuk perhatian anak-anak semua Bapak ucapkan terima kasih dan untuk Alvin terima kasih banyak sudah banyak membantu.” Pak Dave mengucapkan terima kasih special buat Alvin.

“Lebay!”

“Banget!”

***

2 jam pelajaran matematik serasa 2 abad lamanya bagi Agni. Matematik memang pelajaran paling menyebalkan yang pernah diciptakan ke dunia, ditambah lagi sama guru yang super aneh kayak pak Dave dan di plus-plusin lagi sama anak yang sok kepinteran kayak si sipit Noszta.

Bertambahlah kebencian Agni pada Matematika. Pelajaran nggak mutu! Apa pentingnya kuadrat? Apa pentingnya pemfaktoran? Apa pentingnya logaritma? Kalo jelas-jelas yang dipake didunia nyata itu adalah hal-hal yang berhubungan dengan mata uang.

Agni duduk menyender pada bangku kantin sambil meletakan sekaleng soda dikepalanya. Dingin, adem, basah menyergap kepalanya. Pasukan Niaza yang sekelas dengan Agni mengikuti kelakuan Agni. Kepala mereka nggak kalah panas gara-gara matematika. 80% Pasukan Niaza angkat tangan sama matematik.

Gara-gara si sipit Noszta, Agni mau nggak mau harus berusaha mengerti sedikit agar nggak di lecehkan sama anak Noszta lagi. Tekadnya, anak Noszta harus pergi dari Niaza! Tapi sebelumnya Noszta harus tau kalo mereka bukan apa-apa dibanding Niaza! Dan sekarang Agni lagi usaha buat gimana caranya.

Agni masih bertahan pada posisinya saat Iyel datang berdua Rio. Iyel langsung nyerobot duduk disebelah Agni yang kosong sedangkan Rio langsung nyerobot kaleng soda yang Agni temple dikepalanya.

“isshh! Apaan sih?” tanyanya jengkel. Rio mengacuhkannya lalu membuka kaleng itu dan meminumnya.

“matematika itu nggak sesusah yang Lo bayangin kalo Lo mau belajar.” Kata Rio, tak ada angin tak ada hujan.

Agni membuang muka dari Rio kemudian menelungkupkan kepalanya dimeja. Nggak susah apanya? Tiap kali ulangan matematik, selalu ngulang. Bahasa gaulnya remedial. Selalu! Kalo nggak remedial juga untung-untungan ada contekan mampir ke atas meja.

Iyel menepuk kepala Agni pelan. “Ag, Lo privat ya? privat matematika. Mau?” tawar Iyel tiba-tiba.

Agni masih menelungkupkan kepalanya sambil menggeleng. “nggak!” jawabnya tegas.

Agni paling males namanya privat. Privat sama dengan pelajaran tambahan. Pelajaran tambahan adalah pelajaran udah kelar terus ditambahin lagi. Ngapain coba kerajinan gitu? Disekolah aja cukup ngapain ditambah-tambah?

“ayolah, Ag! Kenapa juga coba nggak mau? Kan lumayan.”

“nggak!”

“Lo itu sebenarnya bisa, Ag! Cuma perlu dilatih aja. Mau ya?”

“nggak!”

“Lo harus ngebuktiin sama itu anak Noszta kalo Lo bisa, Ag! Ayoo! Masa Lo mau di suruh maju kayak tadi? Terus nggak bisa jawab. Terus di permalukan kayak tadi? Aish, kalo gue sih nggak mau!” Iyel menyemangati dengan sedikit mengompori.

“nggak!”

“ahh, untung tadi Lo di permalukan didepan kita anak-anak Niaza, kalo didepan anak-anak Noszta, gimana coba itu, Ag?” Iyel niat pake banget!

“nggak!”

“privat sama Rio deh, Ag? Rio kan pinter?” tawar Iyel.

“nggak!” sahut Rio langsung saat dengar namanya disebut-sebut.

Iyel dengan segera melirik Rio sewot. Kemudian beralih lagi pada Agni. “Ag?”

“nggak!”

“sama gue deh? Harga pas ini!” Iyel menjual dirinya?! Eh?

Agni mengangkat kepalanya lalu memandangi Iyel, ilfeel. “gue nggak mau privat, Iyel! Cukup seminggu sekali gue ketemu sama matematik! Jangan di tambah-tambah!”

Iyel menghela nafas putus asa. Agni memang bener-bener kelas kepala. Iyel menyerah sudah, biar Agni melakukan apa yang dia mau sesukanya, toh memang begitu kan Agni selama ini. Agni kembali memposisikan kepalanya diatas meja. Untuk sekarang, disanalah tempat terindah seperti surga versi Agni.

Agni memejamkan matanya perlahan, dia sudah siap sekali berangkat ke alam mimpi saat dengan jahatnya seseorang menggebrak meja dimana Agni berada dan membuat Agni spontan mengangkat kepalanya karena kaget.

“hai, semua?!” ternyata oh ternyata, nona feminim adeknya Iyel lah yang menggebrak meja. Siapa lagi kalo bukan Zeva! Agni yang tadinya siap mendamprat langsung menelan kembali kata-kata umpatan yang telah dia siapkan. Itu Zeva, Ag! Zevaaa!

“gue kaget, Ze!” protes Agni sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Sumpah! Ngantuk banget!

Zeva tertawa kecil. “maaf-maaf! Habis tadi keliatan serius banget sih! Jadi ya gue iseng.” Balasnya enteng. Agni mendengus. “sebenarnya ada apaan sih?” Zeva memandangi Iyel, Agni bergantian. Setelah tau tidak akan mendapat jawaban dari dua orang itu akhirnya Zeva beralih menatap Rio. Menuntut penjelasan!

Sebelum menjawab, Rio lebih dulu menyempatkan melempar kaleng kosong bekas minumannya ke tempat sampah terdekat. Selayaknya pemain basket, dan Yak! Masuk!

“abang Lo ngemaksa Agni buat privat matematik!” katanya Rio ringkas, singkat banget. Rio memang selalu hemat kalo ngomong. Kan hemat pangkal kaya!

Zeva mengangguk paham. “ooh! Bagus dong!” katanya. “Agni mau kan? Pasti mau kan? Harus mau dong? Emang privat nya sama siapa?”

“boro-boro mau privat sama siapa. Agni nya yang di ajak privat aja nggak mau!” Iyel menyahuti bete. Agni melirik.

“Lo aja sono yang privat! Gue ogah-gah-gah-gah!” tekan Agni. Pokoknya nggak mau!

“eh? Kenapa nggak mau privat kan lumayan, privat bisa nambah-nambah ilmu, Ag?” Agni melirik Zeva. Nggak abang nggak adek, sama niatnya! Agni menggeleng lagi.

“gue cariin gurunya deh? Gimana?” tawar Zeva. Agni masih menggeleng. “harus mau! Pokoknya harus mau! Gue bakal nyariin guru matematik nya dan Lo harus mau, Oke?!”

“nggak usah, Ze! Bener deh!” Agni menggeleng malas. “gue nggak minat, mending nggak usah dari pada entar gue privat tapi nggak ada hasil.” Oke! Ini nyata. Agni juga nggak kalah niat buat ngepatahin semangat adeknya Iyel satu ini. Maksa banget masa?!

“tenang aja, gue bakal cari guru terbaik buat Lo. Pokoknya Lo harus mau, Oke? Oke! Segera.” Setelah itu Zeva langsung ngeloyor pergi seenaknya. Masalah Agni setuju atau nggak bukan masalah sama sekali buat Zeva. Zeva tau bener kalo Agni adalah tipe-tipe orang yang harus dipaksa! Jadi, ya sudah lah!

“adek Lo hebat, Yel! Lo kalah telak kalo sama adek Lo.” Rio yang sedari tadi diam akhirnya berkomentar. Zeva memang hebat dalam urusan maksa memaksa dan Rio mengakuinya. “good luck, Ag!”

Agni menghela nafas dan menghembuskannya perlahan. Konsentrasi, Ag! Konsentrasi! Jangan gila sekarang! Pikirnya. Nggak sebelum Lo ngalahin itu anak-anak Noszta! Oke! “gue mau ke uks!” Agni bangkit berdiri kemudian.

“eh? Lo sakit, Ag?” Iyel bertanya khawatir dan Rio hanya memandangi Agni dari atas sampai bawah, mungkin khawatir juga.

Agni menggeleng. “gue nggak sakit! Gue cuma ngantuk!”

***


8 komentar:

  1. ceritanya bagus deh..
    Sampe gak tau mau komentar apaa lagi.. :)

    BalasHapus
  2. ceritanya bagus banget ...
    terusin dong. keren koq ..
    ceritanya bikin penasaran :) lanjut yah.

    BalasHapus
  3. ceritanya bagus banget. aku suka alurnya. tp akhirnya cagni dong kak :D

    BalasHapus
  4. Kak sumpah pas aku nemuin lanjutan lucifer yang ke-6 ini aku seneng banget :D, seperti biasa kak alurnya keren abis so part selanjutnya lebih banyakin alninya terus panjangin ya kak heheh, gak sabar nunggu lanjutannya kak :D;D. Ditunggu

    BalasHapus
  5. next dongk..
    penasaran ni ma lanjutannya

    BalasHapus